BAB 8

727 35 1
                                    

Keesokan harinya, dipagi hari dengan udara yang sejuk dan masih asri, aku terbangun oleh suara ayam jantan yang berkokok.

Ya, benar. Hari ini aku terbangun diwaktu yang berbeda seperti biasanya. Aku terbangun saat ayam berkokok. Kira-kira pukul lima pagi aku sudah terbangun dari tidurku yang nyenyak sejak tadi malam.

Selain aku terbangun karena suara ayam berkokok, akupun terbangun dari tidurku karena suara melengking dari handphoneku. Bukan karena sebuah panggilan telepon, tetapi karena suara alarm yang kemarin malam sebelum tidur sudah aku setel waktunya, tepatnya karena aku takut terlambat lagi keesokan harinya. Walaupun begitu, ketika aku ingin mematikan suara alarm yang membangunkanu karena melengking itu, ternyata sudah lima kali alarm itu berbunyi dipagi ini. Itu bukan hal yang tak biasa, karena memang aku tidak pernah bangun tidur sepagi ini sebelumnya.

Karena waktu yang diminta untuk berkumpul masih lama, yakni jam sepuluh, lima jam lagi. Jadi aku hanya tiduran ditempat tidur sambil bermain handphone dan menonton  beberapa film untuk menunggu waktu terlewati sia-sia. Film yang kutonton adalah film Princess, Bajak Laut, dan Alien; film omnibus Indonesia yang dimainkan oleh banyak anak-anak, salah satunya adalah Bima Azriel (ya, namanya sama dengan namaku).

Aku tidak ingin tertidur lagi setelah aku terbangun ini, karena aku takut terlambat menuju meeting point nanti dan akhirnya hanya membuat aku dimarahi oleh Pak Reza, kepala kepolisian pusat Kota Esau, seperti hari kemarin.

Setelah menonton film selama empat jam, yaitu dua film berdurasi dua jam, akupun melihat jam dinding yang berada disuatu sudut ruangan kamarku. Tanpa terasa, jam dinding itu sudah menunjukkan jam sembilan pagi. Akupun dengan tergesa-gesa, langsung menuju kamar mandi untuk bersiap-siap untuk menuju kantor televisi yang beberapa hari ini selalu aku kunjungi untuk bekerja, bukan sebagai karyawan tetapi sebagai detektif yang menyelidiki kasus pembunuhan yang terjadi disana beberapa hari kemarin.

Kok kamu sudah bangun pagi, masih terlambat aja?

Aku memang terbiasa untuk bermalas-malasan. Karena kebiasaan itu, aku tidak bisa bersemangat kalau aku sudah bermalasan.

Karena waktu sudah menunjukkan jam sembilan lewat lima belas menit, akhirnya akupun tidak sempat untuk sarapan dirumah. Dan aku berangkat menuju gedung kantor televisi yang kemarin juga aku datangi.

Selain harus mengurusi kasus pembunuhan yang mengorbankan Pak Fredy sejak beberapa hari lalu, akupun harus juga mengurusi pembunuhan yang mengorbankan Mang Didin yang baru terjadi kemarin. Walaupun pekerjaanku bertambah, tetapi aku tidak merasa keberatan akan hal itu, karena aku rasa pelaku dari kasus keduanya itu adalah orang yang sama. Jadi ketika pelaku dari pembunuhan Pak Fredy sudah tertangkap, maka pelaku dari pembunuhan Mang Didin juga akan otomatis tertangkap.

Saat aku sudah sampai di tempat kejadian perkara, akupun berlari menuju meeting point yang sudah ditentukan untuk membicarakan apa yang sudah terjadi kemarin dan apa saja barang bukti yang sudah didapatkan kemarin. Saat aku melihat jam ditengah-tengah berlari, ternyata waktu masih menunjukkan jam sepuluh kurang lima menit.

Sudah banyak polisi yang sudah berkumpul di meeting point, tetapi Pak Reza belum datang untuk memulai pengarahan ini. Akupun langsung duduk disamping Pak Gerald.

"Pak Reza belum datang?" kataku kepada Pak Gerald

"Eh, Detektif Azriel.. Iya, Pak Reza belum datang daritadi. Entah dimana dia sekarang," Pak Gerald melihat jam tangannya "

Padahal sudah tinggal lima menit lagi waktu yang dimintanya untuk berkumpul.

"Yang pasti nggak mungkin terlambat lah."

"Yup, soalnya kalau ada yang terlambat, beliau pasti marah. Nggak mungkin beliau marah sama anggota yang telat, sedangkan beliau sendiri telat.."

Dari dua baris didepanku, Pak Kevin melihatku dengan raut wajah yang sinis. Aku nggak tahu kenapa sepertinya Pak Kevin tidak suka denganku. Tapi yang pasti beliau selalu ingin menyalahkanku dan melihatku dengan sinis. Yang bisa aku lakukan hanyalah membiarkan wajah itu melihat kepadaku dengan sinis.

Sang Detektif  {Pembunuhan Di Kantor Media}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang