BAB 10

640 28 0
                                    


Kasus pembunuhan terberat di Kota Esau dan sekaligus menjadi kasus pertama ku dalam menjadi detektif di kantor pusat Kepolisian Kota Esau ini akhirnya terselesaikan.

Tak di sangka, pembunuh Pak Fredy itu adalah teman ku sendiri. Orang yang sudah berteman dengan ku sejak dua tahun lalu. Ia melakukan pembunuhan ini, hanya untuk memiliki sesuatu dari Pak Fredy.


                                                                                 ---oo---


Tiga Hari Kemudian..   

Setelah aku berhasil menyelesaikan kasus tersulit tersebut, aku pun berencana istirahat di rumah dalam seminggu.

Seperti biasa sebelum aku menjadi seorang detektif, setiap harinya aku hanya beraktifitas bangun, sarapan, mandi, menonton televisi, lalu tidur lagi, bangun lagi, makan, menonton televisi, dan begitupun seterusnya setiap hari.

Penyelesaian kasus terbesar itu telah berlalu tiga hari. Saat aku sedang tiduran di dalam kamar, aku mendengar handphone ku bordering. Aku melihat bahwa yang menelepon adalah Pak Reza. Aku pun langsung mengangkat panggilan tersebut.

Pak Reza memulai pembicaraan, "Selamat pagi menjelang siang, Detektif Azriel."

"Selamat pagi menjelang siang juga, Pak Reza." Sapa ku menyambut

"Apa saya mengganggu?"

"Nggak mengganggu sama sekali, Pak. Ada apa ya?"

"Jadi begini, Detektif Azriel.." kata Pak Reza

Pak Reza seperti sengaja menghentikan perkataan dalam beberapa detik.

"Tepat besok, pembunuhan Pak Fredy akan di lakukan sidang. Pelaku yang kemarin sudah anda tangkap, besok akan di sidang untuk menentukan berapa lama masa hukumannya." Lanjutnya

Aku menjawab, "Bagus kalau besok sudah mulai persidangan, Pak. Lebih cepat lebih baik. Terus, Pak?"

Aku sebenarnya tidak ingin Dion, teman ku sendiri, menghadapi persidangan dalam jangka waktu dekat. Tetapi untuk meyakinkan Pak Reza bahwa aku tidak memandang siapapun pelaku dalam kasus yang aku terima dan supaya aku mendapat kasus-kasus berikutnya, aku pun bersikap seperti biasa saja terhadap pelaku pembunuh Pak Fredy, yaitu Dion.

Pak Reza menjawab, "Karena kamu mengerti tentang apa saja yang terjadi di tempat kejadian perkara, baik sebelum ataupun sesudah pelaku tertangkap, jadi kamu saya tugaskan untuk menjadi narasumber di persidangan besok. Bagaimana, Detektif Azriel?"

Aku termenung mendengar hal itu karena merasa tidak enak dengan Dion.

Kenapa kamu merasa tidak enak?

Aku merasa tidak enak karena aku harus menjadi narasumber di persidangan teman ku. Siapa sih yang mau memenjarakan temannya sendiri. Tapi, demi kebenaran, dan juga demi kelanjutan karir ku sebagai detektif, aku harus rela memasukkan teman ku ini ke dalam sel.

Kamu nggak takut kalau nanti Dion menjadi benci sama kamu?

Pastinya takut, karena aku yang menangkap dia, bahkan aku yang menjadi narasumber di persidangan besok. Kembali lagi, demi pekerjaan ku aku harus rela walaupun harus kehilangan salah satu dari teman ku. Tapi aku harus positive thinking bahwa Dion tidak akan membenci aku setelah ia keluar dari penjara nanti.

"Detektif Azriel.. Bagaimana, bisa tidak?" suara pak Reza dari balik telepon kembali menyadarkan ku dari sebuah lamunan.

Aku bingung untuk sekedar menjawab pertanyaan simple itu, "Hmm.."

"Bagaimana?"

"Ya sudah, pak. Saya siap untuk menjadi narasumber di sidang kasus pembunuhan Pak Fredy besok." Jawab ku

"Kalau anda tidak keberatan untuk menjadi narasumber besok, silahkan anda kumpulkan barang-barang yang menurut anda cukup untuk bukti."

"Kira-kira besok sidangnya mulai jam berapa, pak?"

"Sidang dimulai sekitar jam dua siang, jadi Detektif Azriel harus datang paling lambat jam satu siang."

"Siap, pak. Ada yang mau ditambahkan lagi, Pak?

"Sudah, itu saja. Oh iya, saya hampir lupa. Pak Dion itu siapa anda ya?"

Aku bertanya seakan tidak mendengar pertanyaan Pak Reza, "Kenapa, pak?"

"Pak Dion itu siapanya Detektif Azriel? Kok dari cara anda bicara, kayaknya anda nggak tega kalau Pak Dion itu di sidang?

"Hmm.. Nggak kok, Pak. Mungkin perasaan Pak Reza aja. Saya dengan Pak Dion itu hanya sebatas detektif dan pelaku aja."

"Yakin?"

"Iya, pak. Saya dengan Pak Dion itu nggak ada kedekatan apa-apa."

"Saya cuman mau bilang aja. Kalau misalkan sebenarnya Pak Dion itu saudara atau teman dari Detektif Azriel, besok saat sidang jangan memandang Pak Dion itu sebagai saudara atau teman supaya hukuman yang di berikan itu setimpal dengan apa yang di lakukan dan keluarga dari Pak Fredy juga dapat menerima keputusan hakim dalam memberikan hukuman pelaku." kata Pak Reza

"Siap, pak."

"Dan satu lagi. Kalau kita sudah masuk di kepolisian, tidak ada yang namanya saudara atau teman di dalam kasus. Jadi kita tidak boleh membedakan orang biasa dengan teman atau saudara kita di dalam suatu kasus."

"Terimakasih nasehatnya, Pak."

"Oke lah, detektif Azriel. Selamat mengerjakan bahan-bahan untuk persidangan besok. Jangan lupa, besok jam satu siang, Detektif Azriel sudah harus berada di area gedung sidang."

"Bapak besok datang ke persidangan juga?"

Aku menyadari bahwa pertanyaan yang saya haturkan adalah sebuah pertanyaan yang tidak tepat untuk di tanyakan.

"Ya pastilah. Saya kan kepala kepolisian di kota Esau ini."

"Oke lah, pak. Sampai bertemu lagi besok."

TUTT.. TUTT.. TUTT..

Suara tanda berakhirnya panggilan telepon pun berbunyi. Pastinya pak Reza lah yang mematikan panggilan telepon itu, karena ada peraturan bahwa tidak ada yang boleh mematikan panggilan telepon kecuali Pak Reza.

Dengan segera, setelah panggilan telepon dari Pak Reza tersebut berakhhir, Aku pun langsung mengambil laptop dan mengerjakan bahan-bahan untuk persidangan besok siang.


                                                             --ooo--

Sang Detektif  {Pembunuhan Di Kantor Media}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang