"Lo jadi lihat tanding basket gak sih?" tanya Ara yang tiba-tiba datang entah darimana.
Gue dengan panik langsung menatap jam dinding bergambar hello kitty yang terpasang apik di depan kelas. "Masih jam delapan, tanding basketnya mulai jam setengah sembilan."
"Tim sekolah kita main lebih awal, lo gak dengerin pengumuman tadi?"
Pengumuman? Eh, kapan? Kok gue gak tahu?!
"Tanding basketnya udah mulai?!" tanya gue mulai panik.
Ara mengangguk cepat. "Udahlah, mangkannya cepetan!"
Gue segera menutup novel, gak lupa sebelum itu gue kasih pembatas buku bergambar BTS favorit gue. Setelah itu, gue ambil botol mineral yang memang sengaja udah gue siapin dari tadi pagi. Dengan kekuatan penuh, gue segera menggeret tangan Ara sambil berlari. "Ayo Ra, entar kelewatan banyak!"
"Bentar Len, pelan-pelan dong! Gak usah lari-lari!" Omel Ara disepanjang kami berlari yang cuma gue tanggapin dengan ketawa keras. Gak jarang anak-anak yang kami lewati memandang sinis. Tapi masa bodoh lah ya! Ini persoalan mendesak.
Kami sampai di lapangan dengan napas terengah-engah dan peluh yang membanjiri dahi. Tiba-tiba Ara mukul bahu gue dengan keras.
"Apa anjir?! Sakit!" Teriak gue. Gila, bahu gue sakit banget. Gak kira-kira emang Ara mukulnya. Gue curiga jangan-jangan bahu gue memar bentuk cap tangan kayak di film kungfu hustle. Sakit banget soalnya.
"Lo tuh, udah dibilangin nggak usah lari-lari! Capek tauk!"
Gue tertawa kecil sambil memegang bahu yang masih terasa ngilu.
"Ayo duduk, capek gue berdiri terus," Ara berjalan mendekati lapangan yang sudah penuh dipadati banyak anak. Sebenarnya gue malas banget ke sini, panas. Kalo gak karena dia yang tanding, gue pasti lebih milih ngadem di kelas.
Gue berjalan di belakang Ara sambil lihat anak-anak basket yang lagi tanding. Mata gue segera berkonsentrasi penuh mencari sosoknya. Oke, dapat. Dia sekarang lagi lari sambil mendrible bola, rambutnya yang basah bergerak mengikuti gerakannya. Kalau kayak gini, dia kelihatan jadi tambah ganteng. DIh, kok gue jijik ya sama kata-kata gue sendiri.
Sekarang dia mulai melakukan lay up shoot. Semoga masuk, masuk... Dan, masuk! Sontak semua pendukung timnya berteriak heboh. Di sana, dia hanya tersenyum lebar sambil membalas pelukan teman-teman se-timnya. Tanpa gue duga, dia menoleh ke arah gue sambil melambaikan tangan yang otomatis membuat gue tersenyum lebar.
Dia, Dimas. Sahabat gue dari kecil dan seseorang yang sudah lama gue suka. Iya, seperti cerita romansa remaja pada umumnya, gue suka sama sahabat gue yang udah dari jaman masih balita. Tapi bukan seperti akhir cerita romansa remaja pada umumnya, karena gue tahu dia gak bakal suka sama gue.
Gue berjengit kaget saat tiba-tiba tangan gue ditarik paksa, "Lo tuh ya dipanggilin dari tadi malah senyum-senyum nggak jelas di sini." Ara melihat gue dengan sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
You
Teen FictionHelenia Karina pradipta, seperti remaja pada umumnya yang mulai tertarik pada hal-hal berbau romantis, dia mulai menyukai Dimas yang merupakan sahabatnya dari kecil. Tapi ternyata saat dia mulai menyadari perasaanya lebih dari yang dia pikirkan, Dim...