9. Toko Buku dan Pertemuan

40 4 0
                                    

"Dim novel yang ini bagus banget. Beliin yang ini aja yah!" kata gue setelah mencari buku yang gue pegang dari awal masuk tadi. Dimas masih sibuk membaca sinopsis buku milik presenter acara politik terkenal di Indonesia.

Hari ini Dimas menepati janjinya buat beliin gue novel, padahal kemarin-kemarin gue udah pesimis banget kalo Dimas bakal ingat sama janjinya waktu kalah balapan sepeda dua minggu yang lalu.

"Tau darimana kalo bagus?"

"Dari goodreads, dari instagram, dan gue sempet baca prolognya juga."

"Sebagus apa emang?" tanya Dimas sambil menjulurkan tangannya mengambil novel bercover hitam berjudul 'seandainya (seharusnya)'.

"Bagus banget pokoknya. Udah jangan banyak tanya lagi, gue milih buku yang ini aja."

"Oke, oke." Katanya sambil tersenyum lebar lalu menepuk pelan puncak kepala gue. Emang ini anak gak bisa gitu ninggalin hati gue tenang sedikit?!

"Udah itu aja yang mau dibeli?"

"Udah. Makan dulu yuk habis ini!"

Dimas berdecak pelan di sampingku, "Selalu aja makanan yang lo pikirin." ucapnya yang cuman gue balas dengan ketawa yang agak keras sampai mbak-mbak penjaga tokonya ngelihat gue sinis yang juga gue tanggapi dengan sinis, emang dipikir gue bakal takut apa?!

"Lo cuman mau beli novel ini aja, gak ada yang lain?"

"Enggak, itu aja."

Setelah Dimas selesai memilih buku mana yang mau dia beli, kami berjalan ke kasir. Tapi waktu sampai di depan kasir handphone Dimas berbunyi, gue sempat lihat sekilas nama Rista muncul di layar handphonenya. Dimas mengangkat telponnya dan berjalan menjauh dariku.

Dari tempat gue berdiri, gue gak bisa denger pembicaraan mereka, yang bisa gue tebak-tebak cuman wajah Dimas yang kelihatan cemas dan panik. Kayaknya sih mereka ngomongin sesuatu yang gak terlalu bagus, tiba-tiba gue punya firasat buruk.

Dimas kembali sambil memasukkan handphonenya ke dalam saku celana. "Sorry banget ya Len, kita gak bisa makan bareng. Gue ada perlu, tapi gue bakal nganterin lo pulang dulu kok."

"Gak apa-apa gue mau jalan-jalan dulu, lo pergi duluan aja," kata gue sambil berusaha tersenyum dan terlihat ikhlas. Semoga aja senyum gue gak aneh.

Dimas mengambil kantong plastik yanh berisi novelku dan buku miliknya yang baru selesai dibayarnya. "Atau kita beli makan dulu entar gue antar pulang?"

"Gak usah Dim, gue mau jalan-jalan. Gue mau refreshing, lagian ini jufa malam minggu. Lo kalo ada urusan pergi aja gak apa-apa. Gue bisa pulang sendiri kok, tenang."

Dimas menghela napas dan memberikan kantong plastik yang di bawanya kepadaku. "Ya udah ini, jangan pulang malam-malam. Entar naik taksi aja jangan ojek online, masuk angin entar."

"Iya bawel! Udah deh sana, hush!"

"Iya, inget jangan pulang malam-malam."

"Iya, hati-hati. Pelan-pelan aja nyetirnya," Dimas hanya mengangguk sambil melambaikan tangan dan akhirnya pergi dari hadapan gue.

Sekarang gue Sendirian. Tau gitu tadi gue gak mau diajak ke sini, mending tidur di rumah sambil baca novel. Enaknya gue ngapain? Mau nelfon Ara biar datang ke sini tapi gue inget kalo Ara lagi ada acara keluarga.

Gue milih buat turun ke lantai satu, mau liat-liat toko aksesoris langganan gue, udah lama juga gak pernah lihat-lihat. Sebenarnya gue lapar tapi males kalo makan sendirian di tempat ramai.

Di lantai satu ternyata ada acara entahlah apa, tapi banyak orang yang mengelilingi panggung sedangkan di atas panggung ada empat orang 
yang kemungkinan lagi siap-siap tampil buat nge-band.

When you try your best but you don't succeed
When you get what you want but not what you need
When you feel so tired but you can't sleep
Stuck in reverse

Suara sang vokalis mangalun dengan merdu membawakan lagu coldplay. Beberapa orang berhenti dan ikut bernyanyi atau cuman pengen lihat penampilan mereka. Beberapa gerombolan cewek berteriak nyaring waktu lihat personelnya yang bisa dibilang ganteng. Gue juga ikutan berhenti agak jauh dari panggung buat lihat penampilan mereka.

And the tears come streaming down your face
When you lose something you can't replace
When you love someone but it goes to waste
Could it be worse?

Menurut gue juga worse. Suka sama orang yang ngeharapin kalo kita gak bakal suka sama dia.

Lights will guide you home
And ignite your bones
And I will try to fix you

Kalo gue lihat-lihat nih yah, kayaknya muka personelnya familiar gitu tapi gue lagi males buat ingat-ingat.

And high up above or down below
When you're too in love to let it go
But if you never try you'll never know
Just what you're worth

Sampai lagu selesai gue masih stay di tempat gue berdiri, siapa tau nanti ada band lain yang bakal tampil. Daripada gabut mau kemana.

Para personel band tadi sudah turun dari panggung, salah satu personelnya berjalan ke arah tempat gue berdiri lebih tepatnya ke arah cewek yang berdiri di sebelah gue.

"Ra, minumnya ada di lo kan?" ucap personel yang aku liat di bagian drum tadi.

"Iya," kata cewek di sebelah gue sambil memberikan botol minum lalu cowok itu menoleh melihatku yang melihat mereka.

"Eh, lo anak SMA Sinar Jaya kan?" tiba-tiba cowok itu bertanya yang kayaknya buat gue karena dia ngelihat ke arah gue, agak bikin kaget gak nyangka dia tahu sekolah gue.

"Iya," jawab gue sambil mengangguk singkat.

"Soalnya gue ingat, lo cewek yang nyuekin Gio itu kan?" pertanyaannya bikin gue kesel dan bingung buat jawab apa. Sekarang gue baru ingat kenapa gue ngerasa familiar ternyata yang megang bass tadi Gio dan kayaknya semua personel band yang lain tadi juga anak sma Sinar Jaya, "Bentar, gue tanya Gio dulu," tanpa menunggu jawaban gue cowok itu udah pergi menemui teman-temannya yang lain.

"Kenalin gue Kara," ucap cewek yang ada di sebelah cowok itu tadi dengan nada datar dan cuek yang bikin gue sungkan.

"Helen kak," sahutku sopan karena gue tebak kalo kak Kara temennya Gio, berarti dia juga kakak kelasku.

"Gak usah manggil Kara kak, panggil Kara aja. Meskipun dia mukanya jutek parah tapi baik kok," Cowok di bagian drum tadi menyahut yang jelas membuat kak Kara mendengus singkat.

"Kalo gue Gibran, yang bagian vokalis tadi Ares," kak Ares ngeliat gue sambil senyum manis bikin tingkat ketampanannya meroket jauh, "kalo yang bagian keyboard Keivan, dan lo pasti udah kenal sama bagian bass," kak Keivan hanya mengangguk singkat dan Gio entahlah gue gak tertarik untuk ngeliat.

"Oh ya, jangan panggil kami 'kak' atau panggilan senior lainnya. Santai aja, anggap temen sendiri," kata kak Gibran lagi yang gue cuman gue jawab dengan anggukan paham dan canggung.

"Lo sendirian? Kalo sendirian gabung bareng aja," kata Gio sambil mengambil botol air dari kak Kara.

"Gak usah, gue cuman pengen liat-liat aja kok."

"Gak apa-apa, gabung aja," kata kak Kara.

"Iya gabung aja. Lebih seru kalo bareng-bareng kan?" sahut kak Ares menambahi.

"Kita makan dulu aja yuk, gue udah laper," ajak kak Gibran yang disambut dengan anggukan paham kak Kara.

Gue akhirnya mau gak mau ikut mereka makan di restoran di lantai dua.

YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang