Setelah mendapatkan telepon dari keluarganya semalam, Anin lebih banyak diam. Dia hanya bicara jika teman flatnya bertanya, itu saja hanya ia jawab dengan singkat. Singkat, padat, dan jelas. Sikap Anin membuat teman-temannya terheran.
Hari jum'at ini Sarah dan si kembar Farah tidak masuk kuliah begitu juga Fatimah dan Anin. Jam dinding menunjukan pukul 10 pagi setelah tadarus bersama, Anin memutuskan untuk mandi karena sejak pagi ia belum mengguyur tubuhnya dengan air. Sudah menjadi rahasia umum kalau ia malas mandi jika libur tiba. Bukankah itu salah satu penghematan air dimuka bumi?
"Mbak Fatimah, Mak Anin kenapa sih kok diam terus? Kalo ditanya jawabnya singkat banget." Setelah Anin memasuki kamar mandi. Farah mulai heboh menyuarakan hal yang sejak tadi ia pendam.
"Mbak juga heran," ucap Farah sembari merapikan buku-buku yang ada diraknya sekaligus menata jadwal untuk esok hari.
"Kalo aku lihat sejak tadi malam deh Mbak." Sarah menatap sekilas Farah dan Fatimah, lalu focus ke layar ponselnya kembali. Asik ngobrol di grup organisasi.
"Apa Mbak Anin ada masalah?" tebak Fatimah asal.
"Bisa jadi tuh Mbak. Tapi kenapa enggak cerita sama kita?" Farah menaikan kedua tangannya dan menghentikan aktifitasnya.
"Mbak Anin orang nya emang kayak gitu, kalo ada masalah suka diam gak pernah mau bicara. Gak pernah mau berbagi." Sarah meletakan ponselnya.
"Benar juga kata Mbak Sarah. Terus Mbak Anin itu enggak terbuka sama kita. Lagian apa susahnya cerita sama kita? Apa dia kira, kita gak bisa bantu gitu?" Farah antusias.
Kini mereka bertiga sedang berkumpul melingkar di samping tempat tidur. Melupakan aktifitas yang tadi dilakukan.
"Padahal kita udah sama dia jalan tiga tahun. Kan itu waktu lama gak cuma sehari dua hari." lanjut Fatimah.
"Mbak Anin terlalu ngeremehin kita. Emangnya dia saja yang bisa ngelesaiin masalah? Kita kan juga bisa walaupun kita lebih muda dari dia, toh hanya selisih satu atau dua tahun kan Mbak." Farah sedikit menggecilkan volume suara, takut Anin dengar. Keduanya mengangguk mengiyakan.
Setan mulai tersenyum bahagia melihat ketiga gadis itu tengah membicarakan keburukan Anin .
"Astaghfiruallah. Kita sudah me-ghibah Mbak Anin."
"Gak Papa Mbak terlanjur sekalian saja. Basah sekalian." Rupanya Sarah dan Farah sudah mulai mendengar bisikan setan. Setan memang selalu membisikan seribu macam alasan kepada manusia supaya tetap melanjutkan tindakan maksiatnya.
Sebenarnya Fatimah juga ingin melanjutnya membicarakan keburukan Anin, tetapi ia teringat bahwa ini hanya hasutan setan.
"Kalian ingatkan hadis nabi? Beliau bersabda 'barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah menyakiti tetangganya. Barang siapa beriman dan hari akhir, muliakanlah tamunya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, ucapkanlah kata-kata yang baik atau diamlah. Jangan biarkan mulut kita ini berbicara hal yang buruk. Orang membicarakan orang lain layaknya memakan danging saudara sendiri. Menjijikan," ucap Fatimah membuat Sarah dan Farah mengucapkan istighfar berkali-kali berharap Allah menghapus dosanya. Mereka merasa bersalah telah me-ghibah seoarang Anin yang sangat baik kepada mereka.
Anin memang seperti sosok kakak bagi ketiga gadis itu. Saat masalah hadir diantara mereka Anin selalu menengahkan. Tetapi, saat Anin mendapat masalah ia tak ingin mencurahkan kerena ia takut membebankan fikiran mereka. Itulah sebenarnya alasan Anin memilih diam.
***
"Mbak Anin mau ke mana?" tanya Fatimah melihat Anin sudah rapi dengan balutan gamis dan jilbab berwarna tosca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Fisabilillah
Spiritual[Sudah terbit. Bisa hubungi instagram @mellyana.i jika ingin membeli] Bagi Anindya, keluarga dan kesucian adalah prioritas. Sepercik pun ia tak ingin ternoda. Sedikit pun ia tak ingin menggoreskan luka. Dan semuanya jungkir balik setelah ia memutusk...