"Kenapa menolak surat undangan dari School Islamic itu Mbak? Enak ditugasin kemana-mana. Aku dengar dari si Farida anak sejarah Islam kalo jadi guru di School Islamic bisa keliling dunia gratis, karena setiap tahun guru akan ditugaskan sekolah lain, sedangkan School Islamic kan ada banyak cabang di dunia." Fatimah membantu Anin yang sedang membereskan barang-barang untuk dibawa pulang ke Indonesia.
"Cita-cita saya dari dulu pengen bagi ilmu di tanah air Dek," jawab Anin yang sedang melipat surat penolakan untuk Islamic School. Memang minggu lalu Anin mendapat tawaran dari salah satu yayasan sekolah mengingat Anin adalah lulusan terbaik jurusan Hukum Islam tahun ini.
"Ya sudah. Fatimah mendoakan yang terbaik saja buat mbak Anin."
"Terima kasih." jawab Anin sembari tersenyum menatap Fatimah yang sedang menatapnya. Tatapan kasih sayang seorang sahabat.
"Mbak Anin." Farah dan Sarah tiba-tiba memeluk Anin dari belakang. Membuat Anin kesusahan membawa buku untuk dimasukan ke dalam tas.
"Kalo mbak Anin pulang ke Indonesia siapa yang akan bangunin kita shalat malam? Siapa yang nasehatin kita ketika kita salah? Siapa yang menghibur kita jika sedang sedih? Siapa -- " ucap Farah terpotong dengan ucapan Anin.
"Ada mbak Fatimah. Selain itu teman mbak Anin ada yang mau sekontrakan sama kalian kok karena kontrakan teman mbak yang lama sudah habis masa berlakunya. Insyaallah teman mbak bisa gantiin "
"Alah palingan teman mbak Anin itu moloran, gak pengertian."
"Gak boleh menilai seseorang sembarangan. Apalagi kalian belum menggenalnya. Bisa saja teman saya lebih baik. "
Farah dan Sarah melepaskan pelukannya. "Mbak Anin beneran mau pulang besok? Enggak bisa ditunda lagi? "
"Mbak Anin sudah pesan tiket, Farah Sarah. Mana mungkin dibatalin," sahut Fatimah mencoba mendewasai. Walaupun sebenarnya, ia juga sulit melepaskan kepergian sosok Anindya Shakila Azzahra.
"Kalo kalian udah pulang ke tanah air, kalian bisa ke rumah saya juga." Sambung Anin, kemudian memberikan kertas putih bertuliskan alamat lengkap rumah Anin di Solo.
Farah menyimpan kertas bertuliskan alamat itu ke dalam buka diarynya. Buku bersambul ungu itu ia masukan lagi ke dalam nakas. Tidak ada lagi percakapan diantara mereka, semua larut dengam fikiran masing-masing.
Berat bagi Anin meninggalkan mereka. Namun, tak mungkin tetap di sini bersama mereka. Sedangkan, keluarga dan tanah air sedang merindukannya. Ibu, Bapak, Aila, besok Mbak Anin pulang. Iya pulang. Pulang ke tanah air yang ia banggakan.
***
Mel
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Fisabilillah
Spiritual[Sudah terbit. Bisa hubungi instagram @mellyana.i jika ingin membeli] Bagi Anindya, keluarga dan kesucian adalah prioritas. Sepercik pun ia tak ingin ternoda. Sedikit pun ia tak ingin menggoreskan luka. Dan semuanya jungkir balik setelah ia memutusk...