Warning⚠
Cerita ini akan menimbulkan baper berkepanjangan. Membuat jiwa jomblo bergetar tak jelas.^^^
Peringatan;
1. Wajib follow aku sebelum membaca, ketika membaca wajib vote dan komen!
2. Bantu share cerita ini ke temen-teman, pacar, mantan, gebetan, selir, HTS-an, keluarga, musuh, dll.
3. Penulis tidak tanggungjawab jika kalian baper.ΔΔΔ
Daisy Yudhistira, gadis berusia 18 tahun yang baru saja lulus dari bangku sekolah menengah atas, beberapa bulan yang lalu. Memiliki rambut sepinggang lurus, berwarna kecokelatan. Tubuh ideal dengan kulit putih, mulus, dan bersih. Mata bulat dengan iris hitam selalu menyorot tajam, senang sekali melotot jika sang empunya tidak menyukai sesuatu hal, bibir indah kemerahan, serta hidung mancung itu juga ikut andil membingkai wajah cantiknya, kian sempurna bagi siapa saja yang memandang.
Yusuf Adyatmaja, pria gagah dengan segala kehebatannya dalam bidang apa pun di usianya yang masih begitu muda, 25 tahun. Dia menjabat sebagai wakil direktur di salah satu perusahaan ternama sang ayah Adyatmaja's Group. Yusuf memiliki kekuasaan, kedudukan, dan kehormataan atas apa yang telah dia capai sejauh ini. Prestasi yang kian meningkat, mengelola pekerjaan serta berbisnis dengan baik, tentu saja keramahannya dengan orang lain tidak diragukan lagi. Dia adalah pria dewasa yang tampan bak seorang dewa, sholeh, penyayang, dan hangat. Bisa dikata hampir mendekati sebutan sempurna, salah seorang bibit unggul dari keturunan Adyatmaja.
***
Daisy berdiri tegap di hadapan Yusuf, memberengut kesal dengan kedua tangan menyilang di depan dada. Sampai kapan pun dia tidak akan mundur, ya ... tergantung jika semesta mendukungnya. Jika tidak, Daisy akan tetap memaksa agar semesta memberikan dukungan, bagaimana pun keadaannya. Daisy benar-benar hilang akal karena telah mencintai pria menyebalkan di hadapannya itu.
"Aku nggak mau pulang sampai kamu mau menerima cinta aku. Titik. Nggak ada yang boleh pakein koma di belakangnya!" ucap Daisy terdengar tegas tak ingin dibantah.
Yusuf menarik napas, tangan kanannya terangkat memijat pangkal hidung. Sungguh hari-harinya belakangan ini menjadi kacau dan memusingkan akibat gadis keras kepala bernama Daisy yang sebelumnya sama sekali tak dia kenal.
"Nggak bisa."
Itu adalah tolakan dari Yusuf untuk kesekian kali. Konyolnya selalu Daisy anggap angin lewat. Bagi Daisy, Yusuf hanya bercanda, seolah ingin menguji seberapa besar keseriusan dirinya.
"Sebaiknya kamu pulang, dan jangan ke sini lagi. Kamu terlalu nekat."
Daisy menggertakkan gigi, lagi-lagi kecewa ditolak Yusuf. Daisy bingung kenapa Yusuf selalu menolak dirinya, padahal semua orang mengakui jika Daisy gadis yang sangat cantik. Tidak memalukan jika dipamerkan kepada teman-teman dan keluarga besar. Apalagi di zaman sekarang, cantik itu segalanya.
"Tapi aku cinta kamu, jangan ditolak terus dong," decak Daisy geregetan. Untung hatinya buatan Tuhan, kalau tidak sudah hancur berkeping-keping. "Kamu mau aku pakai cara jahat biar jadi bucin-nya aku? Bilang aja, bakal aku pikirin mulai sekarang." Daisy berubah sinis, jengah juga menaklukkan hati si batu.
"Kayaknya kamu sakit. Pulang, minum obat, lalu istirahat. Semakin hari omongan kamu makin nggak jelas, kayak orang kesurupan." Yusuf berniat pergi—pusing kalau berurusan terlalu lama dengan gadis bermulut petasan itu, namun urung ketika lengannya dicekal. Segera Yusuf lepaskan dan menjaga jarak kurang lebih dua meter, kemudian banyak-banyak menyebut nama Allah di hati.
Astaghfirullah, astaghfirullah, astaghfirullah!
"Harus berapa kali saya bilang ... saya nggak suka kamu, apalagi sampai pegang tangan saya, bukan mahram. Masih aja ngeyel. Belajar lagi ilmu agama, biar nggak seenaknya."
"Nah makanya dari itu Om, ayo halalin aku, biar ada yang ajarin ilmu agama dan bebas pegang tangan kamu." Daisy memperlihatkan kedua tangannya yang memiliki jemari lentik dan indah. "Tangan aku lembut dan mulus lho, bersih bening seperti tanpa kaca, enak buat di elus-elus apalagi dikecup. Kamu nggak mau coba?" Alisnya naik turun, ekspresi Daisy membuat Yusuf ingin menenggelamkan diri sekarang juga. Benar-benar ujian berat untuknya.
"Kenapa kamu cinta saya?"
Daisy terdiam beberapa saat. Senyumnya merekah, dengan percaya diri dia menjawab, "Alasannya banyak!" Sengaja memanjangkan kata akhir dalam kalimat yang dia ucapkan agar terkesan dramatis. Bukan Daisy namanya jika tak berulah barang semenit pun.
Yusuf menaikkan sebelah alis, kembali heran. "Cukup satu aja, jangan banyak gaya kamu."
"Lho, kenapa? Aku maunya banyak, kenapa Om yang sewot. Itu 'kan hak aku." Dengan tidak tahu dosa, Daisy menjawab sesuka hati. Tidak peduli Yusuf akan terima atau tidak, yang pasti harus menerima. Daisy tidak suka penolakan.
"Orang lain biasanya cuman punya satu alasan, nggak perlu banyak karena kedengarannya kayak omong kosong—"
Daisy mengangkat tangan menghentikan Yusuf bicara. Daisy malas mendengar kotbah di saat yang tidak tepat. "Stop. Aku bukan orang lain. Kalau bisa jadi diri sendiri, kenapa harus jadi orang lain biar disukai kamu? Aku cinta diriku, dan pastinya juga cinta kamu. Tulus, seriusan deh. Ya, ya, ya, terima aku buat jadi istri kamu. Please?" Lantas menangkup tangan, kedua mata yang tadinya menyorot tajam kini bersinar indah penuh pengharapan agar Yusuf menjawab iya.
"Enggak."
Kalau saja tidak di kantor Yusuf, Daisy akan mengamuk sekarang juga. Lihat saja, pria mengesalkan itu kembali menolaknya.
"Kalau nanti malam kamu tiba-tiba kepikiran dan mimpiin aku, terus besoknya langsung jadi bucin. Maaf, kayaknya aku nekat pelet kamu ke dukun."
Setelah itu Daisy pergi dari hadapan Yusuf sambil mengentakkan kaki dalam setiap langkahan.
Keadaan Yusuf? Dia hanya memejam dan mengusap dada.
Mau heran, tapi ini Daisy.
Astaghfirullahal Adzim.
***
Yeay, ini versi re-update yaa. Semoga suka dan kalimatnya lebih rapi.
Salam manis,
Noviyadep❤
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Alasan Mencintai Yusuf
Romance[Ini menceritakan kisah Yusuf, anaknya Adam dan Relin dalam cerita ZafinAdam] Cerita ini berkisah tentang seorang gadis berusia 18 tahun memiliki nama lengkap Daisy Yudhistira, baru saja lulus dari bangku sekolah menengah atas. Dia yang begitu pecic...