Bantu cek typo, ya.
***
Di malam gulita dengan keadaan awan sedang menangis membasahi bumi, paling enak dihangatkan oleh secangkir teh hangat sambil bersantai di depan telivisi yang menayangkan salah satu drama populer bulan ini dari Negara penghasil gingseng terbesar di dunia.
Ruang keluarga sengaja Daisy matikan lampunya agar menciptakan kesan temaram, tidak jauh berbeda dengan suasana menonton ala-ala bioskop. Lebih lengkap ditemani cemilan popcorn dan stik balado, terasa surga bagi gadis penuh kerumitan dalam hidup itu.
Salut, dia jarang mengeluhkan rasa sakit atau lelah menjalani indahnya dunia untuk sebutan orang-orang yang benar sedang berbahagia. Semua kepalsuan dalam bersikap kuat, tersenyum lebar, juga gelak tawa yang terdengar dari mulutnya adalah tipu muslihat agar orang di sekeliling tidak ikut merasakan sesak yang tengah dirasa. Cukup dia saja.
Daisy sedang berbaring di sofa panjang dan lebar miliknya bersama Mbok Hani berada di sisi kanan. Sofa itu dipesan khusus oleh Daisy dengan memilih bahan yang lembut serta sangat halus berwarna hijau lumut hingga membuat siapa saja berada di sana berpikir dua kali untuk beranjak, ini salah satu alasan kenapa Daisy menjadi gadis pemalas. Sofa itu seperti memeluk Daisy begitu erat, kemudian berbisik tidak tahu diri; tidak perlu ke mana-mana di sini saja, kamu meski jadi generasi mager tetap hidup dengan kejayaan mengingat harta kekayaan Sultan tidak akan habis sampai tujuh turunan.
Tangan Mbok Hani bergerak mengusap punggung tangan Daisy, sangat menyayanginya seperti putri sendiri. Meski sangat menyebalkan, Daisy tidak pernah berbohong kepadanya. Tidak pernah berbuat jahat kepada orang lain. Begitulah manusia dengan segala kekurangan yang ada, tidak jahat tetapi sangat gila kelakuannya.
"Mbok Hani, aku tadi berantem sama Yusuf." Daisy mulai membuka suara untuk bercerita. Mimik wajahnya datar, menggerutu sebal dalam hati ketika kembali mengingat tingkah tidak mengenakkan Yusuf kepadanya. Pria itu menunjukkan diri seolah benar-benar tidak menyukai kehadiran Daisy di sisinya sejak awal pertemuan.
"Lho, kenapa lagi? Bukannya Eneng sudah membawakan dia brownis?" Mbok Hani menanggapi penuh hati-hati, wanita itu adalah teman bercerita terbaik bagi Daisy setelah ibunya.
"Salah ya, Mbok, kalau aku nggak bisa masak dan beberes rumah?" Kedua tangan Daisy memilin ujung baju tidur, bibirnya sudah maju beberapa senti ke depan. Sebelum Mbok Hani menjawab, Daisy kembali bersuara, "Aku bukannya nggak bisa, tapi lagi malas aja. Nanti kalau aku rajin, aku bakal bisa ngerjain semuanya kok. Cuman satu masalahnya, malas aku ini udah mendarah daging."
Mbok Hani mencibir mendengar kalimat terakhir Daisy. "Kalau malas susah, Neng, nggak ada obatnya."
"Mbok Hani nggak ada solusi? Salah, malas ini udah jadi bagian hidup aku. Mbok juga tahu 'kan, aku cinta bener sama hidup aku, paling anti menjadi orang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Alasan Mencintai Yusuf
Romance[Ini menceritakan kisah Yusuf, anaknya Adam dan Relin dalam cerita ZafinAdam] Cerita ini berkisah tentang seorang gadis berusia 18 tahun memiliki nama lengkap Daisy Yudhistira, baru saja lulus dari bangku sekolah menengah atas. Dia yang begitu pecic...