Setelah mengurus pendaftaran kuliah, Daisy dan kedua temannya mampir ke sebuah rumah makan—tempat biasa mereka kunjungi, menu di sana sesuai dengan lidah serta memiliki cita rasa yang berbeda dari yang lain. Jarum jam menunjukkan pukul satu, sudah waktunya mengisi perut di waktu makan siang dengan cuaca cukup terik hari ini.
Ngomong-ngomong soal perkuliahan, setelah banyak pertimbangan akhirnya Daisy mengambil jurusan tata busana, mungkin saja nanti dia menjadi desainer terbaik, lalu memiliki beberapa cabang butik terkenal yang tersebar di seluruh Indonesia. Impian baru Daisy yang baru saja terpikirkan, membuat gadis itu hampir tak bisa tidur semalam penuh. Meski sangat percaya diri, bukan berarti Daisy tak pernah khawatir dengan kemampuan dan masa depannya. Dia kadang bingung bakatnya di bidang apa, sebab kecerdasan Daisy hanya menonjol pada akademik.
"Lo yakin ambil tata busana, Dez?" tanya Kaily. Mata sipitnya menatap dalam ke arah Daisy, seolah memberitahu jika dia ingin jawaban serius. Awalnya Kaily pikir Daisy akan mengambil kejurusan hukum atau manajemen, ternyata melenceng jauh dari perkiraan. Hidup Daisy memang penuh dengan kejutan yang mampu membuat siapa saja elus dada. "Jangan main-main, ini kuliah loh."
Daisy mengangguk singkat, menikmati makannya lahap, kemudian memutar-mutar sodotan sebelum menyeruput minumannya hingga seperempat bagian.
"Insya Allah, yakin. Liat aja nanti gue bakal jadi desainer handal di Kota ini, nama gue dikenal oleh semua orang sampai ke pelosok Negeri." Daisy mengangkat dagu sambil menepuk dadanya, menyombongkan diri.
Gadis berambut lurus sepunggung itu tidak memberikan ekspresi, tampak ragu cuman berusaha memercayai sahabatnya. "Mood lo kadang nggak bisa dipegang—cepat banget berubahnya, jangan sampai lo nyesel di tengah jalan. Sudah lo pikirin matang-matang 'kan sebelum ambil keputusan ini?"
Percayalah dia dan Angginy sangat peduli kepada Daisy, kendati gadis itu sangat menyebalkan dan selalu bikin rusuh. Jika Kaily dan Angginy bisa menggapai cita-cita setinggi langit, maka Daisy pun harus bisa. Mereka berjuang bersama sejak dulu, tidak pernah meninggalkan satu sama lain. Satu terjatuh, maka dua orang yang lainnya siap membantu. Setiap saat ada bahu untuk bersandar, tangan untuk menggenggam, dan lidah yang saling memberikan nasihat.
Angginy menyeruput habis minumannya, lalu meraih gelas minuman dingin lain yang dia pesan tadi. Selalu dua, karena satu tak cukup. "Lo aja nggak bisa desain atau jahit sama sekali, Dez. Gue bahkan raguin lo bisa bedain benang sama jarum."
Daisy mencubit gemas lengan Angginy, mendengkus tak suka diragukan. Dirinya memang tidak pernah serius, tapi kali ini sedikit berbeda. Satu faktas menarik, Daisy memiliki tubuh paling kurus di antara teman-temannya. Tapi unggulnya, Daisy selalu menjadi pusat perhatian—entah dari cara dia bersikap atau dirinya memang menarik.
"Jangan sembarangan kalau ngomong. Gue tau yang mana benang sama jarum, emangnya gue sebego itu apa?" Daisy mengunyah kasar, untuk kesekian kali diremehkan oleh Kaily dan Angginy. Sahabat laknat tidak ada akhlak!
"Nggak bego sih, Dez, cuman pemalas aja. Kita belum lupa ya, kemarin lo nggak bisa bedain gula sama garam." Kaily mencibir sesuai kenyataan.
"Itu salah gula di rumah lo, kok bentuknya halus banget. Beda sama gula di rumah gue, lebih besar bijiannya."
"Ngeles mulu. Mulai sekarang kurang-kurangin ngomong, banyakin aksi biar orang percaya."
"Harus bersyukur gue bisa ngomong, Gi, tunawicara di luar sana banyak yang pengen di posisi gue." Kemudian mengambil beberapa potongan kentang goreng Kaily, mencocolnya pada saus pedas dan mayoness. "Enak. Buat gue aja kentang gorengnya."
"Badan doang kecil, makan lo segudang."
Angginy tertawa mendengar dumelan Kaily. Mulut mereka bertiga memang minim akhlak. "Pantes kita sahabatan kayak gini, pada nggak bener omongannya."
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Alasan Mencintai Yusuf
Romance[Ini menceritakan kisah Yusuf, anaknya Adam dan Relin dalam cerita ZafinAdam] Cerita ini berkisah tentang seorang gadis berusia 18 tahun memiliki nama lengkap Daisy Yudhistira, baru saja lulus dari bangku sekolah menengah atas. Dia yang begitu pecic...