Daisy selonjoran di sofa ruang keluarga Kaily dengan keadaan televisi menyala, bukannya fokus pada apa yang tengah televisi itu siarkan, Daisy malah melamun. Pikirannya berkelana ke sana kemari mencari beberapa ide cemerlang yang akan dia pergunakan untuk meluluhkan putra Pak Adam tetangga sebelah.
Pria itu benar-benar membuat Daisy penasaran, karena sebelumnya tidak ada cowok di sekolah yang bisa menolak pesonanya. Ketika semua lelaki di luar sana berharap bisa mendapatkan dan bersanding dengan seorang Daisy, tetapi hal itu sama sekali tidak berlaku untuk Yusuf.
Berbeda dengan Daisy, Kaily dan Angginy sedang pusing memikirkan pendidikan lanjut mereka ke Universitas impian. Kaily ingin mengambil prodi tata boga untuk meningkatkan kemampuan dan ilmu tentang memasak, sementara Angginy tentu saja akan mengikuti langkah kedua orang tuanya menjadi seorang dokter yang hebat.
Di antara mereka bertiga memang Daisy sendirilah yang paling santai hidupnya. Tidak pusing memikirkan berkas ini dan itu untuk persiapan segala keperluan perkuliahan. Daisy terkesan biasa-biasa saja, tidak terlalu bersemangat melanjutkan pendidikan, padahal dia adalah gadis berprestasi yang selalu berhasil menduduki ranking 3 besar di kelas.
"Dez, lo dari tadi melamun aja, isi nih data-data lo yang bener. Lulus sekolah bareng, daftar kuliah bareng, sukses juga bareng." Kaily menarik tangan Daisy agar gadis itu cepat mengubah posisi nyamannya sekarang menjadi duduk di lantai bersama dia dan Angginy.
Daisy tersadar dari dunia khayalan, duduk lemas menatap Kaily dan Angginy secara bergantian. "Kayaknya gue udah mutusin yang terbaik deh." Jari telunjuk mengetuk-etuk dagu, lalu mengangguk seperti telah menemukan hidayah akan kehidupan yang lebih cerah.
Angginy mengangkat sebelah tangan, menghentikan Daisy yang akan melanjutkan ucapannya. "Gue nggak mau denger lo batal masuk kuliah cuman gara-gara mau ngejar Yu—"
"Tepat sekali." Daisy langsung menyela sambil menjentikkan jari, senyumnya melebar. "Kayaknya cita-cita yang paling sempurna itu menjadi seorang istri serta ibu dari anak-anak gue dan Om Yusuf kelak," lanjutnya sangat yakin. Namun, setelah itu mengaduh karena dijewer oleh Kaily.
"Jangan gila. Lo ini emang nggak waras, lama-lama jadi bucin," decak Kaily marah. "Ingat ya, Dez, tipe calon istri Mas Yusuf bukan kayak lo, tapi kayak tante Zaza. Kalem, anggun, tertutup pakaiannya, tutur bahasanya lemah lembut, sopan, sholehah, dan banyak hal lagi menjuru kepada kesempurnaan. Agama mereka kuat, nggak bakal mau sama orang bebas kayak kita."
Daisy memonyongkan bibir, bantal di atas sofa dia gunakan untuk memukul Kaily. "Jodoh Allah yang ngatur, kita sebagai hamba musti berusaha."
"Sok bijak. Usaha sih usaha, tapi kelakuan lo tadi aja minus banget. Mas Yusuf bakal ilfeel, percaya sama gue." Angginy mencibir tanpa dosa, sekaligus mengingatkan Daisy akan kenyataan.
"Tapi kalau gue bukan jodohnya Mas Yusuf, biar Mas Yusuf aja yang jadi jodoh gue. Jadi gue sama dia bakalan tetap berjodoh dan hidup bersama."
Kaily menepuk dahi, putus asa. Daisy biasa saja, justru orang lain yang susah payah mengkhawatirkannya. "Doa apa itu, nggak masuk akal sama sekali."
Daisy mengubah posisi duduknya menjadi tengkurap, menopang dagunya sambil memikirkan keputusannya kembali. "Gimana pun caranya gue harus dapetin Mas Yusuf supaya hidup gue lebih terarah ke depannya, dia calon imam yang baik buat gue, Kai. Percaya deh, hidup gue bakal bener sama dia, gue nggak lagi awur-awuran gini."
"Yakin banget ya, Dez, Mas Yusufnya mau sama lo?" Angginy menimpali jujur. Bukannya jahat atau tidak mendukung teman, tapi lebih kesadar diri saja.
"Yakin dong. Semua bermula dari niat, apa pun bakal mudah."
KAMU SEDANG MEMBACA
7 Alasan Mencintai Yusuf
Romance[Ini menceritakan kisah Yusuf, anaknya Adam dan Relin dalam cerita ZafinAdam] Cerita ini berkisah tentang seorang gadis berusia 18 tahun memiliki nama lengkap Daisy Yudhistira, baru saja lulus dari bangku sekolah menengah atas. Dia yang begitu pecic...