27th September

37 4 31
                                    

Remember, a phrase "life is a matter of choice"?

I did the right things, but what if I accidentally picked the wrong choice?

●●●


Rintik-rintik air menenggelamkan Prefektur Kyoto dalam kegelapan. Langit tak tampak ceria dan sumber cahaya menyembunyikam dirinya dari para manusia. Hujan deras membasahi gedung-gedung serta makhluk hidup lainnya. Pohon-pohon bergoyang hebat akibat angin keras yang menerpanya. Beberapa pohon sudah tumbang menimpa aspal jalan raya dan halaman rumah.

Tak ada yang ingin keluar dari rumah, apalagi berpergian menuju tempat seperti pantai. Keadaan beberapa tempat hiburan terlihat sepi, tidak ada yang berkunjung. Para pemilik toko menutup tokonya sendiri dan memilih untuk berdiam di dalam rumah sambil menonton acara televisi.

Dengan cuaca yang buruk, Kyoto dilanda kesepian massal, kecuali satu tempat yang masih ramai dipenuhi remaja maupun orang dewasa.

Hanya sekolah Rakuzan yang masih melakukan kegiatan belajar-mengajar di tengah-tengah hujan deras ini.

Dipenuhi dengan guru serta murid yang masih semangat untuk melanjutkan kegiatan KBM di kelas masing-masing. Seperti halnya dengan Arisu, Lily, dan Claris.

Kelas 1-C, kelas paling ramai yang tercatat pada sejarah sekolah adalah kelas yang ditempati Claris. Entah apakah itu sebuah keberuntungan atau tidak, gadis itu menjalankan aktivitas di kelasnya dengan ceria. Ia juga pernah berkata bahwa kelasnya adalah tempat yang paling nyaman untuk beristirahat dan bersosialisasi.

Beralih ke kelas 1-B yang ditempati oleh Arisu dan Lily. Kelas yang tergolong damai, tetapi dipenuhi murid-murid dengan berbagai kepribadian dan kreatif. Seorang figur ibu, kekasih lelaki populer di sekolah, keponakan seorang mekanis ternama, lelaki yang bermimpi untuk tewas bersama gadis cantik, playboy yang kurang laku, dan sebagainya.

Juga, untuk kesekian kalinya, seorang pemuda mengurung dirinya di ruangan OSIS sendirian.

...

"Tsukishima-sensei! Saya tidak mengerti bagian ini!" Salah seorang murid laki-laki berdiri di tempatnya dan menunjuk ke salah satu rumus yang tertulis di papan tulis.

"Apa yang tidak dimengerti, Gin-san?" Akiteru bangkit dari kursinya dan menghampiri siswa bersurai silver itu.

"Kalau a dikali b dapat hasilnya ab, kenapa a kali b tambah c, hasilnya ab tambah c? Kenapa rumusnya rumit sekali?" Gintoki bertanya sambil menggaruk kepalanya yang gatal.

"Eh, etto, rumusnya memang seperti itu. Sudah dari sananya," jawab Akiteru kebingungan. Ia tak tahu lagi harus menjawab apa untuk pertanyaan murid itu.

"Yah, tapi saya tidak mau. Kenapa harus a, b, c? G, i, n lebih bagus."

"H, e, r, o bukannya lebih bagus?" celetuk siswa botak di pojok kelas yang sedang memakan snack.

"Saitama-san, Anda tidak boleh makan di kelas," tegur Akiteru yang sudah pasrah mengurusi murid-murid nakalnya.

"Oh, begitu? Maafkan saya, sensei. Sebentar saja, sedikit lagi habis nih," sahutnya sambil memakan snack-nya lebih cepat.

"Oh, Lily-chan! Maukah kau meloncat dari lantai empat bersamaku?" ajak Dazai menghampiri meja Lily dengan semangat. Gadis dewasa itu hanya menatap datar ke arah pemuda tersebut.

"Menjauhlah dariku," usirnya dengan kasar, lalu kembali menoleh ke sampingnya dan melanjutkan pembicaraannya dengan Arisu.

"Oh, Lily-chan! Kau imut sekali!"

It's All UnexpectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang