Chapter -4-

23 2 1
                                    

NANA's POV

"Kalau kalian bisa saling percaya apapun yang terjadi kuharap kalian juga saling percaya untuk saat ini. Karena percaya pada orang yang sangat dekat dengan diri kita kadang membawa hal yang tak terduga dan membuat kita sakit. Dan itulah yang kurasakan lalu menjadi dunia yang kulami saat ini"

.

.

.

Oke perhatian. Kita belum berkenalan kan? Ayo kenalkan. Namaku Revina Thomsen. Biasa dipanggil Nana. Aku buka orang Indonesia asli dan sepertinya kalian sudah tahu itu dari namaku. Aku bersekolah disini karena bujukan Mamaku. Dan baru saja aksi sekolahku yang panjang dan melelahkan dimulai. 

Kalau kata salah satu teman baikku disini menontom film aksi pembunuhan itu sangan seru dan menyenangkan, aku akan katakana secara terang-terangan kalau aku sangat tidak menyukainya. Lebih baik waktuku yang terbuang kubuat untuk belanja baju merek terkenal yang sedang ramai dibicarakan orang daripada harus menonton film gila yang menampilkan banyak darah berceceran dan aksi tusuk-menusuk sampai nyawa hilang.

Dan kalian tahu yang lebih buruk? Kemarin salah satu murid perempuan di sekolahku baru saja kehilangan sesuatu yang berharga dimilikinya. Nyawanya. Winda –sahabatku- yang mengatakannya. Bahkan dia sendiri melihat darah yang keluar dari tubuh murid perempuan itu. Saat mencerikatan itu kami pulang hampir sore karena aku baru saja selesai mengikuti rapat Osis di sekolah dan dia yang sibuk dengan berita ini karena mengikuti ekskul Reporter. Awalnya aku acuh tak acuh. Hanya saja saat Miko menceritakannya kembali bahkan lebih detail membuatku merinding dan enggan untuk berjalan sendirian di lorong ekskul lantai tiga.

Tapi hari ini pukul empat sore disinilah aku berjalan naik ke antai tiga seorang diri untuk mengembalikan tiga pengeras suara kembali ke ruang penyimpananalat elektronik. Persetan dengan Meka yang tidak ingin menembalikannya dan menyuruhku kesana. Padahalkan dia yang ketua Osis yang seharusnya mengurus semua barang milik sekolah yang sudah menjadi tanggung jawabnya. 

Dan hanya untuk mengejar pujaan hatinya dia memberikan tugas ini padaku. Sebenarnya aku tidak masalah dengan hal ini hanya saja kenapa harus ke ruang penyimpanan yang ada di lantai tiga bukannya ruang penyimpanan yang ada di lantai satu? Ku hembuskan nafas beratku sambil menghitung sudah berapa anak tangga kulewati. 

Dan cerita-cerita tentang murid perempuan yang kehilangan nyawanya itu terus ada memenuhi kepalaku. Kuharap ada murid lagi disini tapi rsanya mustahil. Para murid di sekolah ini pulang pukul  tiga  lewat empat puluh menit berarti sudah satu jam dua puluh menit yang lalu para murid meninggalkan sekolah. Apalagi di lantai tiga di sekolah ini hanya ada ruang eksklul dan ruang penyimpanan.

Kutepis semua pemikiran aneh yang ada di kepalaku dan mulai tersenyum melihat pintu dengan cat coklat yang sekitar lima langkah lagi sampai tapi sudah membuatku mengeluarkan banyak keringat seperti ini. Sampai. Kuhembuskan nafasku perlahan dan melihat ke kanan dan ke kiri mencari seseorang atau petugas kebersihan sekolah yang mungkin saja masih ada di sini. Tapi tidak ada satupun. Kusentuh kenop pintu di depanku ini dan mulai memutar pelan namun kurasakan bahuku ada sentuhan dan keringat mulai membanjiri pelipisku kembali.

"lo kemana aja sih babe? Gue cariin dari tadi ga ada mulu. Mana jalan kesini sendirian lagi. Ngapain coba?"

Kampret! Ngagetin

"lah gue kira malah lu udah pulang. Malam ini kan lo ada jadwal manggung" kataku sambil masuk ke ruangan dan mengembalikan barang yang kupegang di tempat semula.

Slowly DeathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang