Pada saat dia berusia 14 tahun, tepat di mana dia mendapatkan menstruasi pertama. Ibu memberitahu padanya, kalau dia akan menjadi gadis dewasa yang harus menjaga kehormatan sebagai seorang perempuan. Hinata tidak terlalu mengerti, namun dia meminta ibunya untuk kembali menjelaskan.
"Apa semua perempuan mengalami menstruasi?" pertanyaan polos itu begitu saja keluar dari bibirnya. Sebab dia tidak terlalu begitu paham, lingkungannya juga hanya sebatas halaman rumah. Hinata tidak seperti anak lainnya yang merasakan sekolah di luar sana. Sebab dari kecil, dia dididik agar menjadi calon Direktur sebagai mana mestinya.
Data-data perusahaan, baik tabel atau pun diagram, serta cara mendapatkan peluang. Semua itu merupakan makanan setiap harinya. Hinata lebih banyak menghabiskan waktu dengan Ko atau Natsu, baginya dua orang itu seperti pengganti ayah dan ibunya jika tidak berada di rumah.
Suatu hari ibunya pernah mengatakan, kalau saat menstruasi tidak boleh meminum es dan disarankan makan makanan yang sehat, seperti buah-buahan atau pun sayuran. Ibunya juga mengajarkan bagaimana cara menghitung tanggal. Sebagai seorang perempuan, mereka dapat menghitung bulan menstruasi mereka.
Hinata merasa kagum, sebab dia bisa berjaga-jaga dan membawa cadangan pembalut jika tiba-tiba datang bulan.
Pada saat dia berusia 15 tahun, ibunya meninggal karena terkena serangan jantung. Hinata bahkan tidak mengetahui bahwa ibunya memiliki riwayat penyakit. Hal itu berhasil membuatnya begitu terpuruk selama kurang lebih dua tahun. Mengurung diri di kamar, tidak melakukan belajar rutin seperti biasa. Bahkan guru pembimbing tidak lagi muncul di rumah.
Setiap hari ada sekitar lima orang pelayan bergiliran mengetuk pintu kamar hanya untuk mengingatkan makan. Namun itu tidak membuat Hinata beranjak dari kasurnya. Ia tahu bahwa mereka meletakkan sarapan di luar pintu, dan di jam tertentu secara diam-diam ia akan keluar dari kamar hanya untuk mengisi perut.
Masa itu merupakan masa terberat baginya, hampir dua tahun ia terpuruk dan tenggelam dalam kesedihan yang tiada henti. Jarang mendapatkan kasih sayang dari orang tua kandung terkadang membuatnya sangat sedih. Dan kini, kehilangan seorang Ibu membuatnya begitu terpukul.
Tidur terkadang tidak teratur, benar-benar terlihat seperti orang frustrasi. Saat itu yang bisa membantunya adalah obat-obatan. Neuroleptik, obat itu yang dia temukan di dalam laci lemarinya, dan obat itu pula yang ia konsumsi selama dua tahun. Ia sadar kalau saat itu menstruasi tidak datang teratur. Namun itu tidak membuatnya takut, obat itu membawa dampak buruk bagi tubuhnya.
Sebenarnya, obat itu sudah lama berada di sana. Ia mengonsumsi secara diam-diam sebulan sekali, jujur saja mendapatkan tuntutan dan didikan dari keluarga selalu membuatnya begitu tertekan. Terlalu berlebihan belajar membuat kepalanya begitu sakit dan berujung depresi. Tidak ada orang yang mengetahui hal itu.
Hingga suatu malam, saat dia keluar diam-diam dari kamar hanya untuk mengambil makanan yang disediakan di depan pintu. Hinata dikejutkan dengan kehadiran ayahnya di sana. Ia buru-buru masuk ke dalam dan segera menutup pintu, tetapi ayahnya berhasil menahan pintu lebih dulu.
Ekspresi yang ia benar-benar datar memandang. Satu tahun sebelas bulan dia mengurung di kamar, namun baru hari ini dia melihat langsung wajah khawatir sang ayah. Ah, padahal selama ini ayahnya hanya sibuk mengurus perusahaan dan jarang pulang. Bahkan lelaki itu baru ada di rumah tepat setelah satu hari kematian ibunya.
"Ibumu akan bertambah sedih jika dia melihatmu seperti ini."
"Ayah sedih karenaku, atau karena calon penerus Ayah-" saat itu dia pingsan karena ayahnya memukul tepat di bagian leher. Hinata tidak mengingat apa-apa setelah itu, dia terbangun di rumah sakit dengan selang infus di tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Cold
FanfictionMereka selalu mengatakan; perempuan jauh lebih sempurna di saat mereka bisa mengandung seorang anak. Bukan sekali, atau pun dua kali Hinata Hyuuga mendengar kalimat itu. Di saat dia mengetahui bahwa dirinya tidak sempurna. Saat itu dia menyadari bah...