Part 5

120 26 19
                                    

Sudah dua hari sejak aku mengantarkan Mama ke bandara. Meskipun aku marah sampai benci sekalipun, ia tetap Mamaku dan satu-satunya orang yang ku punya. Jadi aku tak bisa terus marah padanya.

Mama juga tetap tak mau mengubah keputusannya. Memang aku sudah terbiasa jika Mama meninggalkanku, tapi setidaknya itu masih di negeri ini. Jadi ketika Mama ke Amerika wajar saja aku tak terima.

Hari ini aku berbelanja kebutuhan dapur dan saat pulang dari swalayan, aku ingin mampir dulu ke taman untuk mencari udara segar. Hampir saja aku sampai, tiba-tiba aku melihat lelaki itu.

Dia berdiri menyandar pada tembok gedung, yang jika kekanan sedikit itu sudah masuk gang saat aku bertemu dengannya waktu itu. Mungkin memang rumahnya disekitar sini.

Tunggu. Apa aku berhalusinasi? Dia cuma imajinasiku, tak mungkin dia benar ada. Akupun tetap berjalan melewatinya, tanpa sedikitpun menoleh kearahnya. Tapi baru beberapa langkah darinya,

" Lo jahat ya Elisa, "

Aku berhenti. Apa dia menyebut namaku? Dia bicara padaku?

" Saat gue udah ada didepan lo, tapi lo nggak pernah nganggep gue, " aku langsung melihat lelaki itu. Dia memberi senyum sengit kepadaku.

Apa yang dia katakan? Aku jahat? Aku tak menganggapnya? Dan sudah ada didepanku? Aku masih mencoba mencerna kata-katanya. Oh, apa berarti dia Raga? Berarti dia benar ada?

Tanpa bicara lagi, lelaki itu langsung berpaling dariku. Dia pergi meninggalkanku dan berjalan masuk ke dalam gang.

Oh Tuhan, bagaimana ini? Aku sudah menyakiti orang yang banyak membantuku, orang yang ternyata aku tunggu. Aku memang bodoh!

Aku berlari mengejarnya,

"Ragaa!"

Dia menghentikan langkahnya, berbalik menghadapku, "Raga?" tanyanya padaku sembari tersenyum mengejekku.

"kau bukan Raga?" tanyaku balik yang hanya dibalasnya dengan kerutan didahi.

"Ah, mungkin aku salah .. " belum aku melanjutkan kalimatku, dia langsung menjawabnya

"Enggak, lo nggak salah kok. Itu nama gue? "

"Ha?"

"Raga. Itu nama dari lo kan? "

"Ha?"

"Kalo gitu, iya gue Raga," katanya sambil tersenyum ke padaku.

"Maksudmu? " aku sungguh dibuat bingung olehnya.

"Ha, Ha? Itu maksud gue!" dia berjalan lagi meninggalkanku.

Oh Tuhan apa ini? Sebenarnya dia Raga atau bukan? Aku tau dia bukan mimpi, juga bukan lagi imajinasiku, tapi sepertinya dia hanya orang yang menguntitku, yang selalu mengikutiku sehingga dia tau namaku.

Dia itu orang gila!

Akupun kembali ke tujuan awalku, taman. Sebaiknya aku harus melupakan Raga, yang juga sudah tidak pernah hadir di mimpiku lagi. Dan aku yakin lelaki ini bukan Raga, hanya fisiknya saja yang sama.

Baru saja aku keluar dari gang,

" Gue raga yang hanya ada buat lo.. "

Aku benar-benar terkejut, dia sudah berada didepanku, mengatakan kalimat itu, sama seperti dimimpiku.

" Dan lo panggil gue, Raga? " tambahnya, membuatku langsung mengangguk.

Mendengar kalimat tadi, membuatku percaya sepenuhnya dia Raga, karena hanya Raga yang bisa mengucapkannya.

Aku mengamati lelaki yang tersenyum didepanku ini, ya, dia memang benar Raga. Tapi saat aku membalas senyumnya, dengan cepat ia menyuguhkan wajah datarnya padaku.

" Tapi lo jahat Elisa, " dia langsung terduduk didepanku.

" Aku? " tanyaku seraya berjongkok, mengikuti posisinya.

Bukannya menjawab, dia hanya cemberut melihatku. " Oh ya, kenapa kau bisa mengenalku? Apa kau juga mengalami mimpi yang sama? " tanyaku mencoba menghentikan marahnya.

Tapi dia tetap diam, tak mau menjawabku," Kau marah? Marah sekali ya? Maaf, kupikir kau hanya imajinasiku, aku sudah lama bermimpi tentangmu, saat aku belum pernah sama sekali melihatmu, apalagi mengenalmu. Jadi saat pertama melihatmu disini, kupikir kau hayalan yang sengaja kubuat untuk menghilangkan rasa kesepianku. Jadi .. "

Tiba-tiba jari telunjuknya menyentuh bibirku, menghentikan kata-kataku,
"Lo cerewet ya,  Elisa." katanya sambil tertawa.

Ya, aku baru sadar aku mengatakan kalimat sepanjang itu, bahkan pada orang baru. Sebelumnya aku tak pernah seperti ini, mengatakan hal-hal yang tak penting. Tapi didekatnya, aku merasa berbeda, aku bukan aku lagi.

Aku nyaman bersamanya, mengeluarkan semua isi hati dan pikiranku. Aku suka disampingnya, aku suka melihatnya. Tuhan, terima kasih telah kau kirimkan Raga untukku.

" Baiklah,  aku mau pulang. " aku beranjak dari posisiku, berjalan meninggalkan Raga.

Baru beberapa langkah, tas belanjaan yang kubawa tiba-tiba diambil paksa dari tanganku.

" Gue anter, takut lo kenapa-napa." kata Raga sambil nyengir ke arahku.

.
.
.
Jangan lupa vote yaa..
Biar tambah semangat 😊😊

UNREAL LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang