Arya sibuk menerka tapi belum mau bertanya. Ia biarkan Jasmine menuntaskan rasa cemasnya sampai usai baru mereka bicara. Tak menyangka saja perempuan ini dengan rambut agak basah, ternyata baru saja menyelesaikan ibadah sholat. Ia saja kadang bolong walau tak pernah absen jumatan.
Jasmine hanya duduk, takut mendera seluruh tubuhnya. Ia memeluk lengannya tanpa sadar. Setelah beribadah, jiwanya sedikit tenang tapi ketakutannya enggan lurung. Ia juga tak sadar jika Arya sedari tadi menunggu sebuah kata terucap. "Tadi itu..."
"Dia mantan suamiku." Sejauh apa Jasmine pergi, kenapa mesti ketahuan juga? Ia sudah menjual unit apartemen yang lama lalu pindah ke tempat yang baru, mobil pemberian Herman ia jual dan segala sesuatu yang menyangkut pria itu ia musnahkan. Bila dirinya melihat Herman, yang Jasmine ingat hanyalah sebuah kesakitan. Pukulan Herman masih membekas laranya.
"Jadi kamu menghindar karena gak mau ketemu dia."
"Iya," jawabnya singkat karena masih menyesapi semuanya. Herman sosok suami idaman secara finansial tapi cacat secara mental.
"Kenapa? Kalian dulu cerai gak baik-baik?" Arya pernah dengar jika suami Jasmine melakukan kekerasan kepada setiap laki-laki yang dekat dengan perempuan ini. Apa dia juga termasuk? Apa sekarang Arya juga jadi ciut dan takut?
"Banyak alasan kenapa kami berpisah. Salah satunya KDRT baik fisik dan verbal. Ada juga masalah lain tapi intinya yang memperberat vonis hakim yaitu KDRT." Entah sejak kapan, tangan Arya berada di belakang punggung Jasmine. Mendarat di sana dan bergerak naik turun lembut. Ia tahu Jasmine sebentar lagi akan meluruhkan air mata.
"Gimana dulu, kamu bisa nikah sama orang itu?"
Bertemu Herman adalah sesuatu kesialan dan juga keberkahan. Di saat Jasmine berada di titik terendah. Ibunya meninggalkan sang ayah dengan setumpuk hutang hingga rumahnya terpaksa dijual, dia terancam keluar kuliah karena tak sanggup membayar dan adiknya yang super pintar terancam cuma lulus SMA. Belum lagi masalah lain yang tak kalah beratnya. Herman datang menawarkan pernikahan, di saat usianya baru 19 tahun. Pernikahan yang menyelamatkan dirinya dari belitan kesulitan keuangan.
Namun hidup tak semulus paha, ada tenjakan terjal dan derita. Perkenalan singkat dengan Herman berbuah petaka. Ia tak tahu rupa sebenarnya. Herman ibarat Rahwana berwujud Rama. "Aku menikah pas usia 19 tahun. Dengan mahar yang cukup besar. Herman bagai malaikat karena berhasil membuat keluargaku terbantu."
"Kamu gak cinta dia?"
"Pernah cinta dulu saat awal nikah tapi sebelum semua sifat aslinya keluar." Jasmine menepis ingatan tentang pernikahan yang sempat terlihat indah dan manis. "Ngapain sih mesti ingat mantan suami. Udah lupain semuannya. Sekarang gimana caranya balik ke apartemen tapi Herman gak tahu!"
"Selain lobi, bisa lewat jalan lain 'kan? Tapi di cek dulu Herman masih ada gak?" Ia cukup kenal Herman luar dalam, setelah tahu tempat hunian Jasmine dimana. Ia pasti akan sering ke sana. Jasmine bisa lewat Tangga darurat jika ia mau masuk unitnya tapi sampai kapan ia terus menghindar. Kadang kan lelah jadi pengecut. Sekali ini mungkin lolos tapi besok-besok.
🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽🌽
Takdir Jasmine mungkin memang selalu bersinggungan dengan yang namanya laki-laki. Ia menerima sebuket bunga lily yang di berikan resepsionis. Bunga indah itu biasanya akan ia taruh di vas meja kubikelnya tapi ketika melihat nama pengirimnya, ia urung. Mungkin kalau yang lain, Jasmine masih ikhlas memandang atau sekadar memberikan bunganya pada orang lain. Namun bunga lily ini seolah menjadi sebuah kenangan buruk tatkala nama Herman tertera dalam kartu ucapan yang terselip di antara kelopak besarnya yang bewarna putih.
Tangan Jasmine gemetar padahal sudah membuang bunga pemberian mantan suaminya ke tong sampah dekat lift. Ia bukan seorang penakut, gadis awal Dua puluhan yang akan menurut jika Herman memerintah telah berubah. Begitukah? Tapi kenapa Jasmine malah melamun di dalam lift? Mengingat kebodohannya dulu, kelemahannya yang tak bisa melawan kebringasan Herman. Cuma karena uang dan rasa ketergantungan, ia sampai mengesampingkan harga diri. Ah andai dapat memutar waktu, lebih baik cuma lulusan SMA lalu kuliah sambil bekerja. Namun nasi sudah jadi bubur, mungkin kehadiran Herman merupakan tapakan supaya Jasmine bertambah dewasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasmine
RomanceJadi Janda siapa takut! Itu yang ada dipikiran Jasmine ketika palu hakim sidang perceraiannya diketuk. Empat tahun ia menjadi istri seorang tanpa bahagia, tanpa anak dan dibebani dengan derita. Jasmine melenggang layaknya singgel lagi padahal hatin...