Setelah lama tak menjalin kisah romansa, tentu canggung mendera. Jasmine pernah pacaran beberapa kali, dengan Arya jelas bukan yang pertama. Tapi tetap saja berjalan dengan Arya saling menggandeng tangan, mendatangkan dentuman keras pada jantung serta membuat perutnya terasa di aduk-aduk.
Padahal keduanya kini hanya berjalan di lorong supermarket. Mengisi troli dengan berbagai daging, sayur buah dan beberapa bumbu untuk masak. Mereka memutuskan untuk berkencan di rumah saja. Masak bersama lalu melakukan candle light dinner. Arya menempatkan diri sebagai para romantis, sosok yang semua perempuan idamkan. Tentu ia ingin memberi Jasmine kesan terbaik.
"Setelah istri mas meninggal sempat menjalin hubungan?"
"Ada satu, dua orang tapi cuma pendekatan belum masuk ke ranah pacaran."
"Mbak Kinan juga?"
Mata Arya menyipit, mengamati pacarnya yang tertawa puas. "Kita kayaknya harus bikin kesepakatan buat gak bahas ini deh!"
Jasmine malah menutup mulutnya dengan telapak tangan, dalam hati ia kegirangan. Jujur membahas Kinan dan Arya tak pernah mendatangkan rasa cemburu. "Kenapa? Aku saksi, jejak kamu pernah jadi pebinor loh."
Arya terlihat cemberut, mau ngambek rasanya seperti anak kecil. Dia menarik tangan Jasmine dan mendaratkan beberapa cubitan ke pinggang, lengan dan juga pipi. Saat perempuan itu mengaduh, terasa menggemaskan. Arya tak mau berhenti sebelum merasakan jika sang kekasihnya berdiri tegang, menatap fokus ke satu titik.
"Jasmine?" Seorang wanita paruh baya berdiri di depan mereka sambil mendorong troli berisi kebutuhan pokok. Arya sendiri cuma mampu jadi penonton di antara dua perempuan saling beradu pandang.
"Tante?"
"Apa kabar?"
"Baik." Bibir Jasmine sengaja perempuan itu gigit sedikit. Ia cepat berubah, dari Jasmine yang ceria jadi sekaku es batu. "Tante, ke sini belanja. Sendirian?" Namun pertanyaan itu hanya tertelan ludah ketika seorang anak kecil laki-laki berlari kecil menghampiri keduanya.
"Nenek, aku udah ambil coklat sama permennya." Kepala Jasmine seperti terlempar ke belakang. Untung saja tangan Arya siap ia jadikan pegangan. Hatinya terhantam ngeri ketika senyum tenang perempuan paruh baya di depannya timbul. Senyum yang tak pernah Jasmine dapat ketika menjadi bagian dari keluarganya.
"Udah semua?" Anak laki-laki berpotongan bros itu mengangguk antusias. Perempuan ini adalah ibu Herman sekaligus mantan mertuanya yang bernama Santi. Santi menatap Jasmine dengan pandangan menyipit, sarat akan sebuah ejekan. Lalu ia mengelus kepala cucu tersayangnya. Seperti membuat penanda kalau telah memenangkan satu permainan.
"Jasmine, sekarang kamu udah bahagia ya? Udah ketemu pengganti anak saya." Arya pun paham jika orang yang tak sengaja mereka temui adalah mantan mertua kekasihnya berarti ibu si biang masalah, Herman.
Jasmine tak berniat menjawab. Ia coba menegakkan punggung dan wajah. Dirinya tak boleh terlihat lemah dan tertindas. Perempuan yang dulu cuma dianggap benalu oleh seorang Santi kini sudah bahagia, tanpa harta atau anaknya. Jasmine sekarang adalah sosok perempuan baru yang tak akan lagi menggigil jika dibentak atau dikasari.
"Saya berharap kamu tidak mengganggu Herman lagi. Saya duluan!"
"Tunggu!!" Arya angkat bicara. Orang yang melahirkan Herman ini harus tahu kelakuan buruk anaknya. "Jasmine yang harusnya ngomong seperti itu. Herman kemarin sempat datang ke apartemennya dan membuat keributan. Tolong jika ibu benar ibu Herman. Bilang ke anak ibu. Jangan pernah ganggu atau muncul di hadapan Jasmine lagi."
"Siapa kamu berani bicara seperti itu?" Mata tua Santi melotot tak terima. Kalau tak ada cucunya, sudah pasti sumpah serapah akan ia lontarkan.
"Saya Arya, calon suami Jasmine. Saya harap anak ibuk gak menemui Jasmine lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jasmine
RomanceJadi Janda siapa takut! Itu yang ada dipikiran Jasmine ketika palu hakim sidang perceraiannya diketuk. Empat tahun ia menjadi istri seorang tanpa bahagia, tanpa anak dan dibebani dengan derita. Jasmine melenggang layaknya singgel lagi padahal hatin...