Chapter 2

5K 587 37
                                    

Gadis itu semakin merapatkan mantel hangatnya, udara malam yang begitu menusuk tulang punggung sukses membuatnya secara terpaksa mengenakan mantel cokelat gelap tersebut.

Haeun berdiri tepat di depan halaman gedung apartemennya. Ia menarik napas dalam sebelum langkahnya bergerak masuk ke dalam gedung itu. Kalau ibu tahu aku pulang selarut ini, ia akan menceramahiku satu paragraf. Oh tidak, mungkin lebih, pikirnya jahil.

Haeun tersenyum geli ketika ia membayangkan ibunya mengomelinya hanya karena ia pulang larut malam. Memorinya kembali mengulang peristiwa di mana ia di beri nasihat tentang bahayanya gadis pada malam hari. Kali ini ia beruntung, ibunya tinggal sekitar ratusan kilometer darinya. Bukan, Haeun bukanlah anak durhaka, ia hanya merasa senang saat tidak ada yang memarahinya begitu ia sampai pada kediamannya.

Pintu kaca besar itu secara otomatis terbuka saat Haeun melangkahkan tungkainya masuk. Ia menatap sekeliling lantai dasar itu, cukup sepi. Hanya tersisa sekitar belasan orang, yang terlihat seperti sedang menunggu.

Haeun menekan tombol panah pada dinding itu, dan pintu lift terbuka dengan cepat.

Ia berdiri di antara dua pria dan tiga wanita yang mungkin—seumuran dengannya. Bau alkohol juga rokok menyeruak dari tubuh pria tua itu. Dasar pemabuk, rutuknya.

Batinnya sibuk merutuki pria itu, kini ia berbalik merutuki dirinya sendiri. Ada sedikit rasa penyesalan karena kamarnya berada di lantai lima, cukup tinggi dan memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk meraihnya. Indra penciumannya itu membenci senyawa kimia yang berasal dari rokok. Dirinya sangat membenci benda mematikan itu.

Setelah pintu lift berdenting terbuka, ia dengan cepat melangkah keluar dari kubus besi tersebut. Paru-parunya langsung menghirup pasokan udara bersih.

Haeun menekan angka pada mesin itu, setelah terdengar bunyi 'nit' gadis itu melangkah masuk dengan tergesa-gesa. Ia menghempaskan tubuh rampingnya pada sofa hitam.

Ia kembali menghirup napas dalam, dirinya tidak pernah terpikir akan selelah ini jika ia mengelilingi asal pusat kota Seoul. Ditambah dengan jarak pusat kota yang cukup jauh dengan kediamannya, menjadikan tubuhnya amat letih.

Walau begitu, ia cukup terhibur dengan waktu liburan singkatnya itu. Benang-benang otaknya masih mengingat dengan baik kejadian menyenangkan yang ia lalui petang tadi.

Dan perihal pemuda itu...

Haeun tidak ingin ambil pusing, mungkin hanya halusinasinya saja yang mengatakan bahwa ia pernah melihat pemuda itu. Toh, pemuda itu juga tidak akan peduli apakah Haeun mengenalnya atau tidak.

Gadis itu membuang jauh-jauh wajah pemuda itu dari pikirannya. Kali ini, ia tidak mau memikirkannya.

"Ah, aku ada kelas esok pagi..." Haeun mendengus lelah, ia hampir lupa jika esok hari dirinya harus kembali menimang ilmu.

Gadis itu berjalan gontai, ia ingin membuat dirinya sedikit rileks dengan membasuh tubuhnya dengan air hangat. Barangkali berhasil, pikirnya. Dan setelah ia selesai membasuh tubuh, ia ingin segera pergi menuju alam mimpinya.

•••

"Hyung."

Kim Seokjin mengalihkan atensinya pada pemuda yang beberapa tahun lebih muda darinya. Wajahnya menatap pemuda itu dengan raut penuh tanya. "Ada apa?"

Untold FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang