Malam ini, kafe tampak lebih ramai dari biasanya. Seisi ruangan kini di dominasi oleh anak-anak remaja. Dan sebagian orang yang telah menyelesaikan waktu kerjanya.
Rintik air hujan yang membasahi jalanan kota semakin menambah kesan hangat pada kafe tersebut. Ditambah dengan aroma kopi khas milik kafe Holly's.
Suara mereka saling sahut menyahut, juga dengan gurauan yang kadang terdengar oleh orang lain, yang semakin menjadikan kafe tampak lebih ramai.
Dan pada sudut ruangan, terdapat dua presensi manusia yang beberapa detik terakhir sukses besar menyita atensi orang lain. Parasnya yang menurut mereka kelewat indah tersebut, enggan membuatnya mengalihkan pandangan ke arah lain. Akan tetapi hal tersebut bukanlah suatu hal yang besar. Bagi keduanya, hampir setiap detik mereka mengalami hal tersebut.
"Aku? Pekerjaanku berjalan lancar. Yah, walau akhir-akhir ini sedang banyak tugas." Pemuda dengan balutan jas hitam tersebut berucap kalem.
Sementara pemuda di hadapannya, yakni Jeon Jungkook hanya mengangguk paham. Lalu kembali meraih caramel macchiato dan mulai menegaknya.
"Bagaimana dengan Namjoon?" Jung Hoseok, pemuda dengan senyuman secerah mentari kembali bertanya.
Jungkook membenarkan posisi duduknya sebelum mengeluarkan kalimatnya.
"Mm, dia sudah mengurus semuanya. Hanya menunggu hari itu datang," Jungkook menaruh seluruh atensinya pada eksistensi seorang gadis dengan apron cokelat terang. "Dan aku akan tinggal bersamanya, beres."
Jungkook hampir saja menampilkan seringaiannya tatkala manik hitamnya bertemu dengan manik hazel gadis tersebut. Lantas ia segera mengulum bibirnya agar hal itu tidak terjadi.
Kedua netranya enggan beralih. Eksistensi gadis tersebut sukses besar membuat Jungkook memandanginya cukup lama. Bahkan sangat lama hingga Jungkook tidak membuang pandangannya walau hanya satu sekon pun.
Entah fisik atau parasnya, Jungkook rasa terlalu disayangkan jika ia mengarahkan atensinya pada objek lain. Bahkan Jung Hoseok sekalipun. Walau terkadang ia harus menatap pemuda bermarga Jung tersebut ketika mereka memulai konversasi.
"Kau yakin akan tinggal dengan Namjoon?" Jung Hoseok menghela napas pendek. "Lalu bagaimana dengan ibu?"
Jungkook tak langsung menjawab. Ia memindahkan kedua obsidian hitamnya pada Hoseok. Matanya terpejam sejenak. Jari jemari Jungkook bergerak memijit pelipisnya yang sedikit mengernyit.
"Bahkan Namjoon hyung pindah karena ibu. Kalau saja ia tidak cerdik dalam mencari alasan, ibu tetap bersikukuh untuk membuatnya menetap di rumah." Kelopak matanya perlahan terbuka, "aku tidak ingin tinggal dengan ibu. Kau tahu 'kan, ibu itu—"
"Tetapi ia tetap ibumu, Kook." Hoseok menyela, ia rasa cukup dengan penjelasan dari Jungkook.
"Aku tahu, hm."
Sepersekon kemudian hanyalah helaan napas yang Jungkook dengar. Jungkook juga sebenarnya tidak terlalu peduli. Setidaknya, dia sudah berusaha menjawab semua pertanyaan dengan jujur. Murni, tanpa bubuk-bubuk kebohongan.
"Kau tumbuh dengan sangat baik, Kook. Sangat baik hingga aku jenuh saat berdebat denganmu."
Jeon Jungkook mengangkat kedua bahunya. Bibirnya melengkung tipis dan ia menaikkan kedua alis. Seolah dirinya berbicara melalui gestur tubuh. Mm, aku tidak tahu dan tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untold Feeling
FanfictionSeperti ia membawa dirimu masuk ke dalam dunianya, begitulah yang dirasakan oleh Kim Haeun kala kedua maniknya bertemu dengan manik hitam jelaga pemuda tersebut. Rasanya, napasmu tercekat beberapa kali, bahkan tubuhmu refleks membeku tatkala bibir...