Gadis itu menjatuhkan kepalanya di atas lipatan tangannya, ia menghela napas panjang.
Sesekali Haeun mengangkat kepalanya, menatap sekitar. Lalu, kembali menjatuhkan kepalanya. Orang-orang yang berlalu lalang tak jarang menatapnya dengan tatapan 'aneh'. Lagipula, ia juga tidak peduli.
Haeun masih setia pada posisinya. Ia memejamkan matanya sejenak hingga tepukan pada bagian belakangnya itu sukses membuat ia mendongakkan wajahnya.
Ia menatap pelaku dengan raut bingung, menunggu pemuda itu mengeluarkan suaranya.
Pemuda itu bungkam. Ia tidak mengucapkan sepatah kata pun, kini ia mengangkat sudut bibirnya hingga matanya melengkung kecil.
"Bagaimana harimu?" Dengan masih tersenyum, pemuda itu bertanya.
Haeun memutar bola matanya jengah, "buruk. Seperti yang kau lihat."
Kepala pemuda itu bergerak menyusuri tubuh Haeun dari atas sampai bawah. Senyuman pada wajahnya kian melebar, ia tertawa tipis.
"Kau terlihat baik-baik saja. Apanya yang buruk?"
Kedua mata Haeun membelalak, rahangnya terbuka lebar seakan-akan jatuh pada lantai yang dingin, ia tidak percaya dengan kalimat Park Jimin.
"Apanya yang buruk? Dengar, aku sudah menyelesaikan tugasku, mencari tiga puluh teks berita bahasa inggris. Dan kau tau, apa yang Tuan Taek katakan? Ia memintaku untuk mencari lagi teks berita bahasa inggris. Lalu, kau tau berapa banyak yang ia minta?"
Jimin menggeleng, ia begitu fokus mendengarkan ocehan gadis di hadapannya.
"Lima puluh. Dengar baik-baik, lima puluh. Aish, apa dia sudah gila?" Haeun memberikan penekanan pada setiap kata.
Jimin menggendikan bahunya, ia menunggu gadis itu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Huh, lama-lama aku menjadi gila karenanya," Haeun mengacak surainya frustasi, ia menatap Jimin dengan raut lelah.
Jimin menarik kursi di samping gadis itu, ia mendaratkan tubuhnya di atas kursi besi. Maniknya kini menatap lamat wajah gadis itu, ia kembali mengulas senyum, kedua kelopak matanya pun ikut tersenyum.
Tangan pemuda itu terangkat tinggi di udara, Haeun dengan cepat memejamkan kelopak matanya, ia khawatir Jimin akan memukul wajahnya.
Hal yang ditakutkan Haeun justru tidak terjadi. Perlakuan Jimin kini berada jauh dari ekspetasinya.
Haeun membuka kedua matanya perlahan ketika tangan kekar pemuda tersebut mengusap lembut surai hitamnya, ia kembali menjadikannya terlihat rapi. Jimin melakukannya dengan senyuman yang masih terpatri pada wajahnya.
Dan tanpa Jimin ketahui, jantung Haeun memompa darah dua kali lebih cepat, kupu-kupu dalam perutnya ikut berterbangan, membuat perutnya sedikit tergelitik akibat perlakuan manis pemuda itu.
Haeun berusaha meneguk salivanya, ia ingin mengucapkan dua atau tiga kalimat namun bibirnya mengatup begitu rapat, seperti ada perekat diantaranya.
Gadis itu tidak bergeming. Ia menunggu Jimin menyelesaikan kegiatannya sembari menatap lekat wajah pemuda itu.
"Jangan dibawa pusing, Haeun-ya. Aku khawatir kau akan jatuh sakit."
Jimin menghentikan aktivitasnya, ia menarik kedua tangannya dari kepala gadis itu. Sayangnya, debaran kencang pada jantung Haeun masih belum juga berhenti.
"Cih, ayolah. Aku ini Kim Haeun, kemungkinan besar aku jatuh sakit itu sangat... tipis." Haeun berdecih ringan, ia berusaha menutupi rasa canggung yang tengah melandanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untold Feeling
Fiksi PenggemarSeperti ia membawa dirimu masuk ke dalam dunianya, begitulah yang dirasakan oleh Kim Haeun kala kedua maniknya bertemu dengan manik hitam jelaga pemuda tersebut. Rasanya, napasmu tercekat beberapa kali, bahkan tubuhmu refleks membeku tatkala bibir...