Chapter 5

3K 425 25
                                    

Berlari membelah derasnya hujan adalah salah satu ide terburuk yang pernah Haeun lakukan. Terlebih lagi, ia berlari tanpa mengenakan pelindung tubuh dari tampias air hujan.

Dan Haeun kembali merutuki dirinya.

Kejadian semalam sukses membuat Haeun mengawali harinya dengan cukup buruk.

Jika saja semalam Haeun tidak memutuskan untuk berlari menuju apartemennya, mungkin ia dapat memulai paginya dengan sedikit lebih baik. Juga tenang.

Namun jika ia tidak segera pulang, bisa saja sewaktu-waktu pria mesum datang menghampirinya. Menjelajahi tiap inchi tubuh rampingnya. Tidak, itu adalah hal paling buruk dari yang terburuk. 

Pemuda bermanik hitam jelaga itu telah pergi lebih dulu. Meninggalkan Haeun bersama dengan para pekerja kantoran yang masih berteduh. Seiring berjalannya waktu, satu persatu dari mereka mulai menghilang dari pandangan Haeun. Sebagian dijemput, sebagian memilih naik transportasi umum. Dan sebagian lainnya mengambil langkah untuk berlari.

Sedang Haeun dengan keras kepalanya masih setia menunggu hujan reda. Walaupun nihil, ia tidak ingin mengambil resiko pulang dengan tubuh basah kuyup.

Dugaan Haeun nyatanya seratus persen salah. Langit malam itu tampak tidak bersahabat dengannya. Bukannya suara rintikan air hujan yang mulai melambat, melainkan bertambahnya tempo air yang jatuh pada permukaan jalan yang ia dengar. Juga disertai dengan suara petir yang membuat dirinya meringis hebat.

Ditambah dengan sunyinya suasana halte. Hal itu sukses membuat sekujur tubuh Haeun merinding. Ia meneguk salivanya tatkala hanya menemukan seorang diri di bawah cahaya remang tersebut.

Terlebih lagi saat ini tengah beredar berita belasan gadis diculik pada malam hari.

Haeun menghela napas panjang. Pikirannya terus beradu. Hingga ia benar-benar membulatkan tekadnya. Mematahkan janjinya sendiri. Pulang saat reda. Dan sepersekon kemudian tubuh gadis itu bergerak lincah menerobos hujan malam tersebut. Membiarkan dirinya basah, setidaknya ia bisa pulang dengan selamat.

Berlari menggunakan rok merupakan hal yang cukup sulit bagi Haeun. Langkahnya begitu terbatas. Ia bahkan berulang kali hampir terjatuh. Namun ia sungguh tidak peduli. Yang terlintas dipikirannya malam itu hanyalah satu. Cepat pulang atau kau akan mati.

Pakaian hangat yang diberikan seorang pemuda cukup membantunya. Walau ia tetap terkena tampias hujan, setidaknya tubuhnya tidak terlalu basah. Ia bersyukur karena telah bertemu pemuda itu.

Setelah ia sampai pada unitnya dengan napas yang tergesa-gesa, Haeun segera membasuh tubuhnya dengan air hangat. Ia bahkan sampai menyeduh teh hangat agar tubuhnya tidak lagi merasakan dingin. 

Sebelum ia memutuskan untuk masuk ke dalam alam mimpi, Haeun dengan senang hati mencuci hoodie merah gelap tersebut. Jam dinding sudah menunjukkan pukul dua pagi, tetapi ia bersikukuh untuk mencucinya. Jadwal tidurnya, ia mungkin cukup tidur dalam kurun waktu tiga jam.

Sekali lagi, Haeun dan sifat keras kepalanya.

Namun sepertinya hari kemarin bukanlah hari terbaik bagi Haeun. Melainkan yang terburuk.

Ia yakin sekali telah mengatur alarm pada pukul enam pagi. Dan ketika ponselnya mengalunkan sebuah nada dering, gadis itu membuka kedua matanya. Tubuhnya terasa amat berat, juga panas. Pening di sekitar kepalanya membuat Haeun sedikit memerlukan tenaga untuk beranjak.

Untold FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang