Chapter 6

2.7K 390 42
                                    

Langit sore itu menampilkan gurat jingga. Berpadu dengan warna biru gelap. Matahari mulai menukar posisinya dengan benda langit malam. Juga hiasan bintang gemintang yang menambah kadar keindahan pada langit-langit malam.

Burung-burung mulai terbang menuju sarangnya. Menjadikan tubuhnya sehangat mungkin kala sore akan berganti dengan malam.

Beberapa pelajar juga mahasiswa terlihat sedang melintasi jalanan sekitar Seoul. Bak hewan burung, mereka berjalan menuju kediamannya. Guna mengistirahatkan tubuh.

Seorang gadis yang lari secara tergesa-gesa membuat suara sepatunya menggema di sepanjang koridor.

Napasnya yang terengah-engah, setengah tercekat itu terus memasok pasukan udara di sekitarnya. Menghirupnya lebih banyak.

Peluh membasahi dahi bahkan sekujur tubuhnya. Ia ceroboh. Ia ingat betul bahwa dirinya tengah berada dalam kondisi tubuh yang tidak begitu baik. Namun ia terus memaksakan dirinya untuk berlari. Demi mencapai area taman belakang kampus. Dan tentu saja.

Demi bertemu dengan sosok pemuda tersebut.

Dengan langkah yang sedikit bergetar, ia akhirnya meraih tempat yang ditujunya. Kedua netranya ia lemparkan pada setiap sudut taman tersebut.

Bibirnya melengkung kecewa ketika maniknya tidak menemukan presensi pemuda tersebut. Ia membuang napas pasrah.

Gadis itu membungkuk, memposisikan kedua tangannya di atas lutut yang berbalut lapisan kain hitam. Ia mengatur deru napasnya, kembali membuatnya bekerja secara normal.

Ia dapat merasakan bagian bibirnya berubah menjadi pucat pasi. Tubuhnya ikut bergetar, bagaikan orang mengigil.

Kim Haeun hampir saja jatuh terduduk jika tangan milik seseorang tidak menepuk pundaknya secara pelan. Lantas dengan sedikit terkejut, ia kembali meneggakan tubuhnya sembari berucap.

"Oh, maaf membuatmu menunggu! Kukira kau sudah pergi–"

"Kim Haeun?"

Haeun terkesiap. Ia mengucapkan kalimat pada orang yang salah. Kedua matanya membola ketika sosok tersebut menatapnya dengan tatapan curiga.

"Kau mencari siapa?"

Haeun mengendikkan bahu. Bibirnya meringis pelan.

"Hanya seseorang."

Pemuda tersebut tertawa hampir terbahak. Ekspresi yang ditunjukkan Haeun membuat perutnya tergelitik hebat.

"Jimin?"

"Hm. Ada apa?"

"Tidak."

Haeun menggelengkan kepalanya. Jimin yang menatapnya kini menaikkan satu alis.

"Kau tidak apa–maksudku, kau baik-baik saja, bukan?" Jimin kembali menatapnya curiga.

Haeun kembali kehilangan kendali tubuhnya, ia hampir menjatuhkan dirinya ke belakang. Namun pergerakan kakinya yang lebih cepat membuatnya kembali berdiri tegak.

"Tentu–" tidak. Gadis itu menahan kalimatnya sejenak, menghela napas panjang. "–aku baik-baik saja. Seperti yang kau lihat, Jim."

Park Jimin memandangi Haeun dari atas hingga bagian bawah tubuh gadis tersebut. Berusaha memastikan ucapan yang baru ia dengar.

Untold FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang