Seminggu setelah perjanjian mereka. Perkembangan hubungan mereka sedikit membaik. Walaupun selalu ada perdebatan kecil, tapi tidak se-ekstrim sebelumnya.
Radit bahkan menjadi sedikit lebih 'penurut' pada Aira, walaupun selalu ada gerutuan yang mendampinginya.
"Sayur lagi?" Protes Radit, saat Aira menghidangkan sayur sop untuk sarapan mereka.
"Sayur itu baik buat kesehatan" jawab Aira santai dan menarik kursi untuk dirinya sendiri.
"Aku nggak suka sayur" keluh Radit.
"Tinggal makan aja susah amat"
"Pokoknya besok nggak mau sarapan sayur!"
"Kalo gitu masak sendiri!"
"Istri durhaka" desis Radit.
Aira mendengarnya dan hanya mendelik tajam tapi tidak membalas celaan Radit.
Ponsel Radit berdering, dan kekesalan Radit berubah menjadi senyuman bahagia melihat nama peneleponnya.
"Ya Laura. Makan siang bareng? Oh bisa banget! Oke nanti aku jemput" Radit menutup telepon itu dengan bahagia.
"Nggak nanya itu dari siapa?" Tanya Radit pada Aira.
"Dari Laura" jawab Aira santai.
"Kamu tahu?! Kamu dukun?" Tanya Radit terkejut.
"Kamu sendiri yang tadi nyebut namanya!" Jawab Aira kesal.
Radit kembali berpikir, dan perlahan bersikap normal kembali.
"Aku juga nggak keberatan kalau kamu dekat dengan laki-laki lain" ucap Radit.
"Aku juga nggak perlu ijin kamu kan?" Tanya Aira.
"Tentu saja harus! Gimanapun orang tahunya aku suami kamu" omel Radit.
"Kamu juga mau makan siang sama cewek lain tanpa ijin aku, aku baik-baik aja"
"Emangnya cewek sama cowok sama?!" Teriak Radit.
"Emansipasi dong" jawab Aira santai.
"Giliran kayak gini, emansipasi. Giliran rebutan apa aja sama cowok bilang ladies first" cibir Radit.
"Pokoknya, kita nggak usah campurin masalah pribadi masing-masing. Aku kerja dulu"
Aira meraih tasnya dan pergi. Radit tampak berpikir mengenai Aira yang terlihat santai saja mendengar suaminya ada janji dengan wanita lain.
"Apa dia juga punya laki-laki lain yah?" Tanya Radit pada dirinya sendiri.
***
Aira bediri di halte bus. Karena berdebat dengan Radit tadi, Aira sampai ketinggalan bus. Beberapa kali Aira melirik arlojinya dengan gelisah.
"Apa naik ojeg aja yah" gumam Aira.
Baru saja Aira membuka ponselnya untuk memesan ojeg online, mobil sport merah berhenti di hadapannya.
Kaca mobil itu terbuka sedikit, menampakkan Radit yang tersenyum seolah mengejeknya.
"Ayo naik" ajak Radit membuka pintu mobil dari dalam.
"Nggak usah" tolak Aira.
"Nggah usah jaim. Udah telat kan?"
Aira tidak punya pilihan lain dan terpaksa ikut dengan Radit.
"Arah tempat kerja kita kan beda. Kok kamu ada di sini?" Tanya Aira.
"Ada kerjaan di sekitar sini" jawab Radit.
Radit melirik Aira yang terlihat sibuk dengan ponselnya.
"Umm itu..." gumam Radit ragu.
"Kenapa?" Tanya Aira.
"Aku bener-bener nggak apa-apa kalo kamu punya pacar. Tapi jangan sampai orang tua kita tahu"
"Kalo kamu takut aku bilang sama orang tua kamu tentang pacar kamu, kamu tenang aja. Aku nggak akan bilang apa-apa"
Radit langsung tersenyum senang "Serius?!" Tanya Radit antusias.
"Iya. Tapi kalo sampe ketahuan, aku juga nggak akan bantu apa-apa" lanjut Aira.
Obrolan mereka membuat perjalanan tidak terasa. Aira sudah sampai di tempat kerjanya. Saat dia keluar dari mobil Radit, semua pasang mata menatapnya.
Baik muridnya, ataupun guru-guru lain yang melihatnya. Termasuk juga... Dirga.
"Jadi itu suaminya bu Aira" bisik anak muridnya.
"Kok nggak keluar ya? Penasaran nih pengen liat mukanya"
"Biasanya, kalo orang kaya gitu, mukanya suka jelek. Makanya nggak berani keluar"
Aira tersenyum mendengar anak muridnya yang menggunjingkan Radit. Radit yang tidak tahu apa-apa segera pergi begitu Aira masuk ke sekolah.
"Anak-anak SMA jaman sekarang badannya gede-gede amat" gumam Radit saat melihat banyak siswa yang menatap Aira dengan tatapan kagum.
***
"Udah lama kita nggak makan di sini Dit" ucap Laura
Radit tersenyum hangat.
"Kita terlalu sibuk belakangan ini, makanya baru sempet sekarang"
"Iya. Kamu sibuk sama pernikahan kamu" cibir Laura.
"Kamu juga sibuk sama Davin" balas Radit.
Mereka tertawa setelah balas membalas ejekan masing-masing.
"Istri kamu tahu kita makan berdua?" Tanya Laura.
"Iya. Dia tahu" jawab Radit santai
"Dia nggak ngelarang kamu?" Laura sedikit terkejut mendengar jawaban Radit.
"Kenapa juga dia harus ngelarang?"
"Ya.. aku takut aja dia nanti salah paham"
"Nggak bakalan. Dia bukan cewek kayak gitu"
Laura tersenyum tipis mendengarnya. Seolah-olah Radit sangat mengenal Aira.
"Dia pasti perempuan yang baik" puji Laura setengah hati.
"Nggak gitu juga..." ucapan Radit menggangtung.
"Maksudnya?"
Radit tertawa canggung "Ya... semua orang kan punya sisi baik dan buruknya" jawab Radit netral.
Laura menyeruput orange juicenya. Lebih pada menyalurkan kekesalannya karena Radit terlihat lebih membela Aira.
"Gimana kalo kapan-kapan kita makan bareng istri kamu?"
Radit tersenyum canggung "Boleh" jawab Radit.
Dalam hati, Radit menolak mentah-mentah usulan Laura ini. Dan Laura juga sebenarnya menginginkan Radit untuk menolak usulannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AiRadit (SUDAH TERBIT)
Ficção GeralKeduanya menikah karena uang. Yang satu menikah untuk membayar hutang keluarganya, dan yang satu untuk mempertahankan warisannya.