Radit tercengang saat melihat Aira pulang di antar Dirga dengan motor matic-nya.
"Oh dia punya pacar. Pantesan cepet banget setujunya. Duit emang bisa merubah segalanya. Dia ninggalin pacarnya, buat nikah demi uang" gumam Radit.
Radit berdiri di ambang pintu dan melihat Aira melambaikan tangannya pada Dirga dengan senyuman yang manis.
Radit sedikit kesal karena Aira tidak pernah tersenyum seperti itu padanya.
"Kenapa?"
Radit terlonjak kaget saat melihat Aira yang sudah di hadapannya, karena terlalu fokus melihat Dirga yang sudah pergi.
"Kenapa pulang telat?" Tanya Radit.
"Kan udah di sms" Aira menerobos masuk mendahului Radit.
"Terus dia siapa?" Tanya Radit.
Aira berjalan ke dapur dan mengambil minum untuk dirinya sendiri. Tidak lupa, Radit masih berdiri di belakangnya.
"Siapa?" Tanya Radit lagi saat Aira tidak menjawabnya.
"Temen kerja. Puas?" Jawab Aira sambil berlalu ke kamarnya.
Radit masih mengikutinya, karena penasaran.
"Temen kerja harus semesra itu? Pulang bareng?"
"Kamu cemburu?" Tanya Aira
"Yang benar aja!" Bantah Radit.
"Kalo gitu, apa masalahnya?!" Tanya Aira.
"Itu.. karena" Radit kebingungan mencari alasan yang tepat "Itu karena aku lapar" jawab Radit.
Aira mendengus kesal mendengarnya.
"Kalo lapar, ya masak sendiri Raditya Raharja" ucap Aira dengan suara tertahan, menahan emosinya.
"Aku nggak bisa masak"
"Kan bisa beli"
"Pokoknya sekarang masakin aku. Buat apa punya istri tapi nggak bisa apa-apa"
"Nggak mau. Capek"
Radik berkacak pinggang di hadapan Aira.
"Mana 50 juta? Udah ada belum?" Tantang Radit.
Aira tergagap saat Radit menagih hutangnya.
"Belum ada uangnya" cicit Aira.
"Giliran di tagih hutang aja melas banget mukanya" cibir Radit.
Aira mendesis kesal karena memang begitu kenyataannya.
"Oke. Sampai kapanpun kamu nggak akan bisa lunasin 50 juta itu. Kecuali kamu ada kerjaan sampingan" ucap Radit.
"Kerjaan aku yang sekarang aja udah nyita waktu banget. Mau kerja sampingan apalagi" jawab Aira frustasi.
"Ya kerja di rumah kan bisa. Nanti aku gaji. Nah gaji itu buat ngelunasin hutang kamu" jawab Radit melipat tangannya di dada.
"Apa?!"
"Kenapa? Masuk akal kan? Jadi kamu masak beres-beres itu nggak sia-sia. Dari pada nyuruh orang, kan mending kamu. Lagian kamu udah cocok banget jadi inem"
Aira menggertakkan giginya. Tidak cukup mengejek dan menghinanya, Radit justru memintanya menjadi pembantunya.
"Nggak mau" tolak Aira.
"Yaudah. Berapa sih gaji guru honor? Atau jangan-jangan, kamu sengaja nggak mau kerja sampingan biar kamu bisa lebih lama jadi istriku?" Tuduh Radit.
Aira hampir saja memukul kepala Radit karena berani menuduhnya seperti itu.
"Apa untungnya jadi istri kamu?!" Tanya Aira geram.
"Pokoknya, dalam 1 tahun, hutang itu harus udah lunas"
Dia gila apa? Batin Aira.
"Kamu sengaja mau nekan aku?"
"Nggak. Aku cuma ngasih pilihan" jawab Radit tersenyum manis.
Aira menipiskan bibirnya, menahan emosi yang sudah sampai puncak kepalanya. Aira yakin seyakin-yakinnya, Radit akan menyiksanya lahir dan batiiiiin.
"Kamu diem, berarti kamu setuju. Oke selamat bekerja. Sekarang cepat masak. Aku udah laper banget" setelah mengucapkan itu, Radit pergi dengan senyuman kemenangan.
***
Aira menghidangkan makanan untuk Radit. Setelah itu, Aira berniat masuk ke kamarnya untuk istirahat. Hari ini sangat melelahkan baginya.
"Mau kemana?" Tanya Radit.
"Mau ke kamar" jawab Aira.
"Tunggu di sini sampai aku beres makan"
"Apa?" Dasar psikopat! Umpat Aira.
"Pelayan, harus melayani majikannya. Kamu nggak tahu itu? Kalo aku lagi butuh sesuatu pas aku lagi makan gimana?" Jelas Radit panjang lebar.
Aira mengalah LAGI. Aira sudah terlalu lelah untuk berdebat. Tiada hari tanpa perdebatan dengan Radit.
"Kamu nggak makan?" Tanya Radit.
"Udah tadi di sekolah" jawab Aira.
"Sama cowok itu?"
"Dirga?"
"Oh namanya Dirga"
"Iya kita makan sama guru-guru yang lain"
"Dia juga guru?"
"Iya. Guru Matematika"
"Cowok tuh harusnya guru olahraga biar keren"
"Guru matematika juga keren. Cowok yang pinter di bidangnya itu keren"
Radit mendelik kesal karena Aira membela Dirga.
"Kalo kamu pinternya di bidang apa?" Tanya Aira.
Baru saja Radit akan menjawab, Aira sudah memotongnya.
"Ah aku tahu. Kamu pasti ahlinya di bidang bullying" ejek Aira.
Radit mendengus mendengar balasan Aira yang mengejeknya.
"Aku emang ngga jago matematika, tapi aku jago di bidang bahasa" jawab Radit.
"Ya ya percaya" ucap Aira tak acuh.
"Itu... Laura.." gumam Radit.
"Kenapa?"
"Aku mau ngundang dia makan malam di sini besok. Boleh?"
Aira menghela nafas panjang.
"Boleh. Tapi jangan ngerepotin aku"
"Kamu boleh pergi ke luar kalo kamu mau. Kamu bisa main sama Dirga"
"Oke"
Segampang itu? Semudah itu? Secepat itu dia setuju? Wah dia nggak sepolos dan senaif kelihatannya. Batin Radit.
"Oke" balas Radit lalu kembali meahap makanannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AiRadit (SUDAH TERBIT)
General FictionKeduanya menikah karena uang. Yang satu menikah untuk membayar hutang keluarganya, dan yang satu untuk mempertahankan warisannya.