Aira terus saja memegangi perutnya yang terasa tidak nyaman selama perjalanan pulang. Dia bergerak dengan gelisah, karena perutnya yang terasa akan meledak.
"Kenapa sih?" Tanya Radit yang mulai tidak nyaman dengan sikap Aira.
"Begah banget perutnya" jawab Aira.
"Siapa suruh rakus" cibir Radit
Aira mendesis kesal.Radit benar-benar tidak bisa membantu apa-apa! Aira kembali mengernyit. Ini pertama kalinya dia makan sebanyak itu. Aira menutup mulutnya yang terasa akan mengeluarkan sesuatu.
"Dit! Dit! Berhenti dulu Dit!" Aira memukul bahu Radit dengan tangannya yang bebas.
Radit segera menepikan mobilnya dengan panik, dan Aira segera keluar dari mobil begitu mobilnya berhenti.
Aira jongkok di samping mobil dan memuntahkan makanan yang tadi di makannya bersama orang tua Radit."Aira!" Pekik Radit yang segera bergabung dengan Aira.
Antara khawatir dan jijik melihat muntahan Aira. Radit menutup hidungnya dengan satu tangan dan menepuk-nepuk punggung Aira. Membantu agar Aira merasa lebih baik.Setelah peristiwa itu, mereka melanjutkan perjalanan dalam diam. Aira terlalu malu karena Radit menyaksikannya saat memuntahkan semua makanan itu. Dan Radit tidak tahu harus berkata apa.
Radit menepikan mobilnya di depan sebuah mini market.
"Tunggu bentar" ucap Radit.
Aira hanya mengangguk lemas. Kejadian tadi menguras tenaganya. Perutnya yang tadi terisi penuh, sekarang terasa kosong. Tidak berapa lama, Radit sudah duduk kembali di kursi kemudi, dan memberikan Aira bungkusan putih."Apa nih?" Tanya Aira
"Biar kamu nggak muntah-muntah lagi. Untung tadi muntahnya di luar. Coba kalo di mobil ? Wah bisa bahaya. Mobil mahal nih. Perawatannya juga lebih mahal dari gaji kamu" jawab Radit panjang lebar.
Aira menggertakkan giginya mendengar celaan Radit. Kemudian membuka bungkusan putih yang berisi obat dan air mineral.
"Makasih" cicit Aira.
"Anggap aja sedekah"
Setidaknya, di balik celaan Radit, ada hal positif yang dilakukannya. Ucapan tajamnya memang tidak akan pernah ada yang mengalahkan, tapi Radit memiliki hati yang baik. Seperti kata Radit, itu adalah “hobi”nya
***
Radit menatap Aira yang tengah sibuk mempersiapkan makanan untuk sarapan Radit, setelah itu Aira mengambil rantang makanan.
Semalem lemes banget kaya nggak ada nyawanya, sekarang semangat amat neng. Pikir Radit.
"Buat siapa tuh?" Tanya Radit.
"Aku mau jenguk Ayah hari ini. Nggak tahu pulangnya sore atau malam. Kamu bisa makan sendiri kan? Aku udah masak sebelum pergi. Kamu tinggal angetin semuanya aja. Nggak apa-apa kan?" Tanya Aira panjang sambil memasukan makanan ke dalam rantang makanan.
"Gampanglah nanti beli" jawab Radit.
"Bagus deh. Aku berangkat ya"
"Oke"
Aira membawa tas dan jinjingan yang berisi makanan yang tadi di siapkanya dengan semangat. Aira sangat merindukan Ayanya. Selama Aira menikah, mereka hanya berkomunikasi lewat telepon saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
AiRadit (SUDAH TERBIT)
General FictionKeduanya menikah karena uang. Yang satu menikah untuk membayar hutang keluarganya, dan yang satu untuk mempertahankan warisannya.