FAMILY chap 2

1K 70 13
                                    

Cast : Alif & member BForce

Other Cast : Soulsisters

Cast milik orang tua masing masing.😊

Genre : Family. Drama.

Happy Reading

Alif menjalani hari harinya dengan tanpa semangat, ia sangat merasa bersalah terhadap saudara saudaranya karena ia telah merenggut kebahagiaan yang dulu pernah ada ketika kedua orang tuanya masih hidup.

Malam itu kelima bersaudara itu sedang berkumpul untuk makan malam bersama, seperti biasa semenjak kepergian kedua orang tuanya mereka semua tidak pernah akur, selalu ada keributan.

"Kak Bastian, ini udah lima tahun berlalu semenjak kaki gw patah, udah waktunya pen di kaki gw harus diangkat" Ridwan memulai percakapan di meja makan malam itu.

"Rid, lu sabar dulu ya. Gw lagi ngumpulin uang buat operasi pengangkatan pen lu. Lu kan tau, uang hasil kerja gw juga hanya lebih sedikit dari biaya kehidupan sehari hari kita." Bastian mencoba memberi pengertian secara dewasa kepada adiknya itu.

"iya Rid, gw bakal bantu nyari uang buat operasi lu ya" timpal Devin

"ini semua gara gara elu Lif" Ridwan mulai emosi "Coba aja waktu itu lu gak maksa papa sama mama dinner di hari ultah lu, kita semua gak akan kayak gini. Kita semua bakal hidup normal, ada papa, ada mama, kak Bastian bisa kuliah, kak Devin bisa kuliah, dan gw gak cacat. Kita semua gak sengsara kayak gini Lif" Alif hanya tertunduk mendengar perkataan adiknya yang semakin membuatnya merasa bersalah atas semua itu.

"Maaf" ucap Alif singkat

"Maaf gak akan mengembalikan keadaan jadi kayak semula Lif" tutur Devin dengan nada rendah namun menusuk.

"Lif, gw cacat. Gw pincang Lif sekarang. Dan elu cuma bilang maaf" Ridwan berbicara dengan lirih membuat dada Alif sesak penuh penyesalan dan rasa bersalah.

"Gw pusing tiap hari denger keributan mulu. bisa gak sih rumah ini tenang sehari saja?!" Bastian berbicara dengan nada tinggi dan menggebrak meja menunjukkan bahwa emosinya mulai meningkat. Sementara Malvin hanya terdiam menyaksikan, tidak ingin memperkeruh suasana.

Bastian yang dewasa menjadi mudah emosi karena beban kehidupan yang harus dipikulnya ditambah lagi dengan keributan keributan yang sering terjadi di rumah itu.

"Gw benci sama lu Lif." mata Ridwan berkaca kaca penuh kebencian dan kesedihan sebelum akhirnya ia pergi meninggalkan saudara saudaranya menuju kamar.

Devin ikut beranjak dari tempat duduk meninggalkan makan malamnya, ia kehilangan selera untuk makan.

Diikuti Bastian yang juga berdiri dan berlalu ke kamarnya sendiri tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

"Itu bukan salah lu kak. Percayalah, Ridwan hanya butuh waktu untuk menerima ini semua." ucapan Malvin si anak bontot menenangkan Alif

Alif hanya tersenyum kecil menanggapi perkataan Malvin. Waktu? Berapa lama waktu yang mereka butuhkan untuk memaafkannya? Apa dia harus menunggu seumur hidupnya?

Alif menyunggingkan senyum miris, mebuat Malvin ikut merasakan apa yang kakaknya itu rasakan. Seandainya bisa, dia ingin sekali merubah takdir, mengulang semuanya dan mencegah kejadian ini agar tidak menimpa keluarganya. Ia merindukan keluarga hangatnya. Keluarga yang tak pernah berseteru panjang dan penuh kasih sayang. Sungguh, Malvin merindukannya.

"Lu masuk duluan gih. Biar gw yang beresin ini." kata Alif.

"Gw bisa bantu..."

"Nggak usah. Lu masuk aja. Nanti gw nyusul." ucap Alif memotong tawaran Malvin.

Tidak ada yang bisa Malvin lakukan. Dia hanya menganggukkan kepalanya dan pergi sesuai kemauan sang kakak.

Setelah melihat Malvin sudah tidak ada dalam jangkauan matanya, Alif menghembuskan nafas berat dan bersandar lelah di kursinya. Matanya menerawang ke semua pintu yang terisi oleh kakak dan adiknya.

"Bukan hanya kalian yang merasa sedih. Bukan hanya kalian yang merasa kehilangan. Bukan hanya kalian yang merasa kesepian." Badannya bergetar pelan saat ia bergumam lirih.

"Gw juga. Gw lebih merasa sedih, Gw lebih merasa kehilangan. Gw lebih merasa kesepian. Kalian gak mengerti bagaimana rasa bersalah itu selalu menghantui gw setiap saat. Rasanya sakit" Alif mencengkram dada sebelah kirinya dan menundukkan kepalanya yang terasa berat di meja. Tanpa mengetehaui bahwa Malvin mendengarnya di balik pintu kamar.

-

Makan malam telah usai, mereka masuk kamar dan mulai dengan kesibukannya masing masing. Rumah yang walaupun kecil itu masih lumayan memiliki tiga kamar yang meskipun tak lebih luas dari kamar mereka dulu. sehingga mau tak mau mereka harus berbagi kamar. Devin berbagi kamar dengan Ridwan, sementara Alif berbagi kamar dengan Malvin. Bastian mendapat kamar sendiri karena adek adeknya mengerti dia butuh privasi.

Ridwan berbaring di ranjangnya, matanya menerawang di langit langit kamar, melamunkan kejadian lima tahun lalu dimana ia kehilangan kedua orang tuanya. Ingatannya kembali dimana saat itu ibu, ayah, begitu juga kaki bagian kirinya terjepit badan mobil yang ringsek. sementara Alif dan Malvin terlempar keluar saat kecelakaan itu terjadi. Beruntung Alif dan Malvin terlempar ke rerimbunan semak semak rumput sehingga tidak mengalami luka yang begitu serius. Sementara Ridwan harus menelan pahit pahit kenyataan bahwa ia tidak akan bisa berjalan normal untuk beberapa tahun.

-

Pagi itu usai sarapan, Bastian dan Devin berangkat kerja lebih dulu dibandingkan adik adiknya yang bersekolah.

"Vin ayo cepat, kita berangkat lebih dulu kesekolah. Jangan bareng Alif, bisa bisa kita celaka lagi kalo bareng dia." sindir Ridwan santai namun penuh kebencian.

Alif menatap sendu wajah adiknya "Rid, sampai kapan lu benci sama gw, sampai kapan lu bisa nerima takdir ini?"

"Takdir? Takdir apa? Takdir bahwa lu udah merusak kebahagiaan kita semua?" ucap Ridwan tak terima.

"udah udah. Yuk Rid, kak Alif kita berangkat. Udah siang ini." Malvin menjadi penengah dari perseteruan kadua kakaknya.

Ridwan, Malvin dan Alif harus menaiki mobil angkutan umum untuk sampai kesekolah. Berbanding terbalik pada saat sebelum kecelakaan dan kebangkrutan itu terjadi.

Alif, Ridwan dan Malvin bersekolah di tempat yang sama. SMA Bina Dharma, Alif duduk di kelas tiga SMA sementara Ridwan dan Malvin duduk di kelas dua SMA.

Umur mereka memang saling terpaut lebih sedikit dari satu tahun. Hal itu dikarenakan dulu Ayah dan Ibu mereka mendambakan sosok anak perempuan, yang tak kunjung didapatkan hingga lahir anak kelima mereka yang juga berjenis kelamin laki laki.

Malvin si anak bungsu memang memiliki kecerdasan yang lebih, sehingga mampu naik kelas satu tingkat lebih cepat dan duduk di kelas yang sama dengan kakaknya Ridwan. Hal itu menguntungkan Ridwan, dengan kondisinya yang sekarang ia membutuhkan banyak bantuan dari adiknya.

-

"Eehh Lif. Lu melamun mulu. Awas kesambet ntar lu." seorang gadis membuyarkan lamunan Alif di kelas siang itu.

Hah, dasar. Perempuan merepotkan yang entah bagaimana bisa terlempar di kehiupannya yang sudah sangat merepotkan. Menambah repot saja. Tapi, kalau tidak ada juga tambah merepotkan. Ck...

"Bisa tidak, sekali saja, Lu dateng dengan bener tanpa mengagetkan orang?" kata Alif melirik malas gadis cantik itu.

"Bisa. Tapi kalau Lu udah kembali menjadi Alif yang dulu."

Kalimat perempuan itu berhasil mengalihkan pandangan Alif yang sedari tadi menatap keluar kelas melalui jendela dan menoleh padanya yang sama masih menatap dalam Alif.

"Gw mau Alif yang dulu..."






Tbc~~~~~

FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang