Chapter 9

19 2 0
                                    

#diah_storyline

Monolog Jennie-
Berawal dari sebuah arus kecil yang muncul pada perasaan ku pada Jinyoung yang semakin hari justru semakin mendalam. Hanya sebuah riak kecil pada permukaan air karena embusan angin yang akhirnya juga akan kelam terhantam arus.
Perasaan ku ini tidaklah ada apa-apanya di bandingkan gadis itu. Kini ia benar-benar telah memiliki hati Jinyoung seutuhnya.
Baik, ku akui kekalahan ku. Dan inilah garis finishnya!
Aku percaya semua akan hilang seiring berjalannya waktu "Nanti".
Kapan maksudnya nanti itu? Sepertinya tidak akan berubah meskipun waktu berlalu. Selama itu pula hingga akhirnya tiba pada titik keberangkatan ku. Selamat tinggal negara ginseng "Korea" , disini lah aku mendapatkan ujian menuju kedewasaan ku.
Aku berharap jika ini akan menjadi jawaban, jawaban atas perasaan ku yang dalam dan redup.

Itulah bait-bait kalimat yang Jennie lantunkan pada buku diary miliknya.

Jennie yang sudah berada di depan rumahnya sempat memutar fikirannya kembali. Ia terngiang akan sahabatnya Jinyoung.
Jennie pun merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan ponselnya, ia berfikir jika bertatap muka dengan Jinyoung secara langsung itu membuatnya tidak pandai berbicara, dan ia sangat takut untuk menjatuhkan air matanya di hadapan Jinyoung, itulah hal yang ia sangat hindari.

Ia akhirnya memilih memberi tahu Jinyoung hanya lewat pesan singkat, persis sama seperti yang biasa Jinyoung lakukan.
Keduanya nampak saling menghindar, namun berusaha untuk tetap saling memperdulikan.

Dengan berbekal sebuah koper besar, Jennie melangkahkan kakinya memasuki sebuah taxi dan berlalu dari depan rumahnya.

~~~

Tiba lah Jennie pada sebuah ventilasi penghubung darat-udara. Yaitu Gimpo airport. Ia memilih jalur udara untuk mengantarnya kembali ke Negeri Sakura.
Tujuannya tak lain untuk mempersingkat waktu perjalanan.
Jam menunjuknya pukul 13:30 KSt, Jennie mulai merasa bosan menunggu, hingga rasa kantuk pun tak dapat dihindari.
Ia memilih berkeliling di area bandara, dan tak lupa mengabadikan moment-moment terakhirnya di Korea dan ia posting di akun sosial media miliknya.

Panggilan dari microfont pun terdengar, menandakan pesawat akan segera lepas landas.
Jennie memperhatikan sekitarnya, suasana haru pun dimulai. Ia memperhatikan para calon penumpang yang saling berpelukan dengan rekan-rekan dan keluarganya.
Jennie turut terkena imbas kesedihan itu, dalam benaknya ia berkata
"andai aku seperti mereka, setidaknya aku tak merasa sendiri, namun nyatanya semua baik-baik saja, kurasa tak ada yang mencemaskan kepergian ku."

Dengan langkah pasti ia berjalan maju sambil menarik kopernya, namun seorang pria datang dan menarik pergelangan tangan Jennie yang otomatis membuat langkahnya ikut terhenti.
Ia menoleh kebelakang, dan tak ia sangka bahwa pria itu adalah Jb.

"Kau mau pergi kemana eoh? Begini kah caramu terhadap ku? Dengan pergi diam-diam tanpa memberi tahu ku?" tegur Jb.

"Dari mana kau tau aku akan pergi oppa?"

"Dari postingan mu beberapa menit yang lalu, beruntung aku sempat melihat ponsel dan langsung menyusul kemari. Karena tak akan ku biarkan sahabat ku ini pergi" ucap Jb.

"Mianhae oppa, aku harus kembali ke negara ku, aku sudah tak sanggup lagi, bukankah kau sudah tau permasalahan yang membelit ku selama ini, dan aku akan mengakhirinya detik ini juga" ujar Jennie.

"Ini bukan jalan yang tepat, kau fikir dengan menghindar semua akan baik-baik saja?" sambung Jb.

"Aku tak dapat mengendalikan fikiran ku lagi, aku lelah sangat lelah.. biarkanlah aku pergi oppa kumohon" ujar Jennie sambil melepaskan tangan Jb dari pergelangannya.

Tak cukup sampai disitu, ternyata Jinyoung juga menyusul dengan langkah kaki yang begitu cepat. Ia berlari dan langsung menarik Jennie menuju pelukannya. Kejadian itu terjadi cukup lama. Jennie tak pernah mampu berkutik jika sudah berada di bawah pelukan Jinyoung apapun alasannya.

"Sayang, kau mau kemana" bibir Jinyoung bergeming tepat di wajah Jennie.

"Aku akan kembali ke Jepang" jawabnya singkat.

"Tapi untuk apa? Sebentar lagi kau akan ada ujian akhir sekolah, mengapa kau malah pergi?"
"Aku sudah memutuskan untuk berhenti sekolah, ujian itu tidaklah penting, bagiku sekarang yang terpenting adalah pergi dari hidup mu oppa, untuk apa aku diam disini jika itu hanya untuk melihat pernikahan mu dengan Rose. Ku mohon oppa jangan hentikan aku kali ini, pergilah! aku tak ingin melihat wajah mu lagi" Jennie memalingkan wajahnya yang sudah di banjiri air mata itu.

"Tidak! Lihat lah kemari Jennie, tatap wajah ku, aku yakin kau tidak akan mampu meninggalkan ku jika kau melihat aku menangis seperti ini" ujar Jinyoung.

"Itu tidak akan ada artinya bagiku, semua sudah terlambat. Kau baru menyusuli ku ketika aku akan pergi, selama ini kau kemana saja oppa???" pekik Jennie.

"Maafkan aku sayang. Aku akan menjelaskannya, tapi ku mohon batalkan rencana mu ini" pinta Jinyoung.

"Cukup kau ketahui oppa, kau yang membuat ku mengambil jalan ini. Jadi terimalah semuanya, anggap aku hanyalah parasit dalam hidup mu yang harus kau musnahkan.
Maaf waktu sudah mengejarku dan aku harus pergi, ingat kalian berdua tetaplah menjadi sahabat seperti ini meskipun tanpa diriku. Selamat tinggal"

Jennie menarik kembali kopernya dan mempercepat langkahnya meninggalkan kedua sahabatnya.
Jinyoung tak dapat menerima hal itu, ia berlari dan tangannya berusaha meraih Jennie namun semua itu sia-sia.
Seorang security mencegat Jinyoung dari pintu masuk.

Jb pun tak sanggup melihat pemandangan seperti itu di hadapannya. Ia berusaha terlihat tegar, namun kesedihan terpancar jelas dari mata sipitnya. Tubuhnya terbungkam, lehernya seperti terjerat sesuatu yang membuatnya tak mampu mengeluarkan kata-kata.

Dengan tubuh lemas dan wajah yang di penuhi air mata, Jinyoung kembali menghampiri Jb.

"Kenapa kau hanya diam disini hyung?!" bentak Jinyoung.

"Lalu aku harus mengikuti cara bodoh mu tadi begitu? Aku tahu persis sifat Jennie. Jika ia melakukan sesuatu pasti dengan sungguh-sungguh begitu pun dengan caranya mencintai mu, dan keputusannya sudah bulat" ujar Jb.

"Tapi setidaknya kau mencegahnya pergi hyung, ku mohon lakukan sesuatu" Jinyoung menghempaskan tubuhnya ke lantai dan bertekuk lutut di hadapan Jb.

"Untuk apa aku mencegahnya? Untuk melihatnya terluka untuk yang kedua kalinya karena ulah mu? Maaf aku tidak bisa" Jb meninggalkan Jinyoung yang masih bersimpuh dalam kondisi menyedihkan.

Tbc..

LOVEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang