Chapter 8

19 2 0
                                    

#diah_storyline                     

"Annyeong" suara lembut dari seorang gadis menyambut Jennie yang sontak langsung terkejut.

Nado" Jennie membalas dengan tatapan dingin

"Maaf aku bertamu malam-malam, hm apa aku boleh masuk? Udara di luar sangat dingin" ujar gadis itu yg tak lain adalah Rose

"Ne silahkan masuk" jawab Jennie

"Wah rumah mu bagus juga, apa kau tinggal sendiri disini?" tanya Rose

"Ne ini adalah rumah eomma ku semasih ia remaja, kini keluarga ku tinggal di Jepang, dan oh iya dari mana kau tau alamat rumahku?

"Dari sahabat mu Jinyoung, ia sedang sibuk dengan banyak urusan jadi ia tidak ikut kemari" ujar Rose

Jennie terdiam mendengar perkataan Rose. Ia tidak mengetahui sebelumnya bahwa Jinyoung memiliki kesibukan diluar.

"Hei! Kenapa kau diam?" tegur Rose

"Ah tidak"

"Apa kau sakit Jennie? Mengapa suara mu berbeda? Wajah mu pucat, dan matamu juga terlihat memerah" ucap Rose dengan memancarkan raut wajah panik

"Tidak usah khawatir, mungkin ini karena aku terlalu sering mengkonsumsi minuman dingin jadi itu sedikit mengganggu tenggorokan ku" ujar Jennie yang berusaha terlihat baik.

"Akhh hampir saja aku lupa, kau terlihat lelah jadi tunggu sebentar disini, aku akan segera kembali" sambung Jennie

Tak membutuhkan waktu lama, Jennie kembali dengan membawa dua gelas jeruk hangat untuk dirinya dan Rose.

"Kamsahamnida, maaf kau jadi repot karena diriku" ujar Rose sambil meraih minuman yang di sodorkan oleh Jennie

"Ahh tidak masalah, aku senang bisa membantu kekasih dari sahabat ku ini" ujar Jennie dengan menampilkan senyum palsu.

"Kau bisa saja^^ uhm apa kau tau aku sangat bahagia bisa mengenal Jinyoung, dan pastinya kau juga tak kalah bahagia bisa memiliki sahabat sepertinya" ujar Rose

"Tentu, dia sahabat ku, hanya sebatas sahabat tidak lebih!" seru Jennie dengan sedikit menekankan nada bicaranya.

"Kedatangan ku kemari hanya ingin memberi mu ini" ujar Rose sambil menyerahkan sebuah kartu berwarna merah bermotifkan jantung pada Jennie.

"Apa ini?" tanya Jennie

"Itu undangan pernikahan ku dan Jinyoung, kau pasti kaget mendengar ini, maaf jika ini terlalu mendadak tapi ini dorongan dari keluarga kami agar kami segera melangsungkan pernikahan ini, kau pasti bahagia kan mendengar kabar ini?" tanya Rose

"Mwo??!!..i i iaa hm a a ku bahagia" suara Jennie perlahan mulai memudar

"Aku harap kau bisa hadir, acaranya 2 hari dari sekarang, dan kau adalah tamu spesial kami nanti.
Ahh aku sangat bahagia!! Siapa sangka seorang fans bisa seberuntung diriku" seru Rose sembari memeluk Jennie.

Perasaan kacau menghampirinya kembali. Ia mengira dirinya akan mampu menahan semua itu, namun dengan mudahnya ia memperlihatkan perasaan yang seharusnya ia sembunyikan dari Rose.

Jennie terpaku tak berdaya dalam pelukan Rose, sehingga membuat gelas yang berada di genggamannya itu pun ikut hilang keseimbangan dan tumpah mengenai kaki Rose.
Hatinya teramat perih seakan puing kaca yang pecah itu menusuk ke dalam hatinya.

"Mianhae Rose-ah, astaga kaki mu basah karena ku" ucap Jennie

"Gwenchanaeyo, ini tidak masalah, aku hanya butuh membersihkan ini di toilet" ujarnya

"Baiklah, tapi toilet ruang tamu sedang rusak, kau bisa menggunakan toilet di kamar ku" sambil menunjuk arah kamarnya.

Rose berjalan memasuki pintu kamar Jennie, meraba-raba permukaan dinding untuk mencari tombol lampu. Ia membelalakan matanya keseluruh sudut kamar, dan memperhatikan sekujur ruangan yang dihiasi cat merah muda dan beberapa dekorasi bunga sakura.

"Sepertinya ia menyukai warna merah muda, dan ia pasti seorang gadis yg berjiwa lembut bak bunga sakura ini" ujar Rose dalam hati

Sementara kakinya terus melangkah, matanya melirik ke atas rak buku milik Jennie. Sebuah buku diary tergeletak di atasnya dalam kondisi masih terbuka.
Muncul hasrat Rose untuk melihat isinya.
Ia meraih diary itu dan membuka halaman akhir yang baru saja Jennie tulis.

Terbongkar sudah seribu kisah hidup Jennie yang tak ia ketahui sebelumnya.
Begitu banyak kalimat yang terbaca dan Rose menemukan beberapa kata-kata yang janggal, ia tak menyangka dengan apa yang ia baca. Begitu banyak tekanan batin yang tersirat di balik tulisan Jennie.
Sebagai wanita, Rose bisa merasakan jika ia berada di posisi Jennie.
Dengan perasaan bersalah ia meletakkan kembali diary itu di tempat semula.

Tubuh Rose mematung, setelah mengetahui bahwa selama ini Jennie menyimpan perasaan spesial kepada Jinyoung. Dan selama ini Jennie tengah berjuang untuk menyembunyikan itu.

"Maafkan aku, tapi ini sudah terjadi, andai aku bisa menghentikannya mungkin akan kulakukan itu untuk mu Jennie" gumam Rose

Rose mempercepat langkahnya menuruni anak tangga dan kembali menuju ruang tamu.

"Jennie-ah aku harus pergi, ada urusan mendadak yang harus ku selesaikan, lain waktu kita sambung lagi, annyeong"

Belum sempat menjawab namun Rose sudah terlihat semakin jauh, dan hanya meninggalkan lambaian tangan untuk Jennie.

"Hei ada apa dengan gadis itu? Sepertinya ia terlihat gugup, tapi apa penyebabnya? Uhm sudahlah"
Jennie bergeming sambil menutup pintu rumahnya.

~~~

Malam semakin larut, udara dingin semakin membelit tubuh Jennie. Ia membayangkan ucapan Rose tadi.
Ingin rasanya ia menggulung fikirannya, mengakhiri semua ini dengan jalan yang lebih nekat.

"Baiklah Jinyoung, aku fikir dengan mengabaikan perasaan ku akan cukup membuat mu bahagia namun nyatanya kau semakin menyiksa ku. Jangan salahkan aku dengan jalan yang ku pilih setelah ini!" seru Jennie sambil menarik selimut di kakinya dan berusaha menutup mata.
.
.
Hari pun berganti, namun belum sepenuhnya bisa dikatakan pagi, karena matahari masih enggan menampakkan sinarnya.
Namun Jennie sudah siap dengan rencana yang baru saja ia susun.
Dengan berbalut seragam rapi dan tas slempang yang tergantung di bahu kirinya, ia sudah siap untuk pergi ke sekolah.

Kenangan bahagia terasa sangat singkat, karena rasa pahit yang dominan ia rasakan.
Jennie sudah mengambil keputusan besar hari ini, namun ia akan tetap merahasiakannya terutama pada sahabatnya Jb, hanya Jinyoung lah yang akan ia beri tahu kabar ini.

"Apa kau yakin dengan keputusan yang kau ambil ini nak?" tanya seorang guru padanya

"Tentu saja, ini sudah kufikirkan secara matang, dan tak mungkin aku membatalkannya" ujar Jennie

"Baiklah, awalnya aku berharap kau mengurungkan niat mu ini, tapi sudahlah, semoga kau kelak manjadi orang sukses" sambung sang kepala sekolah

"Ne, kamsahamnida Sonsaeng-nim"

Ucapan itu seakan menjadi salam terakhirnya sebagai siswa.
Ia kembali dari ruang guru dengan langkah kaki yang begitu berat, terutama jika ia mengingat kenangannya di sekolah itu yang akan ia tinggalkan nanti. Tapi apa boleh buat, ia sudah menandatangani surat resmi untuk berhenti sekolah dan itu tidak dapat di ganggu gugat.

"Aku tidak akan memberi tahu ini pada Jb karena ini akan menjadi kabar buruk baginya. Namun itu akan berbalik menjadi kabar bahagia untuk Jinyoung, yah aku percaya itu!" ucapnya sambil berlalu meninggalkan gerbang sekolah.

Tbc..

LOVEMBERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang