CHAPTER FIVE

2.9K 385 80
                                    

THE TRUTH

I'm never gonna let you close to meEven though you mean the most to me'Cause every time I open up, it hurts

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

I'm never gonna let you close to me
Even though you mean the most to me
'Cause every time I open up, it hurts

---

"Baby Jen?" Jongin memanggil pelan, langkahnya mengendap menuju ruang tidur adik perempuannya.

Ia membuka pintu dengan hati-hati, jantung berdegup keras sebab ia baru saja menyaksikan Jennie yang memasuki rumah dengan derai air mata.

Dari ambang pintu, Jongin menangkap Jennie sedang menggengam sekepal rambutnya sendiri. Gadis itu berdiri di depan cermin, tangan kanannya memegang gunting.

Satu hal yang Jongin tahu pasti, Jennie sangat menyayangi rambut panjangnya. Adiknya merawat rambut sepunggungnya dengan sangat baik, terbukti dari berbagai jenis botol perawatan yang berjejer rapi di atas meja rias.

Maka untuk melihat Jennie mendadak mengarahkan gunting ke kepalan rambut untuk memotongnya secara asal membuat Jongin sontak berteriak.

"Jennie!"

Ia segera berlari, telapak tangannya menggenggam kuat ujung sisi gunting yang runcing tepat sebelum benda itu memotong rambut adiknya.

Jennie memberontak, berusaha tetap menggerakkan benda itu tanpa menyadari bahwa tangan Jongin berada di sana untuk mencegah.

Beberapa potong rambut mulai berjatuhan ke lantai.

Melihat itu, Jongin dengan sekuat tenaga merebut gunting yang menjadi permasalahan. Ia segera melemparkannya jauh dari jangkauan Jennie begitu benda tersebut berpindah tangan.

Adiknya menangis semakin keraslengking meraung yang membuat hati Jongin kandas.

Dalam satu suara tumpul, Jennie jatuh terduduk. Gadis itu menutup wajahnya sambil mengeluarkan segala isak dari dada.

Di antara tangisnya, Jennie mengucapkan sebaris kalimat yang mengirimkan lara ke lubuk terdalam Jongin.

"Oppa," bisik gadis itu parau, "dia bilang rambut panjangku membosankan."

---

Jongin terbangun dengan tubuh penuh peluh.

Ia terengah, napasnya berhembus serampangan hingga dadanya terasa sesak. Seraya menggosok wajahnya frustasi beberapa kali, ia menunduk untuk menenangkan diri sendiri.

Potongan memori itu belum juga hilang.

Bagaimanapun Jongin mengenyahkannya, potongan itu tetap hadir sebagai mimpi buruk. Ia sadar kejadian itu telah lama berlalu, begitu pula dengan segala kesedihan dan kepedihan yang mengikutinya ketika ia melihat adik perempuannya jatuh dalam depresi berat.

The Harder The Heart, The Harder It BreaksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang