Prolog

90 7 2
                                    

Short Distance Relationship

Sambil bersenandung ria, Chelle melangkahkan kakinya menuju ruang kelasnya. Entah mengapa suasana hatinya hari ini berubah menjadi sangat baik. Mungkin karena kemarin Chelle telah memenangkan juara pertama karate antar kelas dan menjadi juara bertahan sampai detik ini.

Hobinya yang sering berkelahi bahkan dengan anak lelaki sekalipun, secara tidak langsung membantunya dalam kemenangan itu. Tak heran jika seluruh anak di sekolah ini takut padanya bahkan siap menghindarinya jika ia sudah mulai menunjukkan gelagat amarahnya.

Tapi Chelle tak pernah menyadari kalau dirinya yang sering berkelahi membuat orang tuanya khawatir tentang masa depan putrinya. Bagaimana nasib putrinya jika hingga tua nanti semua anak laki laki menjauhinya? Bahkan ketika melihat mukanya saja semua anak laki laki melarikan diri, bagaimana jika Chelle berakhir dengan tidak mempunyai jodoh? Tak heran jika sampai saat ini orang tuanya tak pernah jera untuk mencarikan Chelle seorang jodoh.

"Chelle!!!" Seseorang lari terbirit birit memanggilnya dari sudut koridor sekolah. Nafasnya ngos-ngosan ketika ia sudah sampai berhadapan didepan Chelle.

"Kenapa?" Jawab Chelle agak malas.

"Nyokap lo telefon gue. Katanya lo disuruh pulang sekarang!"

"Apa?" Matanya melotot. "Kenapa lagi?" Dahinya mengerut. Apa mereka nggak sadar kalau baru setengah jam yang lalu dirinya baru keluar dari rumah untuk pamitan pergi ke sekolah.

"Kata nyokap lo, dia mau ngenalin lo sama anak sahabatnya."

Astaga! Chelle menepuk dahinya. Orang tuanya mulai melakukan hal hal aneh lagi diluar batas kewajaran.

"Tapi kenapa harus sekarang?"

"Gue nggak tahu." Varenlie menganggkat bahunya.
"Mungkin mereka pengen cepet cepet ngeliat lo dapet jodoh."

"Bodok lah." Chelle tak mau lagi mendengarkan perkataan sahabatnya itu kemudian membalikkan badannya dan segera menuju kelasnya.

"Tungguin gue!" Varenlie protes diacuhkan seperti tadi. Segera ia berlari dan mengejar sahabatnya itu dan sejajar mengikuti langkahnya. "Oke. Tapi please lo aktifin handphone lo. Kalau nggak nyokap lo bakal terus terusan nelfonin gue."

"Nggak ah. Lagipula baru kali ini ada orang tua yang lebih mementingkan perjodohan daripada sekolah." Ujar Chelle memprotes kelakuan orang tuanya sendiri.

"Ya kalau gue diposisi orang tua lo wajar wajar aja sih."

Chelle segera menghentikan langkahnya. "Maksud lo?"
Varenlie menyengirkan bibirnya memperlihatkan gigi giginya yang putih.

"Emmmm." Tangannya menggaruk garuk kepalanya yang tak gatal. "Maksud gue. Lo liat penampilan lo." Varenlie mengamati penampilan sahabatnya dari bawah sampai atas. Mata Chelle menyipit melihat arah tatapan Varenlie.

Sepatu kets lusuh dengan kaos kaki di kedua kakinya yang tak sama panjang. Rok sekolah yang di dobel dengan celana pendek yang melebihi dengan panjang rok. Baju seragam yang dilipat di kedua sisi lengannya. Muka yang kusut tidak pernah di poles dengan bedak sekalipun. Rambut sebahu acak acakan seperti tak pernah disisir setahun. Dan yang terakhir kelakuannya yang seratus persen mirip laki laki.

"Woy!" Chelle menjitak kepala Varenlie yang melamun.
"Kenapa sama penampilan gue?"

"Hehehehe." Varenlie tak berani menjawab pertanyaan dari sahabatnya itu karena takut kena pukul lagi. "Nggak papa kok. Ayo masuk kelas."

Ajaknya kemudian, sambil menggeret lengan sahabatnya itu.

SHORT DISTANCE RELATIONSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang