"I remember a year ago, I was standing in the crowd
Waiting for my chance to break through, my chance to live again
Now it seems I've found some friends who finally understand
What it takes to make this dream come true, we'll be here till the end"
— The Red Jumpsuit Apparatus, In Fate's Hands
***
Sesampainya di sekolah, aku memarkirkan mobil Range Rover milikku di halaman sekolah. Aku segera turun dari mobil dan berjalan menelusuri lorong menuju sekolah. Beberapa temanku datang menghampiri dan memberiku semangat. Mereka tahu apa yang telah kualami, tetapi mereka tidak tahu bagaimana rasanya. Aku berharap semoga mereka tidak akan pernah merasakan apa yang telah kualami ini.
Ketika aku memasuki ruang kelas biologi, sahabat sekaligus partner praktikum, Derek, melambaikan tangan ke arahku. Wajahnya berseri-seri. Dibalik jas labnya, ia mengenakan kaos putih bertuliskan ‘Vans’.
“Derek, apakah kau kerasukan? Sejak kapan kau suka mengenakan kaos skate?” candaku.
Dia tersenyum. “Pacarku yang membelikan ini.”
Aku memekik. Tiba-tiba, perutku terasa mual dan ingin muntah. Derek si anak sok bijaksana bisa memiliki seorang pacar? “Pacar? Perempuan?”
“Tentu saja dia perempuan! Kau kira aku homo?”
Mungkin.
Derek memutar bola matanya, lalu memandang jas lab milikku yang berbaring malas di atas meja menungguku. Dia memberi isyarat padaku untuk segera mengenakan jas lab itu. Oh.
Aku segera mengenakan jas lab dan duduk di samping Derek. “Jadi, pacarmu ini siapa? Satu sekolah dengan kita?”
Derek mengangguk. “Dia salah satu pengurus OSIS. Kamu kenal dia sudah lama, Troy. Kau selalu memanggilnya ‘si perempuan berambut lubang pantat’ hanya karena rambutnya ditata belah tengah. Kau tahu siapa dia, kan?”
Aku memekik lagi. Kenapa Derek bisa menyukai ‘si perempuan berambut lubang pantat’ ini? “Apa ada yang salah jika aku memanggilnya seperti itu? Dia layak menerima panggilan seperti itu!”
“Tidak, kau salah. Menurutku, dia memiliki rambut terindah dari yang terbaik. Dia sangat cantik, Troy. Kau hanya melihatnya dengan setengah hati dan aku menyarankanmu untuk selalu membuka hatimu ketika kau melihat perempuan. Dari sanalah kau akan tahu siapakah perempuan yang layak untuk mendapatkan cintamu.”
Derek benar. Aku tidak selalu membuka hatiku ketika aku melihat perempuan. Sejak kegagalanku dalam berpacaran hampir 3 kali—atau mungkin lebih—aku mulai menutup hatiku pelan-pelan. Bukannya aku homo, aku hanya takut saja untuk disakiti lagi. “Jika aku melihatnya dengan sepenuh hati, aku akan merebutnya darimu. Lagipula, menurutku dia tampak biasa saja bagiku.”
“Troy, aku janji aku akan membunuh—“
“Selamat pagi, anak-anak!” sapa Mr. Anthony, guru biologi kami. “Mari kita mulai praktikum hari ini!”
Derek tampak kesal ancamannya yang berani telah terpotong kedatangan Mr. Anthony. LOL.
***
Sepulang sekolah, aku mengikuti rapat OSIS. Seperti biasa, sebagai ketua OSIS, aku datang lebih awal di ruang rapat. Aku mempersiapkan segalanya, termasuk selembar kertas yang bertuliskan hal-hal apa saja yang harus aku sampaikan nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Band Saved Our Love [ON HOLD]
Teen FictionTroy William Austin. Itu namaku. Ketua OSIS, kapten tim sepak bola, dan anak band. Itu semua bagianku. Cinta dan keluarga yang bahagia. Itu target yang belum aku miliki. Hingga saat ini. Musik. Itu pelarianku. Dan, cintaku juga memiliki pelarian yan...