"Can't you see that I wanna be
There with open arms
It's empty tonight and I'm all alone
Get me through this one"
— Finch, Letters To You
***
Sepulang sekolah, aku segera pulang menuju ke rumah. Badanku menggigil. Sepertinya aku sedang terserang penyakit demam. Oh, tidak.
Sesampainya di rumah, aku cepat-cepat memarkirkan mobilku di dalam garasi dan berlari masuk ke dalam rumah. Di ruang televisi, ada kedua adik kembarku sedang sibuk mewarnai gambar seekor gajah. Mungkin itu memang gambar seekor gajah, aku tidak terlalu memerdulikannya karena kepalaku benar-benar terasa pusing sekarang.
Aku segera membuka pintu kamar dan menghempaskan badanku di atas tempat tidur. Kepalaku masih terasa pusing dan badanku juga masih terasa menggigil. Aku langsung menarik selimutku dan membenahi posisi tidurku ke posisi yang lebih nyaman. Namun tetap saja, aku masih merasa demam. Aku tidak mau sakit sekarang, Tuhan.
Tiba-tiba, aku mendengar ada seseorang mengetuk pintu kamarku. Aku benar-benar tidak peduli siapa yang mengetuk pintu kamarku sekarang, aku butuh waktuku untuk istirahat sejenak.
“Troy?” suaranya terdengar sangat berat. Itu ayahku!
“Rick?” aku menoleh ke arahnya.
Ayahku berdiri di samping pintu dan menatapku keheranan. “Ada apa denganmu, nak? Kau sakit?”
Aku langsung menarik selimutku hingga menutupi wajahku. “Pergilah. Aku mau tidur.”
Aku bisa mendengar langkah kaki ayahku semakin dekat ke arahku. Dan, sepertinya ayahku sedang duduk di sampingku.
“Ayah pulang cepat hari ini karena ayah mau mengajak kalian untuk makan malam bersama dengan seseorang.” terangnya. “Kita akan mencicipi makanan khas Italia malam ini.”
“Rick, aku sedang sakit dan kau tahu itu. Jadi, aku mohon padamu untuk pergilah.”
“Troy, bisakah kau tidak memanggilku dengan namaku? Aku ingin kau tetap menghargaiku sebagai ayahmu meski ibumu telah tiada.”
“Bagaimana mungkin aku bisa menghargai kau sebagai ayahku yang ternyata selama ini selingkuh dengan wanita Latin yang bernama, uhm, entahlah, ‘pelacur’?”
“Troy!” bentaknya. “Maafkan ayah, itu memang kesalahan ayah dan ayah menyadari hal itu!” ayahku menghembuskan nafas panjang—berusaha untuk menenangkan dirinya, seraya berjalan menuju ke pintu kamarku. Aku bisa menyadarinya karena suara langkah kakinya mulai terdengar jauh dari telingaku. Hore, dia akan keluar dari kamarku!
Aku langsung menyingkirkan selimutku dari wajahku dan menghela nafas lega karena ayahku telah keluar dari kamarku. Ternyata, pemandangan yang kudapati adalah dia hanya menutup pintu kamarku pelan. Dia berbalik ke arahku dan duduk di sampingku lagi. Sial.
“Kau masih bersama wanita Latin itu, kan, Rick?” tanyaku seraya mencoba bangun dari tempat tidurku. Aku berusaha untuk duduk agak jauh darinya.
Ayahku hanya terdiam. Dia mengusap mata tuanya, lalu menatap ke arahku. “Aku mengajak kalian untuk makan malam dengannya.”
Tuh, kan? “Lihat? Kau masih bersamanya, kan? Bagaimana aku bisa menghargai kau sebagai ayahku sampai kau meminta padaku berulang kali? Apa aku juga perlu untuk menghargai wanita Latin alias pelacur itu?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Band Saved Our Love [ON HOLD]
Teen FictionTroy William Austin. Itu namaku. Ketua OSIS, kapten tim sepak bola, dan anak band. Itu semua bagianku. Cinta dan keluarga yang bahagia. Itu target yang belum aku miliki. Hingga saat ini. Musik. Itu pelarianku. Dan, cintaku juga memiliki pelarian yan...