Sabtu sore untuk yang kesekian kalinya aku bertemu dengan Seulgi. Mungkin sudah puluhan sabtu sore ku lewati bersama dengannya. Tepat di sabtu sore dua tahun yang lalu aku menyatakan cinta pada Seulgi, dan tanpa ragu Seulgi menerimaku dengan wajah bahagianya. Sudah lebih dari lima tahun kami berteman, dan dua tahun yang lalu statusku dengannya berubah menjadi sepasang kekasih, bahagia rasanya saat menginggat waktu itu.
Kini aku tengah duduk disalah satu cafe dimana aku sering menghabiskan sabtu sore kudengannya. Sekitar sepuluh menit aku menunggu akhirnya kekasihku itu datang juga, ia terlihat sangat berbeda, entah mengapa makin hari ia makin cantik.
"Kau sengaja berdandan?!" tanyaku menggodanya.
Dengan senyum lebarnya, Seulgi mengiyakan perkataanku sambil memgangguk-anggukan. Benar-benar diluar dugaan, jawaban serta tingkahnya itu membuatku semakin tak rela jika harus berjauhan dengannya, bahkan walaupun hanya sedetik saja.
"Kau sudah lama?!" tanyanya seperti biasa saat ia merasa sedikit terlambat.
Dan seperti biasa juga aku mengelengkan kepalaku, "hari ini kau mau kemana?" tanyaku padanya yang tak sedikitpun melepas tatapan mata padaku.
Seulgi terdiam sejenak sambil terus menatapku dengan seyum merekah di bibirnya, "terserah kau saja, asalkan denganmu kemanapun tak masalah untukku." balasnya sambil menumpangkan dagu di kedua tangannya. Sungguh mengemaskan.
"Baiklah, kita habiskan hari ini untuk jalan-jalan berdua." ucapku menangkup kedua tangannya yang menjadi tumpangan dagunya. "Giyowo!"
Setelah dari cafe favorit kami, aku dan Seulgi jalan-jalan di sekitar area Myeongdong yang makin malam semakin ramai di tambah lagi ini adalah akhir pekan. Aku mengengam erat tangan Seulgi agar kami tak terpisahkan, layaknya pasangan kekasih pada umumnya.
"Jimin-ah, aku mau itu!" tunjuk Seulgi pada penjual bungeoppang dan aku pun mengiyakan pemintaannya.
"Jimin-ah, apa kau tak mau membeli barag couple?!" ucapnya saat kami melewati penjual aksesoris.
"Bagaimana kalau ini?" tawarnya sambil memilih cincin mainan yang hanya di jual dua sampai tiga ribu won saja.
Aku pun hanya terseyum melihat tingkah Seulgi yang layaknya gadis remaja itu, bahkan aku pun juga tak bisa menolak segala permintaannya kali ini. Hari ini Seulgi sungguh berbeda. Dari yang biasanya bersikap dewasa kali ini ia bersikap manja dan sangat memgemaskan, membuatku tak rela jika harus jauh-jauh dengannya.
Setelah menyusuri jalanan Myeongdong, aku dan Seulgi memilih mengakhirinya karena semakin larut jalanan itu semakin ramai, dan kini kami berakhir di dalam mobil menuju sungai Han. Aku masih terus mengengam tangannya sampai kami tiba di area sungai Han, dan memang ini adalah akhir pekan, tak heran jika di seluruh sudut kota akan di penuhi dengan lautan manusia. Kini akhirnya aku dan Seulgi hanya mengahbiskan malam di dalam mobil di pinggiran sungai Han.
Aku dan Seulgi berpindah di kursi belakang, menikmati lalu lalang orang-orang dengan segala akyivitas mereka di dalam mobil dengan kaca yang sedikit terbuka. Aku mengalungkan lenganku di bahu Seulgi sehingga ia bisa lebih nyaman bersandar di dadaku bermain dengan kancing kemeja yang ku kenakan. Sesekali ia melirikku, sesekali lagi ia melihat pemandangan tepi sungai dari kaca depan mobilku.
"Wae?" tanyaku saat ia mulai diam dan hanya bermain-main dengan kancing kemejaku.
Seulgi pun langsung membenarkan duduknya, bersila dan menghadap ke arahku. Dan aku pun juga mengikuti apa yang ia lakukan. Kami saling bersila dan berhadapan, saling adu pandang hingga akhirnya Seulgi terseyum dan mengelengkan kepalanya, sesaat setelah itu ku lihat ia menghela nafasnya. Kemudian Seulgi mulai menangkup pipiku dan mengecup ringan bibirku, aku tersenyum saat ia mengecup bibirku.
"Bagaimana jika aku merindukanmu?!" ucapnya yang masih setia menangkup pipiku.
Aku hanya terseyum menanggapi ucapannya yang benar-benar tak rela jika aku harus pergi.
"Bagaimana kalau ada wanita yang lebih dari aku?"
"Kau pasti akan berpaling? Iya kan?""Bagaimana kalau kau lup___"
Ku potong segala ucapannya dengan lumatan ringan yang ku lakukan di bibirnya. Malam ini Seulgi-ku sungguh banyak bicara dan menjadi lebih manja, mungkin dikarenakan ini adalah malam terakhirku dengannya sebelum aku berangkat ke London.
"Sudah pertanyaannya?!" ucapku saat tautan kami terlepas. Dan ku lihat wajah Seulgi mulai tersipu dan menunduk.
"Baiklah akan ku jawab." kini giliranku yang menakup kedua pipinya.
"Jika kau rindu, kau bisa mengirimiku pesan, kita bisa saling melakukan panggilan, melakukan video call, melakukan segala macam untuk melepaskan kerinduan. Bahkan jika kau tak keberatan kau bisa datang kapan pun kau mau, pasti aku akan sangat senang."
"Dan kau tenang saja, aku tak akan melirik wanita lain. Karena aku sudah memilikimu." ucapku lebih mendekatkan diri pada Seulgi dengan tatapan intens.
"Percayalah Seul, hanya kau satu di hatiku. Aku akan selalu mencintaimu walaupun kita di benua yang berbeda."
Setelah ku akhiri ucapanku, terlihat Seulgi tengah tertunduk. Ia tengah menunduk sedih.
"Aku tahu kau pasti sedih, aku juga. Kita harus bisa mengahdapinya bersama, ini memang tak mudah tapi jika kita saling percaya dan berkomunikasi dengan baik pasti akan mudah. Satu tahun tidaklah lama, ayolah!" ucapku meyakinkannya walaupun nyatanya cukup berat untukku meninggalkannya, tapi bagaimana lagi ini sudah pekerjaanku.
Perlahan ku liat ia mulai terseyum, namun masih ada kesedihan dalam senyuman itu, "aku tak mau malam ini kau sedih, aku tak mau kau melepasku ke London dengan wajah sedih seperti itu."
Seulgi pun mulai mengangguk dan kembali terseyum, kami pun saling berpelukan hinggga cukup lama tak ada pembicaraan antara aku dengannya. Yang ada kami hanya saling diam menyoba menyalurkan perasaan kami masing-masing, hingga aku mulai membuka percakapan.
"Seul."
Perlahan aku melepaskan pelukan.
"Hem?!"
Aku membenarkan posisi dudukku agar bisa menatapnya lebih leluasa, kini ku genggam erat tangannya dengan kedua tanganku. Aku pun menghembuskan nafas sebelum melanjutkan apa yang ingin ku sampaikan padanya,
"Please listen to my heart, i really love you, really loving you."
"Please stay by my side."
"I really promise you, when i get home i will marry you."
"Aku janji!"
Kemudian ku ambil cicin di saku celana yang sudah ku siapkan, lalu ku lepas cincin yang tadi kamu beli kemudian ku sematkan cincin baru tanda pengingat di jari manisnya. Ku lihat Seulgi tengah menahan tangis bahagia, ku peluk ia yang masih sedikit tak percaya dengan apa yang baru saja ku ucapkan. Aku pun berbisik di sela pelukan kami,
"Aku janji, kamu yang sabar ya nunggu aku pulang."
"Love you."
"I will marry you soon!"
#03oktober2017