"Mianhe." bisikku saat Seulgi sudah menangis di pelukanku.
Untuk pertama kalinya ku kecup bibirnya cukup lama hingga kami mulai melumat, aku melepaskan ciuman pertama dalam hidupku hanya untuk sahabatku yang tercinta.
Setelah ciuman itu ku satukan keningku dengan keningnya, aku dapat melihat wajahnya lebih jelas dalam keadaan seperti ini. Sakit rasanya melihat ia menangis, bukan menangis karena laki-laki lain melainkan karena aku. Dengan lembut ku usap air mata yang masih mengalir membasahi pipinya.
"Mianhe.. Mianheyo.!!" ucapku masih dengan posisi yang sama.
Ku rasa ia menghela nafas dalam dan sedikit menjauh dariku, membari jarak antara aku dengan dia.
"Aku tahu, maaf aku sudah egois." ucapnya menatapku sejenak lalu menunduk.
Ku angkat dagunya dengan tanganku agar kami saling menatap kembali, "mianhe," ucapku lagi-lagi sambil menatap dalam ke matanya.
"Aniya," Seulgi mengeleng sambil membalas tatapanku, "kau tidak salah, aku yang egois. Seharusnya aku yang minta maaf. Mungkin aku sudah terlambat." lanjutnya menepis tanganku, memutus tatapan mata kami dan kembali menatap lautan yang terlihat gelap dan hitam.
"Huh!" nafasnya terdengar berat. "Setidaknya aku sudah lega mengatakannya padamu. Walaupun sudah terlambat setidaknya aku tak sepertimu, hanya menulis surat cinta tanpa mengirimnya. Cih." ucap Seulgi mengejekku dan ku lihat ia tengah memaksa untuk terseyum.
"Terima kasih telah menjadi sahabat terbaik ku!"
"Maaf untuk yang tadi. Dan sampaikan maafku pada kekasihmu." ucap Seulgi kemudian membuang nafasnya kasar.
Aku tahu ia sedang memcoba baik-baik saja, ternyata setahun tak bertemu dengannya ia sudah banyak berubah. Tak seperti dulu, Seulgi gadis yang manja kini sudah menjadi wanita dewasa, tapi tiba-tiba aku rindu Seulgi yang manja, Seulgi yang selalu memamggil namaku Jimin-ah Jimin-ah, mengusikku dan mengirimkanku puluhan spam. Aku maerindukan itu.
Kami cukup lama berdiam, aku yang sibuk dengan segala pikirannku sedang yang ku lihat Seulgi tengah menatap kosong kearah laut malam.
"Dia bukan kekasih ku!" ucapku tegas pada akhirnya, dan itu membuatnya kembali menatap ku,
"Ne?!"
Aku terseyum melihat wajah Seulgi yang mencari kebenaran akan ucapanku barusan.
"Tak usah menghiburku, aku biasa patah hati. Jadi berhentilah menghiburku!" ucapnya tegas dan kembali menatap lautan.
Tak bisa ku pungkuri saat ini aku tak bisa menahan senyumku melihat tingkah Seulgi, tingkahnya yang seolah baik-baik saja namun terlihat penuh harap. Sungguh mengemaskan!
Aku mengehela nafas kemudian berdiri, ku lihat Seulgi mendongak melihatku beridiri. Aku tidak akan kemana-mana, aku hanya ingin memindah posisiku berjongkok di depan Seulgi seperti saat ini. Dan aku bisa melihat wakah Seulgi yang bingung melihat tingkahku.
"Aku benar-benar minta maaf." ucap ku sekali lagi, aku benar-benar minta maaf karena sudah melakukan banyak kesalahan padanya.
"Maaf membuatmu menangis."
Ku lihat Seulgi masih memperhatikan ku dan menatapku lekat,
"Maaf telah mencuri ciuman pertamu." aku sedikit terseyum saat mengatakan itu, dan ku lihat mata sipitnya mencoba membuat, ah lucunya..
"Dan maaf, telah berbohong padamu."
Dapat ku lihat wajah Seulgi yang kaget dan tak percaya atas ucapanku barusan.