Dengan semua kelelahan setelah perjalanan panjang, Hinata berusaha untuk tetap kuat berdiri di luar bening kaca yang memisahkannya dengan Itachi yang masih terlelap.
Berawal dari Tokyo dan keinginannya untuk menikmati sejenak suasana musim gugur di Hokkaido, lalu Chicago yang ternyata meninggalkannya pada sepi, kini Hinata berdiri dengan Kabuto di sampingnya. Kembali lagi ke kota metropolitan yang tak pernah tidur, New York.
"Kenapa dia masih belum membuka matanya?"
Kabuto menoleh ke sisi kanannya. Wanita berbalut hangat mantel berwarna violet itu terlihat begitu kelelahan. "Kami masih menunggu reaksi tubuhnya akan organ baru."
"Apa aku boleh masuk?"
"Sebaiknya Anda istirahat, Hyuuga-sama."
Hinata menekan keningnya ke kaca, matanya lurus menatap lantai, menghela napas kemudian. "Aku tidak akan bisa tenang sekarang."
.
.
.
Pertama kali Sasuke sadar bahwa ayahnya lebih menyukai Itachi adalah saat usianya empat tahun. Fugaku lebih suka menghabiskan waktu di ruang kerjanya yang luas. Setiap kali tubuh mungil Sasuke berjinjit untuk mendorong pintu besar ruang kerja ayahnya, Sasuke selalu dihadapkan dengan pemandangan yang selalu sama. Jendela besar menghadirkan cahaya terang, membuat sosok Fugaku yang terlindung punggung kursi kebesarannya, terbentuk sebagai siluet gelap.
Meja utama yang diletakkan tepat di hadapan jendela besar itu adalah tempat yang mengikat Fugaku pada kewajibannya sebagai kepala keluarga. Fugaku jarang tersenyum, dia selalu serius dengan dunia yang tak dipahami Sasuke.
Satu hari di awal musim semi yang sejuk, Sasuke berdiri tak bergerak di depan pintu yang terbuka. Dia terlalu bingung karena pintu ruang kerja ayahnya tidak tertutup seperti biasa. Setelah maju beberapa langkah, jendela besar tetap menjadi pusat cahaya, namun siluet ayahnya tidak terlihat.
Entah karena Sasuke terlalu fokus dengan banyak pertanyaan di kepalanya atau bukan, hingga dia tidak mendengar langkah kaki dua Uchiha lain yang menghampirinya. Salah satunya membuka mulut dengan sebuah pertanyaan. "Kau sedang apa di situ?"
Sasuke menoleh, menemui Itachi yang berdiri tidak seberapa jauh darinya. Dua mata gelap kakaknya menatap tangan Sasuke yang saling menggenggam di depan dadanya, juga dua alis yang terangkat keheranan.
Pandangan Sasuke berpaling pada pria dewasa yang berdiri di belakang Itachi. Pria itu diam sejenak, melakukan hal sama seperti putra pertamanya.
"Otou-san ke mana tadi?" tanya Sasuke.
Fugaku mendorong bahu Itachi, memintanya masuk ke ruang kerjanya. Sasuke mengikuti gerakan kedua Uchiha yang lebih tua dengan matanya.
"Mainlah di luar, Sasuke." Lalu Fugaku menutup pintu.
.
.
.
Akhir minggu, Hinata kembali datang dengan membawa karangan bunga. Dia tidak merasa bunga-bunga yang dibawanya serta setiap kali menjenguk Itachi cukup mewakili perasaannya. Bunga-bunga akan diletakkan di dalam vas bunga dengan sedikit air, tapi tak ada yang bisa bertahan lama.
Keadaannya mulai stabil setelah dua hari yang lalu Itachi membuka matanya. Dokter yang menangani Itachi yakin dia bisa saja tidur lebih lama, mungkin keinginannya berjuang untuk mempertahankan hidup yang membuatnya sadar lebih cepat.
Saat Hinata membuka pintu, dia tidak mengharapkan ranjang Itachi yang kosong. Spontan, wanita Hyuuga itu mencari Itachi ke kamar mandi, namun tak ada jawaban bahkan setelah Hinata mengetuk pintu hingga buku jarinya perih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Song
FanfictionDari waktu yang terus bergerak maju, terkadang kita tak sadar bahwa dunia berputar dengan alasan, seperti juga keberadan aku, kau, dan dia. Sasuke-Hinata-Itachi