Seorang gadis kecil berjalan gontai ditengah lorong yang dipenuhi kegelapan. Sesekali nampak keseimbangannya akan hilang, namun dengan sigap ia bertumpu didinding lorong yang dingin.
Jejak air mata masih dapat dengan jelas terlihat di wajahnya. Disela isakan tangis yang masih tersisa, bibir kecilnya terus-menerus menggumamkan sesuatu.
Sekilas gadis kecil itu nampak seperti mayat hidup. Kulit yang putih pucat bagai tak bernyawa, mata memancarkan cahaya kelam dengan tatapan yang kosong tak ada minat dengan dunia, bibir kecil nan pucat, rambut kotor berantakan, baju yang sobek dan dipenuhi bercak darah dimana-mana.
Suhu yang dingin di malam itu tak membuat gadis itu menggigil kedinginan, kaki kecilnya yang tak beralas menyentuh langsung butiran salju putih. Namun ia tetap melangkah entah kemana.
Tubuh kecil itu tiba-tiba tersentak melihat seberkas cahaya di ujung lorong. Langkah kakinya semakin lama semakin cepat, bibirnya bergerak dengan cepat menggumamkan sesuatu.
Semakin dekat, semakin dekat, ia terus melangkah mendekati cahaya itu. Tetapi yang ia dapat hanya sebuah pintu yang terkunci, dengan gelisah ia mencoba membuka pintu itu, menggedor gedornya, mencoba mendobraknya, namun hasilnya tetap saja nihil.
Gadis itu hanya dapat duduk pasrah bersandar di pintu itu, air mata kembali membuat jalur di wajahnya. Bibirnya tetap saja menggumamkan sebuah kalimat.
"Apa Salahku?"
Suara langkah kaki terdengar dari ujung lain lorong itu. Tubuh gadis kecil itu nampak gemetar, gemetar ketakutan.
Nampak seolah olah gadis itu adalah seorang tawanan yang akan dihukum dihadapan raja, dihajar algojo sebagai bahan tontonan yang menarik di mata raja. Sementara langkah-langkah algojo itu kian mendekat. Air mata tak hentinya bercucuran.
Mata sembab itu telah menyempurnakan penampilan yang penuh penderitaan dan keputusasaan. Seorang gadis kecil meringkuk, membenamkan wajahnya diantara kaki-kaki kecilnya sembari meratapi nasibnya yang menyedihkan.
"Hahahaha.... mau lari kemana lo anak berens*k!! Lo gak bakal bisa bebas dari sini. Siap siap saja, kalo gue sampai nemuin lo, hahahaha.... tamat riwayat hidup lo!!" Suara menakutkan itu bergema disepanjang lorong yang sepi itu, mengisi keheningan yang mencekam.
Tubuh gadis itu semakin gemetar, ia kembali mencoba berdiri dan lari bersembunyi. Namun belum semenit ia berjalan, tubuhnya kembali mencium salju putih. Tenaganya telah habis terkuras, saat ini ia hanya dapat tersungkur tak berdaya.
Suara langkah kaki algojo itu kembali terdengar, ia menengadah wajahnya melihat siluet yang semakin mendekat. Kali ini, ia benar-benar pasrah akan nasibnya.
Sebuah tangan kokoh menggenggam erat rambut berantakan itu. Menariknya tanpa sedikitpun rasa belas kasihan. Gadis itu hanya dapat menggertakkan gigi menahan sakit.
"Gue udah bilang sama lo, jangan sampai gue nemuin lo anak si*lan. Dasar anak gak tau di untung. Pengen kabur yah, ikut sini, gue kasih hadiah atas usaha lo yang percuma itu." Ucap algojo itu sembari menyeret tubuh gadis kecil itu.
Tanpa penolakan gadis kecil itu berjalan mengikuti langkah algojo. Ia sudah pasrah, tak ada gunanya lagi ia berontak. Pada akhirnya semua usahanya hanya akan berakhir dengan penderitaan. Sudah puluhan bahkan ratusan kali ia mencoba lari dari cengkraman algojo menakutkan itu, namun pada akhirnya ia akan berakhir seperti saat ini.
Sebuah pondok kumuh nampak dari ujung lorong lainnya. Pondok tempat gadis itu tinggal, pondok tempat dimana ia akan disiksa oleh algojo dan dipertontonkan di depan sang raja. Sudah tak dapat dihitung luka yang ia peroleh dari pondok itu.