Sinar mentari yang merensek mencoba masuk dari balik tirai tebal serta suara alunan musik klasik mengawali pagi seorang gadis bermanik merah muda.
Helaan nafas panjang menandakan bahwa hari ini akan menjadi hari yang berat baginya untuk memulai.
Tok tok tok
"Nona sarapan dan mobil sudah siap. Harap bergegas, nona tidak maukan hari pertama sekolah, nona datang terlambat?" Ucap seseorang dari balik pintu berwarna merah.
"Hentikan candaan burukmu itu Kazuto" ucap dingin sang gadis yang sedang mengeringkan rambutnya.
"Ternyata nona tidak suka. Pelayan tetangga mengatakan tips itu agar nona dapat sedikit tersenyum" ucap kazuto lagi.
"Siapkan sepeda untukku. Aku akan bersepeda ke sekolah dari pada menaiki mobil busuk itu." pinta gadis yang sedang mencoba memasang dasi ke kera bajunya.
"Ah. yes, your highness" ucap kazuto sembari meletakkan tangannya ke dada dan membungkuk. Sementara itu, gadis yang dipanggilnya nona masih sedang mencoba memakai dasi.
Tap tap tap
Suara langkah kaki membuat seorang pemuda yang sedang membereskan meja memalingkan perhatiannya. Nampak seorang gadis berhoodie hitam menuruni tangga dengan langkah santai.
Sebuah senyum terukir di wajah pemuda bernama Kazuto, ia kemudian mendekati gadis tersebut.
Dengan lihai jarinya mencoba merapikan dasi yang terikat tidak jelas di kera baju sang gadis.
"Silahkan nona, sarapan kali ini Tramezzino dengan segelas susu coklat hangat. Semoga nona menikmatinya" ucap Kazuto sembari menarik salah satu kursi dan mempersilahkan gadis tersebut duduk.
"Kazuto, aku ingin kamu mencari tahu tentang orang ini" ucap gadis itu sambil menyodorkan sebuah foto kepada Kazuto.
"Aku ingin setelah pulang sekolah, data-data orang itu sudah ada di atas mejaku. Lengkap" tambahnya menegaskan."Yes, your highness" ucap kazuto dengan sedikit membungkuk. Ia kemudian mengambil foto tersebut dan menaruhnya di kantong jas putihnya itu. Memang terbilang aneh untuk seorang pelayan mengenakan jas putih.
Namun jika itu adalah pinta sang majikan, pelayan hanya dapat menurutinya. Terlebih lagi, sang gadis memujinya ketika mengenakan pakaian putih. Katanya itu lebih cocok di tubuh pelayannya. Mungkin agar serasi dengan surai sang pelayan yang berwarna selaras dengan jasnya kini.
"Apa sepedanya sudah siap? Aku akan berangkat sekarang." Tanya gadis tersebut. Ia kemudian melangkah kearah pintu berwarna coklat dan membukanya.
Seketika cahaya matahari menyinari hoodie hitamnya. Sebuah sepeda berwarna merah dengan gradasi biru navy terparkir di pekarangan rumah itu. Seulas senyum tipis terpatri di bibir itu. Tipis, tipis sekali. Entah itu dapat dikatakan sebuah senyuman atau tidak.
○○○
Di sebuah lapangan telah berdiri beratus-ratus manusia dengan tinggi serta ukuran tubuh yang berbeda. Entah apa yang mereka pikirkan ketika memilih untuk memasuki sekolah yang terkenal ketat itu.
Wajah tegang dan lelah nampak jelas di setiap manusia yang sedang menahan teriknya matahari. Pasalnya sudah hampir 3 jam mereka berdiri tanpa ada istirahat sedetik pun, menunggu datangnya ketua osis sang dalang dari peristiwa tersebut.
Sudah lebih dari 10 siswa yang tumbang, tak kuat menahan desakan panasnya sang matahari. Namun sang dalang masih tak kunjung menampakkan batang hidungnya.
Cercaan dan hinaan pasti terus berkumandang di hati setiap insan yang sedang menderita saat ini. Wajah yang sudah penuh dengan pelu serta baju yang kini basah oleh keringat merupakan pemandangan yang lazim ketika kita mengingat pengorbanan siswa dari awal hingga saat ini.
Namun, dibalik itu semua. Tatapan aneh terarahkan ke satu orang. Orang yang sedari tadi dengan setia mengenakan hoodie menutupi tubuhnya. Tatapan yang seakan mengatakan apakah orang itu sudah gila? Dengan cuaca sepanas ini ia tetap mengenakan hoodie tebal itu.
Memang cuaca saat ini sangatlah tak mencerminkan musim semi yang seharusnya berlangsung di bulan ini. Tapi apa boleh buat, jika sang pencipta menginginkan cobaan seperti ini kepada ciptaannya, tak ada yang dapat mengubahnya.
"Cek, cek. Selamat pagi semuanya!!, maaf, maaf aku datang terlambat. Biasa urusan keluarga. Hehe, oh iya karena melihat wajah kalian yang sudah tidak sabar akan masuk ke sekolah ini. Dengan ini, saya mewakili semua teman teman osis mengucapka selamat datang ke SMA ASHINAKA. Semoga teman-teman betah di sekolah ini. Oleh karena itu, saya nyatakan OSPEK AKAN DI BUKA DAN DI MULAI HARI INI." Ucap seorang perempuan yang berdiri diatas mimbar dengan menekan kalimat terakhirnya.
Saat itu ekspresi semua orang seakan mengatakan,
Apa-apaan itu? Cuma segitu? Kita berdiri 3 jam cuma menunggu dia mengatakan hal yang tidak berguna itu?Setelah sambutan yang super duper singkat itu, panitia berdiri di depan barisan siswa siswi yang berwajah lesu kemudian memanggil satu persatu nama dan menyuruh mereka berbaris di depan nama panitia yang telah di tunjuk sebagai penanggung jawab mereka.
Seorang panitia memandang aneh ke salah satu murid baru di hadapannya. Ia kemudian melangkah dan mendekati siswa tersebut.
"Hei, dilarang mengenakan pakaian selain seragam sekolah" ucapnya ketika sampai di depan sang gadis berhoodie itu.
"Kau tidak dengar?" Lanjutnya. Tangannya kini bergerak kearah sang gadis namun belum sempat menyentuh hoodie tersebut, tangannya dicegat.
"Jangan sentuh. Aku bisa melepasnya sendiri." Ucap gadis tersebut sembari melepaskan genggamannya dari pergelangan pemuda dihadapannya.
Gadis berhoodie itu pun melepaskan hoodie hitam itu dari tubuhnya, kemudian menjatuhkannya ketanah.
"Puas" ucap gadis itu dingin.
Namun pemuda itu hanya diam, tatapannya terkunci ke manik merah muda milik sang gadis. Selang beberapa detik ia kemudian tersadar.
"Ya. jangan marah, ini sudah aturan di sekolah ini. Kalau kamu tak mau mematuhinya, lebih baik tidak usah bersekolah di sini." Ucap pemuda itu menegaskan dan kemudian kembali melangkah ketempatnya semula.
"Dingin." Gumam pemuda itu dalam hati.
Hari itu hanya di isi dengan pembagian regu ospek. Hal itu di karenakan jadwal yang terpaksa diundur akibat keterlambatan sang ketua osis.
Seorang gadis bersurai merah muda sedang mengayuh sepeda berwarna merah hitamnya. Rambut yang bergoyang ditiup angin, serta tubuh putih pucatnya yang kini tidak ia tutupi lagi dengan sebuah hoodie mampu menghipnotis setiap pejalan kaki.
Kakinya dengan lincah menggerakkan pedal sepeda, lengannya dengan lihai mengarahkan sepedanya menghindari para pejalan kaki, serta nafasnya yang memburu merupakan sajian yang dapat dilihat pada diri sang gadis saat ini.
Ia kemudian berhenti di depan sebuah kantor polisi. Memarkirkan sepedanya kemudian masuk tanpa permisi.
"Sakamoto-san, seorang gadis cantik menunggumu di ruang introgasi. Ngomong-ngomong dia siapa?" Tanya seorang laki-laki berpakaian polisi dengan nada genit kepada seorang perempuan bermata toska yang tengah sibuk dengan lembaran-lembaran kertas di hadapannya.
Dengan mengerutkan kening, perempuan bernama sakamoto itu hanya menggeleng sebagai respon dari pertanyaan laki-laki itu. Ia kemudian melangkah ke ruangan tempat sang gadis menunggu.
Dibukanya pintu putih dihadapannya, kemudian melangkah masuk dan duduk tepat di hadapan sang gadis.
"Pfftt, kemana perginya hoodie hitam menakutkan yang selalu kau agung agungkan?" Tanyanya sambil menahan tawa melihat sosok dihadapannya. Sedang orang yang ia tertawai hanya diam memandang tak peduli.
"Oh iya aku hampir lupa, hari ini kan hari pertama mu sekolah. Bagaimana? Menyenangkan bukan? Dari pada tinggal di rumah sendirian. Apa karena itu, kamu melepaskan hoodie mu?" Lanjutnya dengan rentetan pertanyaan yang tidak penting.
"Dari pada kamu pusing mengurusi diriku, lebih baik kamu mempersiapkan pasukanmu saja." Ucap gadis itu dengan nada datarnya. Yang seketika membuat perempuan berkacamata itu menatapnya serius.
"Maksudmu, akan ada pembunuhan lagi?" Tanya perempuan itu tak percaya.