Bab 13 (menjauh)

496 36 40
                                    

TEEETTTT

Bell pulang sekolah sudah terdengar, siswa yang ada di kelas pun berhamburan keluar dari kelasnya masing-masing. Bunyi bell panjang tanda jam belajar telah usai adalah bunyi tanda kebebasan bagi anak sekolah.

Gavin terlihat keluar kelas dengan terburu-buru, menuju kelas dimana sang pujaan hati berada.

Setelah sampai di depan pintu kelas Syafa, dirinya tak melihat Syafa di tempat duduk-nya. Gavin sudah mengedarkan pandangannya di dalam kelas yang sudah mulai kosong di tinggalkan para siswa.

"Lo nyari Syafa?"

Gavin menoleh ke arah suara di belakangnya, dan dirinya melihat Kesya dengan senyum di wajahnya.

"Ya, Lo liat?" tanya Gavin pada Kesya.

Kesya hanya mengangkat bahunya, namun senyumnya bertambah lebar saat otaknya memikirkan sesuatu.

"Oh, tadi Syafa buru-buru gitu. Katanya mau bareng Gibran deh, dan kayaknya sih Syafa seneng gitu, jadi, yaa dia buru-buru." Kesya berbicara meyakinkan.

Mendengar itu, Gavin mengepalkan tangannya. Dia kesal, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Gavin membalikan badannya menuju parkiran sekolah, rahangnya mengeras, entah mengapa kali ini dia merasa kesal pada Gibran.

"Gavin! Lo gak nawarin gue pulang bareng? Gavin!!!!" Kesya berteriak saat Gavin masih saja berjalan tak memperdulikan-nya.

Kesya menghentakan kakinya, "oke, saat ini gue terima. Tapi, liat aja nanti."

****

Di dalam bis, Syafa sedang melihat jalanan dari kaca yang ada di sebelahnya. Wajahnya terlihat mendung. Di bibirnya tak ada lagi senyum yang tiba-tiba muncul tanpa disadarinya.

Dalam hidupnya, baru kali ini dia merasakan perasaan yang sangat menggangu kinerja jantungnya. Entah itu berdetak karena perasaan senang, atau berdetak karena perasaan yang sangat menyakitkan.

Setelah jam istirahat tadi, Kesya berbicara padanya. Jika...Gavin tidak akan pulang atau pergi bersamanya lagi. Gavin merasa lelah jika harus pergi dan berangat bersama dirinya.

Entah yang dikatakan Kesya benar adanya atau tidak, yang terpenting saat ini dirinya merasa telah menyusahkan orang lain.

Syafa pun sampai harus cepat pergi dari Sekolah karena menurut perkataan Kesya, Gavin akan pulang bersama Kesya, sampai temannya itu luar biasa senangnya. Dan dirinya entah kenapa tidak mau melihat itu semua, dan memilih cepat keluar dari wilayah sekolahan.

Dirinya ingin egois, tapi Kesya benar, jika bukan Kesya, dirinya tidak akan punya teman sampai saat ini. Dan dia tidak mau kehilangan teman.

'Jika akhirnya akan seperti ini, aku tidak akan mau memulai.'

****

Syafa sedang berbaring di atas kasurnya, berguling-guling dan sesekali melihat ke arah handphone-nya.

Syafa sedang menunggu chat dari seseorang yang bukan lain, Gavin.
Beberapa menit yang lalu dirinya menerima chat yang isinya hanya 'Sya.'

Niat awal ingin menunggu chat yang lain, mungkin Gavin akan mengirimkan beberapa text dengan kata-kata yang lain.

Namun, setelah hampir tiga puluh menit Syafa menunggu, handphone-nya tidak ada suara notifikasi tanda pesan masuk.

Syafa gusar, niat hati ingin membalas pesan tersebut, tapi di otaknya, dirinya berpikir bahwa, jika memang Gavin benar-benar ingin chatting dengannya, kenapa hanya 'Sya.' bahkan pertama kali Gavin mengirimnya pesan, Gavin berkali-kali mengirim pesan untuk dirinya. 'Mengapa kali ini tidak?'

Syafa bangun dari berbaringnya, kemudian menuju meja belajar yang ada di sebelah kasurnya.

Syafa duduk dengan lesu, lalu mengeluarkan buku dan pena dari laci yang ada di meja belajarnya, lalu di torehkan tinta pena di selembar kertas kosong yang ada di dalam buku.

Saat diriku berpikir jika aku sudah dewasa dan mengerti segala hal, ternyata aku salah. Berawal dari debaran jantungku yang berdetak dengan cepat, saat diriku tersenyum karena perlakuan kecilmu untukku, dan kini berakhir dengan diriku yang merasakan perasaan yang sulit untuk aku mengerti. Aku sadar, jika inilah yang dinamakan cinta. Namun, aku belum bisa disebut dewasa jika aku tidak bisa mengendalikan diriku yang terombang-ambing derasnya berbagai rasa untukmu. Apa jika aku melupakan dan mengubur perasaanku untukmu bisa disebut dewasa? Ku pikir tidak. Terima kasih, karena bertemu dan mengenal dirimu membuat aku merasakan cinta yang selama tujuh belas tahun belum aku rasakan sebelumnya. Tapi, apa kamu merasakan hal yang sama denganku? Atau kamu hanya menjadikan aku tempat singgah jika sedang bosan? Apapun itu, aku biarkan ini menjadi suatu kisah dalam cerita di hidupku. Mungkin kita hanya di pertemukan oleh Tuhan, bukan untuk di persatukan.

Syafa meletakan pena dan menghapus air mata yang jatuh tanpa di sadarinya. Dirinya tertawa, tertawa dalam kesedihan. Dirinya tak menyangka cinta dapat mengubah seseorang dengan dahsyatnya.

Syafa menertawakan dirinya, mengapa dia menangis, pengalaman cintanya tidak sebagus dalam bayangannya.

Menyukai seseorang, setiap harinya bersama, saling mencintai, saling menjaga dan berakhir dengan bahagia. Namun nyatanya tak begitu.

Syafa sadar jika dirinya, masih belum sepenuhnya mengerti tentang cinta. Dirinya menyadari, jika sudah jatuh cinta, dia juga harus siap untuk merasakan sakitnya jatuh karena cinta. Inilah realitanya.

Syafa mengambil handphone-nya, lalu mengetikan sesuatu di layar touch screen-nya.

Calon

Apa menjadi seseorang
yang menyukai orang
yang sama dengan temannya itu perbuatan yang salah?
Jika iya, maafkan aku.
Namun, jika tidak...aku menyukaimu.

20:14

Namun setelahnya, Syafa memblokir kontak WhatsApp Gavin.

****

"Mama mau bilang sama kamu, jika minggu besok, Claudia akan tinggal disini untuk sementara waktu."

Seorang cowok menoleh dengan wajah tekejut, "serius?"
Yang ditanya pun mengangguk mengiyakan.

"Oh, kesayangan gue akhirnya kembali! Kangen banget rasanya," ucapnya terlihat senang.

^°°°°°^

Maaf pendek dan drama banget haha😂

See yaa❤

Expired LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang