[1] My Sweety Boy

795 66 36
                                    

Hanwoo's Pov
___________

Sayup-sayup aku mendengar kicauan burung-burung camar di pagi hari. Ragaku yang masih setengah sadar dalam tidur lelapku tidak merasakan hari sudah berganti menjadi Pagi.

Kurasakan tubuhku tersentuh oleh dekapan seseorang. Hatiku tiba-tiba berdebar masih dalam pejamku. Disaat itu juga aku teringat dengan kejadian semalam.

"Nuna (Kakak, Sebutan untuk wanita yang lebih tua), aku tahu kau sudah bangun" suaranya yang lembut berbisik di telingaku membuatku bergidik. Aku yang tersadar menarik selimutku sampai menutupi wajah karena malu melihatnya

Pria itu malah cekikikan melihatku seperti ini. Dia senang dan menang banyak tadi malam karena berhasil mendapatkanku.

"Waeee (kenapa) ?" teriaknya sambil menarik paksa selimutku hingga kini kami saling tatap. Aku berdebar. Sepertinya tidak bisa menahan perasaanku yang menggebu. Wajahku memanas . Mungkin saja pipiku saat ini memerah seperti warna manis buah peach. Aku sangat malu dan berdebar.

Bibirnya menyentuh bibirku lagi memberiku kecupan singkat.

"Apa kau menyesal?"

Suaranya kini berubah datar. Ekspresinya berubah menjadi serius. Dia menatap mataku tajam. Kemana senyum yang menggoda tadi hilang begitu saja ?

"Aku tidak menyesal, Jimin." Ujarku tanpa ragu.

"Nuna (Kakak) kau hebat. Saranghae (Aku mencintaimu)."

"Nado Saranghae (Aku juga mencintaimu), Jimin..."

***

Jimin, pria yang lebih muda dua tahun dari umurku. Aku bertemu dengannya saat aku masih bekerja di perusahaan gadget terkenal milik Korea Selatan.

Pekerjaanku di bagian Sales & Marketing sebagai supervisor, dan Jimin adalah anak baru yang akan menggantikan posisiku nanti karena aku memutuskan resign dari tempat itu. Aku lebih memilih untuk membuka usaha sendiri di Seoul karena appa (ayah) dan eomma (ibu) mewariskanku dengan usaha bunganya, mau tidak mau aku harus bekerja di toko bunga milik kedua orang tuaku.

Park Jimin. Tiga bulan aku mengenalnya.
Dia mengisi hari-hariku sehingga membuatku menyesal kenapa harus resign dari tempat ini. Hidupku jauh lebih indah ketika bertemu dengannya.

Jimin pria yang periang dan sangat dekat denganku. Dia juga dekat dengan patner yang lain. Tapi aku merasa kedekatannya berbeda setelah merasa kepedulian Jimin terhadapku sangat berlebihan.

Dia menghubungiku lebih dulu dan mengajakku jalan di luar jam kerja . Awalnya aku menolak. Karena aku sedang mempunyai komitmen dengan seorang pria yang sedang mengikuti wajib militer di tahun ini.

Namun seiring berjalannya waktu aku tidak tahan karena merasa kesepian. Pria yang kuajak berkomitmen tidak pernah membalas suratku lagi dan jarang mengunjungiku. Itu membuatku ragu padanya dan merasa kesepian.

Pikiran negatifku lebih banyak dominan dibandingkan pikiran baikku terhadap pria itu. Sehingga suatu hari aku merasa muak terhadap diriku yang merasa kesepian.

Setelah resign, aku menghubungi Jimin dan tidak disangka pria itu menyambutku dengan baik karena sudah seminggu aku mengabaikannya.

Kami bertemu dan untuk pertama kalinya aku bercerita panjang lebar dengan Jimin tentang kehidupanku. Akhirnya pria itu mengerti kondisiku. Bagaimana aku dengan pria yang kuajak berkomitmen itu.

Beberapa hari setelah aku bercerita aku mulai tersadar dan merasa menyesal kenapa aku harus berbicara hal itu kepada Jimin.

Seperti ada rasa takut jika aku kehilangan dirinya . Aku nulai berpikir yang tidak-tidak karena Jimin tidak berkabar selama dua hari.

Aku mulai resah memandangi handphoneku seharian karena menunggu pesan darinya . Dia mulai sukses membuatku kepikiran karena resah merindukannya.

Tuhan seperti menjawab keresahanku malam ini. Jimin mengirim pesan untukku bahwa dia sedang ada dibawah Apartemenku memintaku untuk turun.

Aku menuruti kata-katanya mencarinya turun ke bawah. Kutemui pria bermata sipit itu masih memakai seragam kantornya. Dia memakai kemeja maroon dengan dasi biru serta bawahan berwarna hitam lengkap dengan sepatu pantofelnya.

"Nuna (kakak), bagaimana kabarmu?" Aku masih ingat suara sengaunya ketika menanyai kabarku.

"Kemana saja hingga baru muncul sekarang?" Tanyaku. Sebenarnya aku senang sekaligus penasaran.

Senang ....
dalam hatiku tersenyum karena tahu dia masih datang untuk menghubungiku.

Dia tertawa pelan. "Haha pasti kau sedang memikirkanku? Kau pasti merindukanku, kan?" Tanyanya sambil menggodaku. Dia melirikku menatap mataku seolah sedang mencari jawaban pada mataku sehingga aku benar-benar salah tingkah dibuatnya.

"Anio (tidak)." Elakku saat itu.

"Kau tahu aku sangat sibuk belakangan ini. Akan ada project besar untuk tahun depan dan aku ikut sibuk di dalamnya ."

"Jinjayo (benarkah)? Kau sungguh hebat."

Jimin tersenyum tipis . Aku bisa melihat dia sangat senang aku memujinya . Seiring berjalannya waktu aku juga merasa nyaman dengannya seperti mempunyai teman mengobrol dan tidak merasa kesepian lagi atas kesedihanku pada pria yang tidak mengabariku sudah lima bulan ini.

"Nuna (kakak), mau jalan?" Ajaknya.

"Sudah malam, Jimin." Tolakku. Kulihat dia kecewa dari raut wajahnya walaupun dia berusaha menutupinya melalui senyumnya yang membuat matanya semakin menyipit. Aku sangat menyukainya. Matanya adalah kesukaanku ketika melihatnya pertama kali.

"Arayeo (Mengerti). Tidurlah."

Saat itu aku merasa ada yang salah dengan ucapanku. Aku merasa menyesal telah menolak ajakannya saat itu. Aku bertanya-tanya kenapa aku merasa menyesal? Seperti aku menginginkan hal yang lebih pada hari itu...

Tapi aku senang mengetahui bahwa Jimin tetap datang menemuiku keesokan harinya. Dia datang menemuiku di salah satu halte bus yang searah dengan tempatku bekerja. Kadang dia membawakan susu pisang kesukaanku di setiap paginya.

Jimin selalu menemaniku dan dia sangat perhatian padaku.

Aku sangat senang ....

Hingga akhirnya kami berpacaran seperti saat ini.

Just Let Me Love You  [COMPLETE] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang