Canggung

23 3 0
                                    

Maxim's POV

Aku tak tahu aku berada dimana sekarang. Tempat apa ini aku pun tak tahu. Bagaimana bisa aku beralih ke tempat lain karena pusaran rawa. Ah.. Rasanya kepalaku semakin berdenyut.
Lalu siapa pula wanita cantik ini.

"Lalu namamu? " kutanyakan hal itu padanya, yang sedari tadi mengusik pikiranku.

"Ah.. Aku Letta, Letta Cayla Carra" jawab gadis itu sambil mengembangkan senyum manisnya. Cantik. Hanya kata itu yang terlintas di pikiranku. Jantungku berdegup cepat. Lebih cepat dari sebelumnya. Jujur kuakui, ia memiliki kecantikan alami. Ditambah mata emasnya. Aku baru melihatnya hari ini. Pada gadis ini. Letta. Namanya unik.

Aku terpesona.

Ia menjabat tanganku. Wah, betapa lembut tangannya itu. Mungkin ini tangan paling lembut yang pernah kujabat.

Ku pandangi wajahnya lekat-lekat. Menelusuri setiap inchi wajah manisnya. Terlihat olehku pipinya mulai berubah warna. Lucu sekali.

"Kenapa memandangiku seperti itu" tanyanya. Pertanyaannya tak ku jawab. Aku terus terfokus memandanginya. Rasanya aku tak ingin masa ini berlalu. Kupandangi dia lebih dalam dari sebelumnya.

Letta akan memalingkan wajahnya dari ku tapi sebelum ia melakukannya, kutangkap wajahnya dengan tangan kananku. Kulihat matanya seperti mengatakan 'Kenapa kau seperti ini'

"Kau cantik" aku mengatakannya. Kalimat itu meluncur dari lidahku. Rasanya lidahku seperti tak dapat di kontrol.

Author POV

Jantung Letta mencuat seketika. Ia tak dapat mengendalikan gejolak hatinya saat ini. Tidak biasa. Seharusnya dua orang yang baru saja bertemu tidak sedekat ini. Dia malah merasa nyaman dengan kedekatan ini.

Maxim mulai mendekati sesuatu yang sedari tadi ia perhatikan. Memajukan wajahnya yang sebenarnya sudah dekat menuju wajah Letta.

Letta terkesiap. 'Apa yang akan dia lakukan' gumam Letta dengan perasaan was-was.

Letta's POV

Apa yang akan dia lakukan. Kenapa wajahnya semakin mendekat ke wajahku. Rasanya aku ingin pingsan sekarang, kendati aku menahan napas saat ia mulai menatapku tadi. Aku semakin sesak.

Hah! Wajahnya semakin mendekat. Refleks aku memejamkan mataku. Tidak peduli. Apapun itu jangan mencuri first kiss ku. Aku tak merelakannya untuk orang yang baru pertama kutemui.

Tapi biarlah jika ini memang cinta sejati.

Tapi aku belum mengenalnya. Bagaimana jika perkiraanku salah. Aku harus bagaimana. Mommy.. Tolinglah aku. Aku akan dimangsa oleh seorang pria. Pria tampan dengan mata cokelat dan bentuk tubuh yang menawan. Kenapa aku malah memuji orang mesum itu.

Author POV

Maxim terus memajukan wajahnya. Sudut bibirnya tertarik sedikit kebelakang. Terkekeh melihat ekspresi Letta yang lucu. Kini ia tidak dapat melihat manik keemasan Letta karena gadia itu telah memejamkan matanya.

Maxim mengambil sesuatu di rambut Letta. Ternyata ia tidak mencium Letta maupun mencuri first kiss nya. Ia hanya ingin menyingkirkan selembar daun yang sedari tadi bertengger di kepala gadis itu.

Letta menyadari sesuatu bergerak di kepalanya. Sedikit ragu ia membuka mata. Melihat wajah yang masih saja dekat dengannya. Wajah yang memamerkan senyum nakal di depannya. Tanpa sadar Letta mendengus.

"Huft"

"Kenapa" tanya Maxim masih dengan senyuman nakalnya.

"Tidak"

"Apa kau berpikir aku akan menciummu?"

"Apakah memang seperti itu. Aku tak mengira"

"Wajahmu menjawab ia"

"Kau sok tau sekali. Dan bagaimana bisa wajahku menjawab? " ketus Letta.

"Wajahmu masih merona, Le"

Cepat-cepat Letta bangkit dari tempatnya. Berusaha pergi dari hadapan Maxim.

"Tunggu" ucap Maxim sedikit berteriak "Tunjukan aku tempat ini. Aku belum pernah kesini sebelumnya. Apa kau tega meninggalkanku luntang-luntung di sini?"

"Yang benar saja, Max. Kau harusnya tau tempat ini. Buktinya kau berenang di danau tadi" seloroh Letta.
"Aku berkata jujur. Sama sekali aku tak tahu tempat ini"

Benar. Tadi dia linglung saat keluar dari danau. Tapi bagaimana bisa. Apa benar dia hilang ingatan. Batin Letta. "Aku akan mengantarmu ke sebuah rumah. Kau bisa tinggal di sana untuk sementara. Rumah itu tidak jauh dari rumahku."

"Kenapa tidak kerumahmu saja"

"Tidak. Aku tidak mengenalmu. Jadi bagaimana aku tau kau ini orang jahat atau baik. Aku juga perlu meminta izin pada Daddy dulu sebelum membawamu kerumah. Tenang saja. Aku tidak akan menyesatkanmu."

"Baiklah."

~~~~~

Tak lama mereka sampai di sebuah rumah yang berukuran besar. Tetapi tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan rumah Letta. Rumah ini dulunya milik teman ayah Letta yang tak lagi ditempati. Dulunya Letta sering ke sini dan bermain dengan domba-domba milik ayahnya yang digembalakan oleh teman ayahnya yang diketahuinya bernama Anson.

Lebih tepatnya almarhum Anson. Anson meninggal karena sebuah kecelakaan. Jangan berfikir ini kecelakaan kendaraan yang biasa terjadi. Ia terbunuh oleh mantranya sendiri karena mencoba menyempurnakan mantra barunya yang bisa dibilang berbahaya. Cukup dengan Anson.

"Masuklah" ucap Letta menyilakan.

"Rumah ini nyaman. Tapi kenapa kosong? Rumah siapa ini? "

"Rumah Anson"

"Siapa itu? Kekasihmu? "

"Bukan. Teman Daddyku yang mungkib setahun lalu meninggal"

"Apa?" Maxim membelalakkan bola matanya. "Bagaimana bisa aku tinggal di sini. Nanti jika si empunya rumah mendatangiku bagaimana? " seloroh Maxim.

"Itu terserah padamu. Jika kau ingin tinggal silakan, jika ingin pergi pun takkan ku tahan"

"Huft. Baiklah. Terimakasih atas KEBAIKANMU" ucap Maxim dengan menekankan kata kebaikan.

"Sama-sama" balas Letta dengan senyum sinis di wajahnya.

Letta berjalan keluar meninggalkan Maxim yang masih menatapnya. Ada sesuatu yang membuat Maxim merasa janggal. Pohon di sini amat tinggi.
Tanpa disadari ia belum mengetahui sebuah rahasia. Bukan rahasia lagi bagi penduduk kota Lombert. Tapi akan menjadi hal yang amat mengejutkan baginya.

Maaf kalo gak ada feelnya. Lagi sibuk tapi tetep usaha update. Jadi bingung sama scene selanjutnya. Apa udahin aja (gila, baru mulai woy! Ditampol)
Jangan lupa vote dan commentnya ya. ^^

My Own SongsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang