Flashback mode on
Levin's POV
Bandung, 11.12 a.m
Gerimis mengundang di Bandung hari ini. Aku baru saja mematikan mesin mobil di depan salah satu Apartemen yang lumayan besar. Sebenarnya ini bukan keinginanku agar berada di Apartemen ini, tapi keadaan Kak Levia yang demam tinggi mengaharuskan diriku ada di sini.
Seharusnya yang ada di posisi ini itu Mama sama Papa, paling enggak ya pacarnya itu. Tapi, berhubung Mama sama Papa lagi ada di Makassar dan pacarnya yang lagi kerja, jadilah aku yang berada di sini.
Aku mendengus kesal. Aku harus menancap gas agar cepat sampai di sini.
"Lagian punya pacar gak guna banget sih Kak, jenguk kek atau bawa ke dokter bentar kan bisa" Ucapku agak marah.
"Hush Levin, mulut tuh di jaga. Dia kan lagi kerja, Kakak hargain. Pacar gak harus 24 jam sama kita Vin" Balas Kak Levia yang masih terbaring di sofa depan televisi.
"Ya tapikan setidaknya bisa jenguk Kak"
"Udahlah. Omong-omong Luna mana? Nggak ikut?"
"Biasa, anak sibuk dia" Ucap Levin.
Kak Levia menghela nafas panjang. Namun beberapa detik setelah aku berucap seperti itu. Bel apartemen Kak Levia berbunyi.
Aku berjalan membuka pintu apartemen. Kalian harus tahu siapa yang datang dengan nafas tersengal-sengal itu. Langsung saja ia masuk tanpa permisi dan menuju sofa tempat Kak Levia ada.
"Sayang, kamu nggak kenapa-kenapa kan? Kita ke rumah sakit yuk, atau ke dokter terdekat sini? Ayuk" Ajaknya.
Aku memutar bola mata malas, ada saja lelaki yang cerewet seperti dirinya ini.
"Kamu gak usah panik, udah ada Levin tadi yang beliin obat" Jawab Kak Levia dengan senyum manisnya.
"Hah, Levin? Mana?" Tanyanya bingung celingak celinguk.
Aku yang bersandar di belakang pintu apartemen langsung menyilangkan tangan ke depan dada dan berdehem. Lelaki itu akhirnya menengok ke arahku dengan tatapan terkejut.
"Halo Bang Aydan" Ucapku dengan senyum dipaksakan.
"Astaga, Abang gak liat kamu saking paniknya sama Levia. Maafin Abang ya" Ucap Bang Aydan sambil tersenyum.
Aku menghembuskan nafas meniup anak rambut yang ada di dahiku. Lalu, aku berjalan menuju balkon kamar apartemen ini. Sekedar memberi ruang untuk mereka agar bisa mengobrol.
Kamar apartemen Ka Levia berada di lantai delapan, lumayan tinggi menurutku. Pemandangan senja hari di Bandung seperti ini adalah favoritku dan juga dia.
Jalanan terlihat ramai dengan kendaraan atau mobil-mobil. Karena ini sudah jamnya orang pulang kerja. Lampu-lampu jalan pun sudah menyala. Entah kenapa menurutku senja kali ini indah, namun perasaanku tidak enak.
"Vin, ada telpon dari Papa" Ucap Bang Aydan dengan handphone di tangannya.
Aku berjalan mendekat, mengambil handphone itu dengan rasa yang tak karuan. Semoga bukan berita buruk.
"Halo Pah" Sapaku.
"...."
"Iya, aku di apartemen Kak Levia. Kenapa Pah?" Tanyaku.
Papa menghembuskan nafas panjang. Seperti ada hal yang memang berat untuk dikatakan. Jantungku berdegup dua kali lebih kencang.
"...."

KAMU SEDANG MEMBACA
BARISTA
Teen FictionLondon, 05.00 p.m "Hi, my name is Luna" Sosok anak perempuan kecil berumur 5 tahunan dan berwajah Eropa itu mengulurkan tangannya kepada anak laki-laki sebayanya yang terlihat bingung menatap uluran tangan itu. "Ehm, i'm Milo" Ucapnya dengan canggu...