Author's POV
Luna turun tepat di halte depan sekolahnya. Ia lebih memilih naik bus karena irit uang daripada harus pesan taxi. Mamanya juga sudah pergi duluan ke tempat kerja dan Papanya belum pulang dari luar kota.
Luna sama sekali tidak tahu pekerjaan Papanya. Yang dia tahu, Papanya haja pekerja kantoran. Lagipula apa pedulinya, karena setiap ditanya Papanya selalu mengalihkan pembicaraan. Luna pun enggan bertanya kepada Mamanya.
Luna melangkahkan kakinya menuju kelas yang belum ramai. Ini masih sangat pagi,jadi wajar saja. Hanya beberapa murid yang rajin datang ke sekolah sepagi ini. Dan Luna salah satunya.
"Hei,Luna" Panggil seseorang.
Luna yang baru saja sampai di dalam kelas membalikkan badannya. Menatap sosok yang tidak asing berdiri tepat di depan pintu kelas.
"Oh hei" Jawab Luna sambil mendekati lelaki tersebut.
"Oh,jadi ini kelas lo?" Tanya lelaki itu sambil melihat seisi kelas.
Luna menyeritkan dahi.
"Menurut lo?""Ehm,temenin gue keliling sekolah dong. Mau gak?" Ajaknya.
"Mau deh, bentar gue taruh tas dulu" Jawab Luna mengiyakan.
Setelah Luna menaruh tas, ia pun berjalan bersama dengan lelaki itu tanpa tujuan karena hanya ingin berkeliling.
"Oh iya, kita belum resmi kenalan" Ucap lelaki itu sambil menatap Luna.
"Hmm. Nama gue Khaliluna Havika" Ucap Luna menjabat tangan lelaki itu.
"Lukas Descartes" Jawab lelaki itu.
"Descartes? Salah satu nama ilmuan matematika" Ucap Luna sambil mengangguk-angguk.
Lukas tertawa mendengar hal itu.
"Panggil aja gue Luke"Luna hanya mengangguk dan melanjutkan jalannya yang tanpa arah. Beberapa menit hanya dihabiskannya dengan obrolan tak bermakna. Kadang Luke juga bercanda tidak jelas.
Entah kenapa Luna merasa ada sesuatu yang aneh dengan sekitarnya yang memang sudah terlihat ramai. Banyak mata yang menatap mereka rupanya. Terutama para kaum hawa.
Drrtt..drrtt....
Ponsel Luna bergetar dalam saku jas almamaternya. Ia pun mengambilnya dan melihat nama yang sudah tak asing baginya. Luna meminta izin mengangkat telpon kepada Luke dan menjauh beberapa langkah.
"Ngapain telpon sih? Kan gue udah bilang kalo-" Ucap terpotong oleh orang di seberang telpon. Abel.
"Iya-iya gak usah ngomel dulu. Cepet balik ke kelas"
"Ada apa sih?" Tanya Luna bingung.
"Bacot deh, cepet ke kelas lo sekarang juga!"
Telpon pun dimatikan dan Luna masih bingung dengan apa yang kemungkinan terjadi. Tapi, sedetik kemudian ia berlari menuju kelasnya. Sepertinya ia tahu siapa yang datang kali ini.
Lagi-lagi Luna mengabaikan Luke. Luke terlihat bingung karena Luna yang tiba-tiba lari meninggalkannya. Lalu, ia pun ikut lari menyusul Luna.
Begitu menapakkan kaki di kelasnya. Luna kaget menemukan sosok yang tengah duduk di bangkunya. Seragamnya rapi dan terlihat baru. Dengan angkuh sosok itu memainkan pulpen yang entah milik siapa.
Luna mendekatinya dengan perlahan. Ada rasa tidak percaya dan ragu dalam hatinya. Ternyata benar, di depannya ini duduk seseorang yang sudah lama di kenalinya.
Sedari tadi Luna mengabaikan sekitarnya. Padahal banyak mata yang sedang memperhatikannya di kelas. Termasuk Annabelle yang sudah mengisyaratkan kode. Tapi seperti apa kata Luna sebelumnya, dia tidak mengerti kode apapun.
![](https://img.wattpad.com/cover/76835325-288-k535048.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BARISTA
Teen FictionLondon, 05.00 p.m "Hi, my name is Luna" Sosok anak perempuan kecil berumur 5 tahunan dan berwajah Eropa itu mengulurkan tangannya kepada anak laki-laki sebayanya yang terlihat bingung menatap uluran tangan itu. "Ehm, i'm Milo" Ucapnya dengan canggu...