Ajakan Luke benar-benar membuat Luna jadi memikirkannya sepanjang siang hari ini. Padahal itu cuma acara biasa, dia bisa saja menolaknya. Namun tidak kali ini, ia benar-benar bimbang dan belum menjawab ajakan Luke tadi malam.
Martabak manis mini yang ada di depannya kini pun terabaikan olehnya. Luna sudah larut dalam pikirannya sendiri. Bahkan, Annabelle yang ada di depannya saja diabaikan.
"LUN!" Panggil Abel berteriak.
Luna tersadar dan akhirnya menatap ke arah Abel.
"Hah? Apa?""Back to earth please, lo dari tadi ngelamun aja. Kenapa sih?" Tanya Abel heran.
"Gue bingung bel"
"Bingung kenapa coba?" Tanya Abel lagi.
Belum sempat Luna menjawab, tiba-tiba laki-laki jangkung yang kemarin menghebohkan antero sekolah sudah duduk di hadapan Luna. Dan seketika kantin menjadi riuh dengan bisikan-bisikan para gadis.
Luna mengerjap beberapa saat, sedangkan Abel tidak jadi menyuapkan nasi goreng yang hampir saja memasuki mulutnya.
"Jadi, lo mau nerima undangan gue atau enggak?" Tanya Luke to the point.
Luna masih saja terpaku, jantungnya berdegup dua kali lebih kencang. Bukan apa-apa,ia hanya terkejut karena kedatangan Luke di hadapannya ini.
"Gue harap lo nerima, karena kalo nggak mungkin gue akan kecewa" Ucap Luke lagi.
Dengan satu tarikan napas akhirnya Luna menjawab.
"Oke, baiklah. Karena gue gak mau nyakitin hati seseorang""Gue jemput jam 7 ya, jangan lupa pakai dress kemarin" Ucap Luke sambil mengedipkan matanya.
Luna hanya mengangguk dan tersenyum manis pada Luke yang sudah berjalan keluar kantin. Ini tulus, bukan terpaksa. Tapi, keputusannya tadi yang dipaksakan.
"Duh gimana nih?" Ucap Luna panik.
"Gimana apanya? Lo nerima undangannya, lo dateng, beres kan?" Ucap Abel.
"Tapi gue kan sama Levin nanti sore pulangnya, gue juga kerja hari ini" Jawab Luna bete.
"Duh, gue bingung deh sama kalian berdua. Hubungan udah gak pasti, deketnya udah kek suami isteri" Ucap Abel.
Luna menunduk, ia sangat sensitive bila membahas tentang hubungannya dengan Levin. Levin bukan pacar Luna, dan Luna bukan pacar Levin. Mereka berdua hanya nyaman dengan status mereka saat ini.
"Lo tau alasannya Bel" Jawab Luna lesu.
"Tapikan kalo gini terus, lo berdua bakal sakit. Gue amat yakin itu"
Luna mengiyakan ucapan Abel itu dalam hati. Luna tidak bisa mengelak jika ia dan Levin nanti akan sama-sama sakit. Karena pada dasarnya mereka akan bebas memilih apa nantinya. Tanpa ikatan, keduanya bebas memilih bertahan atau melepaskan.
"Lo gak nyoba tanya ke Levin tentang hubungan kalian?" Tanya Abel.
Luna menggeleng,
"Belum saatnya Bel""Astaga Luna, DEMI MARTABAK MANIS MINI LO DAN NASI GORENG ABANG ADUL YANG ENAK INI, lo harus tanyain sekarang!" Teriak Abel mengejutkan seisi kantin.
"Ppssttt... Berisik banget sih lo boneka Annabelle!" Balas Luna sambil menutup mulut Abel yang ada di depannya.
"Iya-iya nanti gue tanya, puas?" Sambung Luna.
"Nah gitu dong," Ucap Abel dengan senyum puasnya.
"Eh tapi dia dimana deh? Tumben gak nempel sama lo?" sambung Abel.
"Kemarin sih dia bilang ada urusan sama anak baru, entah apa" Jawab Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
BARISTA
Teen FictionLondon, 05.00 p.m "Hi, my name is Luna" Sosok anak perempuan kecil berumur 5 tahunan dan berwajah Eropa itu mengulurkan tangannya kepada anak laki-laki sebayanya yang terlihat bingung menatap uluran tangan itu. "Ehm, i'm Milo" Ucapnya dengan canggu...