BAB VIII
Tangisan dan Kutukan
.
.
.
Pertarungan tidak seimbang antara kakak dan adik, Ourin vs Ouran semakin terlihat mendebarkan. Masing-masing dari mereka sama sekali tak mau mengalah walau salah satunya mulai kehabisan tenaga. Melihat hal ini, Arran gemetar dan terus memanjatkan doa agar Ourin diberikan kekuatan dan dapat segera memenangkan pertarungan ini. Ia sangat khawatir karena sejak tadi sang Half Blood terus saja dalam kondisi yang terdesak.
"Useus Sarr." Ouran berbisik dan mengakhiri mantranya dengan sebuah senyum sinis.
Bunyi gedebum kembali nyaring terdengar, saat tubuh Ourin dihimpit ke pilar dengan mantra sihir yang bentuknya seperti lingkaran berbintang segi enam, kekuatan cahaya biru membuat laki-laki itu tak bisa sekadar hanya untuk mengangkat satu jari tangannya.
Tubuh Ourin rasanya seperti tersegel, ada yang membuatnya merasa berat dan sesak seperti tertimpa pilar raksasa ini, namun mata telanjang hanya menampilkan sihir Ouran yang benar-benar membuatnya kewalahan.
"Heh, bagaimana? Apa kau menikmatinya, Half Blood?" Ouran memanggil pelayan, untuk menyerahkan handuk hangat kepadanya. Ia kemudian membersihkan wajah dan telapak tangannya yang agak berkeringat, kemudian tersenyum sinis ketika tak juga mendengar suara sang kakak sebagai jawaban.
"Tidak ada jawaban. Apakah kau masih berusaha? Kalau begitu, mari kita akhiri."
Tepat setelah perkataan itu terucap, Ouran kembali menggunakan Serbuk Perak untuk membentuk pedang-pedannya. Senjata itu melayang, dan siap dilesatkan kepada Ourin yang masih tak berdaya dan seolah menempel dengan pilar.
Tangan sang Raja yang awalnya berada di sisi tubuh, kini terangkat untuk mengendalikan senjatannya. Ia pun tersenyum sekali lagi, dan mengayunkan kelima jemari menandakan senjata yang berasal dari Serbuk Perak akan memelesat dan menusuk habis tubuh Ourin yang masih tersegelkan mantra.
"Ourin!" gadis berambut kemerahan sontak berlari karena melihat kelima senjata memelesat ke arah Ourin yang menjadi bidikan. Hal itu membuat Ouran terkejut, namun ketika pedang nyaris mengenai wajah Arran, gadis itu meneteskan air mata hingga tiba-tiba tanah berguncang, begitu pula dengan kelima pedang yang terpantulkan seolah ada dinding kasat mata yang melindungi Arran dan Ourin.
Sang gadis berambut merah kemudian menatap Raja Ouran dengan rasa marah, bibirnya ia gigit dan air mata telus mengalir ke pipi.
Slap! Slap! Slap!
Tanah yang telah berhenti terguncang, membuat orang-orang terdiam dan menghela napas, namun ketika menolehkan wajah ke arah sang Raja, mereka semua terbelalak, begitu pula dengan reaksi Arran dan Ourin. Sementara itu, Ouran hanya membeku karena merasakan tubuhnya yang mendadak perih bukan main, ada yang seperti menusuk perut dan dadanya. Ketika ia menundukkan kepala, terlihatlah tombak-tombak para pengawal yang berjaga mengelilingi aula kini tertancap ke tubuhnya.
Sihir yang membelenggu Ourin luntur, hingga laki-laki itu terbebas dan jatuh ke lantai. Di depannya berdiri Arran yang masih terdiam dan bergetar karena menyaksikan sosok Ouran yang terluka parah, terbatuk darah dan jatuh berlutut.
"Arran," bisik Ourin dan melangkah, ia melihat sang gadis masih membeku dengan ekspresi kaku, air mata sudah berhenti, namun sisa-sisanya masih ada di pipi.
Ketika kedua telapak tangan Ourin menyentuh bahu sang gadis, Arran tersadar dan langsung kembali ketakuan saat menyadari tubuh Raja Sahraverta ke- 7 terlihat sangat mengkhawatirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ou(rin)ran - Break The Ice (End)
Fantasy#HR25Fantasy Ourin dan Ouran, dua kakak beradik berbeda ibu. Yang satu adalah Raja muda Kerajaan Ferifatyn dan yang satu lagi anak yang tak diakui sang ayah; Raja Sahraverta keenam. Ouran Liam Sahraverta yang membenci sang kakak dan seorang Ra...