XXIX. Mengambil Hati Arran

201 30 12
                                    

XXIX

Mengambil Hati Arran

.

.

.

Istana beraura kelam dan didominasi warna kelabu menjadi pemandangan yang sebenarnya cukup membosankan dilihat khalayak umum, tetapi tidak bagi mereka para iblis. Suasana seperti ini sangat sempurna, bagi mereka kekautan adalah jaminan nomor satu untuk bisa bertahan hidup, meski pada dasarnya iblis memang memiliki usia yang relatif amat panjang.

Di singgasana beralas beludru, duduk sang penguasa yang sedang memandang entah apa di depannya, tatapan itu terlihat kosong, bibirnya sesekali tersenyum begitu tipis, berucap nyaris sangat pelan dan bahkan seperti bisikan. Dari belakang tubuhnya, sang Iblis berupa dan bertubuh anak kecil dengan rambut merah muda masih terus berada di sisinya.

Sang Raja telah mendapatkan apa yang dia cari, sesuatu yang akan membuat rencananya akan berjalan sesuai dengan keinginan.

Kembali ke Ferifatyn, Daveus tersadar dari lamunannya, kemudian ia menghela napas dan menatap seorang gadis berambut kemerahan yang terlihat selalu ceria bersama Ourin dan Ouran.

Berpikir jika dari yang telah diprediksikan nanti, kemungkinan Lucifer akan mengambil jalan ini untuk mencoba menakhlukkan Ourin agar berpihak kepada mereka. Namun, baik dirinya ataupun Lucifer sangat tahu bahwa tak mudah untuk mengalahkan sang Raja Muda kerajaan Ferifatyn.

.

.

.

Kerajaan para duyung tengah mempersiapkan prajurit seperti yang disepakati bersama Raja Ferifatyn dan Pangeran Surtaherus, mengingat Lucifer telah terang-terangan ingin berperang dan merebut kerajaan yang telah ada sejak masa lampau. Sebagai seorang Ratu, Miranda memberi pembelajaran dan didik agar kelak bisa menggantikan posisi dirinya.

Ia sebenarnya tidak terlalu yakin, mengingat bagaimana tabiat putrinya itu, ia berjalan, dan mendekati anaknya yang tengah berlatih mengendalikan lautan. Tersenyum kecil ketika melihat buah hatinya itu cukup mahir melakukan hal ini.

"Gisella, bagaimana keadaanmu?" beberapa hari yang lalu, Miranda baru saja sampai dikerajaannya setelah pergi ke Ferifatyn untuk menghadiri undangan yang diberikan Raja Sahraverta ketujuh itu. Dengan menaiki kapal, dan tak memiliki kemampuan untuk melakukan sihir seperti para penghuni Delaverna ataupun Ferifatyn, membuat mereka harus melakukan perjalanan berhari-hari di lautan. Bersyukur Miranda bisa mengendalikan laut, hingga dirinya mendorong kapal agar berlayar lebih cepat.

"Saya baik-baik saja, Ibunda." Gisella menghentikan kegiatannya, dan menatap ibunya kemudian membalas senyuman itu.

"Aku mendengar dari pelayan pribadimu, kalau kau melanjutkan penelitianmu agar bisa menemukan Ratu Auroran? Putri Gisella, dia telah menghilang semenjak ribuan tahun lalu, itu sebabnya para Siren tidak bisa dikendalikan lagi." Mengehela napas, Miranda membawa kakinya untuk melangkah dan duduk di samping sang putri.

Para duyung memang memiliki dua wujud, yaitu setengah manusia dan ikan dan satu lagi adalah berwujud manusia seperti pada umumnya, yang membedakan hanya selaput yang ada di sela jari-jari mereka, kuku runcing perak dan sisik yang tersisa di dekat pergelangan tangan hingga siku. Di bagian belakang telinga para duyung juga terdapat celah untuk insang yang bisa mereka kendalikan atau tidak jika di dalam air maupun di atas tanah.

"Namun, akan sangat membantu jika kita berhasil menemukan Ratu Auroran, Ibunda."

Miranda menggeleng kepalanya, wajahnya yang jelita terlihat sendu, tidak mudah menemukan Ratu para Siren itu di lautan lepas. Apalagi jika tidak menemukan pulau dan malam sudah menjelang, salah langkah para pencari bisa menjadi santapan Siren.

Ou(rin)ran - Break The Ice (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang