[LENGKAP]
Cerita ini sudah tamat dan terbit dalam bentuk ebook. Link ada di bio saya
***
(18+)
Kaisar Yashou dengan segala pesona akan ketampanannya menyebar luas dengan berita kekejamannya dalam menghukum siapapun yang menolak perintahnya. Sisi ge...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gemerlap bintang yang semalam menemani bulan perlahan menghilang berganti dengan sebuah sinar jingga yang muncul dari ufuk timur. Sinar bulan yang memancarkan keagungan mulai redup. Sang mentari tampak malu-malu menunjukan wajahnya dan bersembunyi dibalik awan. Meski begitu goresan cahaya jingga miliknya yang indah di langit biru menggambarkan pagi yang cerah. Kicauan burung yang terbang dari satu pohon ke pohon lain ikut meramaikan suasana pagi bersamaan dengan masyarakat yang memulai aktivitasnya di pasar. Suara ayam jantan berkokok menggema dan bersahutan antar rumah warga Desa Ting hingga rumah besar ditengah kota.
Seorang gadis berparas cantik dengan kulit seputih susu, mata bulat dengan iris mata coklat, hidung mungil mancung, serta bibir tipis berwarna merah ranum terlihat berjalan dengan dua orang pelayan dibelakangnya. Hanfu dengan bahan sutra kualitas terbaik menandakan bahwa ia seorang bangsawan. Kehadirannya di Kerajaan Guen membuat banyak pertanyaan dan opini di hati masyarakat tentang jati diri gadis itu. Siapakah gadis itu sebenarnya?
Gadis itu adalah Yue Jian Ling. Jian Ling atau yang sering disapa An Ling merupakan putri Raja Yue In dari Kerajaan Ying dengan seorang wanita biasa berkebangsaan Guen, Su Jin. Selama ini, An Ling belum pernah sama sekali bertemu ayah beserta keluarganya. An Ling tentu tahu bahwa dirinya adalah putri Kerajaan Ying, namun hingga sampai sekarang ia tidak tahu alasan dirinya tinggal di Kerajaan Guen.
Sejak usianya menginjak dua tahun, An Ling tinggal di rumah itu bersama delapan prajurit, dua tabib, lima pelayan, empat koki, dan satu pengawal pribadi, hingga usianya kini yang beranjak dua puluh tahun. Dalam hati, An Ling ingin kembali ke Kerajaan Ying dan berkumpul dengan keluarganya disana. Namun sepertinya hal itu hanya akan menjadi angan-angannya saja. Raja Yue sama sekali tidak pernah mengunjungi An Ling. Bahkan meski An Ling mengirimkan surat, sang raja tidak pernah membalasnya. Hal itu membuat An Ling pesimis. Kekhawatiran tentu muncul dalam dirinya. Apakah sang ayah sangat membencinya karena selir kesayangannya meninggal setelah melahirkannya dulu?
Entahlah.
An Ling hanya dapat mengira-ngira sekarang. Guang Ho, sang pengawal pribadinya mengatakan bahwa ibundanya meninggal setelah melahirkannya dulu. Tapi An Ling sampai saat ini tidak yakin akan hal tersebut. Meski Guang Ho berkata demikian, dia tidak pernah bercerita dimana ibundanya dimakamkan. Bahkan ketika An Ling menanyakan hal ini, Guang Ho sering mengelak dan menghindar seperti ada sesuatu yang ditutupi. Padahal An Ling ingin mengetahuinya meski dirinya tidak tahu seperti apakah wajah ibundanya dulu. Guang Ho berkata bahwa wajah An Ling memiliki banyak kemiripan dengan Selir Su Jin.
Untuk menghalau kesedihan, An Ling menghibur dirinya dengan sebuah pedang. Berlatih bertarung atau terkadang hanya mempraktikan jurus yang Guang Ho ajarkan.
"Yu, ambilkan pedang!" perintah An Ling pada salah satu pelayannya. Pelayan yang dipanggil Yu itu, pergi dan kembali dengan sebuah pedang dengan sarung berwarna merah dan motif naga serta balutan emas di setiap sudut motif pedang tersebut. Pedang itu merupakan satu-satunya peninggalan Raja Yue In yang diberikan pada Su Jin ketika menikah. An Ling terkadang menggunakan pedang itu untuk latihan walau kegunaan utama pedang itu untuk melindungi diri dikala bahaya.