Abang Angkot Sarjana Sastra Inggris

122 18 1
                                    

Siang itu gue sama Siwi pulang sekolah, hari itu mendung, untung belom hujan. Dan seperti biasa, kita melewati Tanjakan Agak Jahanam.

Tiba-tiba di depan kita ada angkot warna hijau, isinya ada abang angkot, Radit (waktu itu dia masih jadi pacar gue, tapi ketika gue nulis ini, gue sama dia udah putus), Taufik, Oka, dan satu anak lagi, gue nggak tau namanya siapa.

Akhirnya gue sama Siwi naik angkot itu. Gak lama kemudian si Abang Angkot ini ngomong ke Radit, "Belom pada pulang, ya?" Dijawab sama si Radit dengan nada malu-malu anjing, "Belom, Bang."

Setelahnya, abang angkot menanyakan sesuatu kepada gue yang Maha Suktol ini.

"Bahasa Indonesia-nya 'lucky' (baca: Laki) apaan, Neng?" Tanya abang angkot itu ke gue, dia melirik ke arah spion tengah.

"Beruntung?" Jawab gue ngasal. Dan tolol.
"Jih, bukan, laki mah 'boy'!" Sambung Oka.
"Itu bener kata si Neng-nya!" Tutur abang angkot itu.

"Yeee! Bener si Macin, kan!" Kata Siwi. Radit menahan tawa. HALAH, KETAWA MANTAN ITU RASA KULIT RAMBUTAN.

Sedangkan cowok di sebelah gue diem aja.

Tak lama kemudian, angkotnya jalan ke depan. Ya iyalah, masa ke atas! Terbang jadinya.

Hujan mulai membasahi Kota Bogor. Dingin. Tapi gue masih merasa hangat, karena di sebelah gue ada orang yang gue suka. ANJAY. Kok gue nulis cerita ini rada sedih, ya?

Lanjut.

"Kalau Bahasa Inggris-nya cinta apa?"
"'Cinta' mah nama saya, Bang." Gue agak tersungging.
"Cinta mah Macin sama Radit, Bang!" Lanjut Oka.

Gue malu satu kabupaten, anjir.

Abang angkot itu masih menanyakan Bahasa Inggris ini dan itu apa.

"Abang Sarjana Sastra Inggris, ya?" Tanya gue. Mungkin suara gue gak kedengeran karena hujannya deres banget.
"Hah?"
"Sarjana Sastra Inggris."
"Iya, Neng, abang dulu anak Sasing."
"Oh, begindang. Pantesan, Bang."

Dan akhirnya abang angkotnya sadar kalo cowok yang duduk di sebelah gue dari tadi diem aja.

"Itu kok si Boy yang duduk di pojokan diem aja?" Tanya abang angkot.

For your information, gue punya geng yang namanya Sky Kid atau biasa disebut Anak Langit, isinya gue sama temen-temen kelas 8 gue.
Gue dan anak-anak Sky Kid suka ngakak kalo denger yang namanya Sinetron Anak Jalanan, dan kalian pasti tau kalau nama pemeran utamanya adalah Boy.

"Boy mah yang main anak jalanan kali, Bang!" Tutur gue.
"Iya, Si Boy Anak Tukang Sampah." Kata abang angkot itu dengan ekspresi datar.

Disitu gue sama Siwi ngakak gak ketulungan. Begitupun Radit, Taufik, dan Oka. Tapi si Boy masih memasang muka datar.

"ANJIR, BOY ANAK TUKANG SAMPAH! PANKREAS GUE KEJANG-KEJANG!" Jelas Siwi sambil berngakak-ngakak ria.

Selama hujan siang itu, gue, Siwi, Radit, Taufik, dan Oka berbahagia, sehat, dan sentosa.

"Nama kamu siapa?" Tanya abang angkot itu ujug-ujug.

Siwi menjawab, "Nama saya Siwi, yang Suktol di depan saya namanya Macin. Yang duduk di sebelah Macin namanya Radit, yang duduknya di antara saya namanya Oka sama... nama lu siapa?"
"Topik." Gue memberi tempe kepada Siwi, karena dia gak suka tahu.

Di lampu merah Yasmin, Radit turun, karena emang rumahnya di Taman Yasmin.
"Dah!" Radit berpamitan kepada kami.
"Awas jatoh." Gue bercanda. Tapi perasaan gue ke dia gak sebercanda itu. ANJAY.

Waktu Radit hendak keluar dari angkot, dia kepeleset. Emang kebiasaan tiap kali turun dari angkot dia sering kepelet sendiri. Aneh.

"Nah, kan, baru aja dibilangin." Ucap gue.
"Sama-sama, Bang." Dia membayar 2 ribu rupiah kepada abang angkot itu. Sebelum dia menyeberang jalan, dia melambaikan tangannya ke gue sambil tersenyum.

PESAN UNTUK PARA PEMBACA, INI BUKAN CERITA ROMANCE ATAU TEEN FICTION. TAPI GUE SENDIRI KALO NGINGET-NGINGET JADI BAPER :"

Nggak lama kemudian, ada anak laki-laki dari sekolahan lain yang duduk di sebelah abang angkot.

Ditambah ibu-ibu yang sepertinya habis pulang dari pasar. Tapi abang angkot itu masih aja ngoceh bin ngereceh.

"Disini siapa yang Sukipat?" Tanya abang angkot.
"Sukipat apaan, Bang?" Tanya gue gak ngerti.
"Sukipat, anak yang keempat." Jelasnya.

Ini abang angkot udah Sarjana Sastra Inggris, hobinya ngereceh pula. Memang benar-benar Abang Angkot Goals 2k17.

"SUKIPAT, ANJIR! GUE SUKIPAT, CIN!" Siwi teriak dengan tawa yang tak terhentikan.
"GUE SUKINEM, SIW!" Gue mengajukan diri untuk menjadi anak yang keenam.

"Yang ini Sukione." Abang angkot menunjuk laki-laki yang duduk di sebelahnya. Gue dan Siwi heboh sendiri.
"Sukithree si Radit!" Tutur gue.
"Sukipat Siwi. Pokoknya gak mau tau, gue Sukipat." Siwi menepuk-nepuk dadanya.
"Sukifive si Topik,"

"Tunggu, Cin, yang anak kedua siapa?" Tanya Siwi.
Gue melihat si Boy sedang melihat ke luar jendela.
"Si Boy Anak Tukang Sampah aja!" Gue beride.

Gue sama Siwi ngakak sampe ke selaput meninges.

Oka dan Taufik turun dari angkot.

Alhasil di dalam angkot itu tinggal ada gue, Siwi, dan si Boy.

"Turun di mana, Boy?" Tanya gue yang sebenernya gak tau nama asli di siapa.

Eh, dia bengong.

"Udah, Cin, jangan digituin, nanti nangis." Ujar Siwi.
"Oke, sorry-sorry nih ya, Boy." Gue meminta maaf kepada Boy.

Akhirnya Boy turun. Tinggal gue, Siwi, dan Sukione. Gue berbincang dengan Siwi, gue pengen bikin lagu tentang si Boy anak tukang sampah.

Tak lama kemudian, giliran gue yang turun. Kalau Siwi masih jauh. Dan gue sebagai anak Suktol, tidak akan melupakan Abang Angkot Sarjana Sastra Inggris itu.

Dan sampai sekarang, gue belum menemukan Abang Angkot Sarjana Sastra Inggris itu lagi. Selalu menjadi Abang Angkot yang Teladan ya, Bang :) We will never forget you.

Diary of Suktol PeopleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang