aku & dia

10 2 0
                                    

Aku berjalan keluar sekola. Kadang terhenti ketika siswa lain mengajak ku berbicara. Macam-macam, ada yang mengembalikan kalkulator, menembalikan buku atau bahkan menagih uang kas ekskul. Akhirnya, aku kelar dari sekolah ini tepat jam 3 sore. Aku berjalan menuju stasiun lalu berdiri di peron sendirian seperti biasa. Sampai seseorang berdir disampingku sejajar. Itu Dinar. DIa terlihat lelah, malah sampai sesak untuk bernapas. Aku hanya menatap nya bingung

"Untung masih kekejar" ucap nya santai dengan nafas yang masih ngos-ngosan. Kali ini, ia tersenyum lagi. Senyum kedua yang kulihat kembali. Aku hanya membalas senyumannya lalu beregas masuk ke kereta kalau tidak ingin telat pulang ke rumah. Kereta lumayan ramai. Dinar berdiri disampingku. Ini pertama kalinya selama 6 bulan ini. Ia memandang ku. Kereta melaju. Stasiun pemberhentian ku lagi satu.Dinar membuka percakapannya

"Adreena, punya hp gak?" tanya nya. Aku mengangguk

"Punya pulsa?" tanya nya. Aku mengangguk lagi

"Boleh pinjam?" tanya nya lagi. Aku mengangguk lagi dan memberikan ponsel ku kepada Dinar.  2 menit ia menekan layar ponsel ku lalu mengembalikanya kembali.

"Makasih" jawab nya sambil tersenyum dan mengembalikan ponsel ku. Aku masih kebingungan. Namun, kereta ini berhenti distasiun pemberhentian ku. AKu bergegas keluar kereta. Dinar mengikuti ku. Ini pertama kalinya dia turun di stasiun ini. Aku tak berani bertanya. Ia berjalan disamping ku.

"Dari sini ke rumah biasanya jalan ?" tanya nya. Aku mengangguk. 

"Mau dianterin?" tanya nya. Aku hanya diam. Malu, pipiku memerah. Dinar mengikuti sampai rumah. Aku bergegas masuk rumah

"ga mau bilang apa-apa?" tanya Dinar

"makasih" jawab ku sambil menunduk

"lo makasih sama siapa?" tanya nya

"Sama kak Dinar"

"Tapi malah liat trotoar. Memang gue mirip trotoar apa yah? kotak kotak gitu" jawabnya. Aku hanya diam menahan malu.

"Iya deh, sama-sama Adreena"kak Dinar mengikuti ku menatap trotoar.

"Gue pamit" ucap nya sambil mengacak rambutku lalu sedikit berlari ke arah stasiun lagi. Ia melambaikan tangannya sambil tersenyum.

Hari ini penuh kejutan. Esok pun seperti ini, masih misteri dan mungkin saja akan menjadi kejutan bagi ku. 

--------------------------

Aku bergegas keluar rumah dengan wajah yang berseri-seri.

"Pagi, Adreena" sesorang menyapaku ketika aku baru saja keluar gerbang rumah. Itu kak Dinar. Aku terejut. Amat sangat tekejut

Aku berjalan dengan kak Dinar menuju stasiun, menunggu di Peron lalu masuk kedalam kereta dan duduk dengan rapi.

"Udah sarapan belum?" Kak Dinar membuka percakapan. Aku mengangguk.

Kereta ini berhenti di pemberhentian pertama. Seorang ibu hamil baru saja masuk. Kak Dinar otomatis berdiri. Memberikan ibu hamil itu tempat duduk. Ibu hamil itu hanya tersenyum. Kereta kembali melaju.
"Dek" ibu hamil itu berbisik pada ku
"Ya?" Jawabku
"Pacarnya?" Ibu itu melirik ke arah Dinar. Aku menggeleng "bukan"
"PDKT?" Tanya ibu hamil itu kembali
"Gatau juga"
Ibu itu hanya tertawa.
Kak Dinar menatap ku bingung. Aku menggeleng.

Kami sudah turun dari kereta. Berjalan ke arah sekolah.
"Tadi ibunya bilang apa?" Tanya kak Dinar
"Katanya, tali sepatu kak Dinar belum diikat" ucapku sambil melihat tali sepatu kak Dinar yang terlepas. Kak Dinar refleks melihat ke arah bawah. Ia lalu mengikat tali sepatunya.

"Cita-cita kamu apa?" Tanyanya
Aku mengangkat bahu
"Udah kelas 11 belum tau cita-cita?"
Aku mengangguk "kalau kak Dinar?"
"Adreena maunya aku jadi apa?"
"Jadi orang yang berguna bagi keluarga, negara dan agama. Hehe"
"Amin deh"

Tak terasa aku dan kak Dinar sudah di depan gerbang sekolah.
"Yaudah kak, aku ke kelas yah" ucapku. Kak Dinar mengangguk.

Kelas ramai. Arnita belum datang. Aku mengambil airpods dari dalam tas lalu memasangkan ke telingaku.

Hari itu, yang ku inginkan hanya pulang dengan cepat dan bertemu kak Dinar.
‐-------
Jam pulang tiba, aku buru-buru keluar kelas. Aku sudah berjalan ke arah stasiun kereta. Sudah hampir sampai tapi tak ada tanda-tanda kak Dinar. Sampai sebuah klakson motor mengejutkan ku.
"Adreena" itu kak Dinar. Ia mengendarai motor. Motor vespa. Aku bingung
"Kali ini ga usah naik kereta yah" ucap kak Dinar
"Kenapa?"
"Kalau naik kereta ga bisa kemana-mana"
"Memang mau kemana?"
"Jalan yuk" ajak kak Dinar
"Kemana?"
"Kamu maunya kemana?"
"Mau pulang"
"Hmm yang lain"
Aku mengangkat bahu
"Yaudah ikut aja yuk" ia menyodorkan sebuah helm kepadaku. Aku lalu memakai helm itu.

Kak Dinar membawaku ke kedai kopi.
"Suka kopi?"
Aku menggeleng
"Yah Adreena masih anak kecil" kak Dinar meledekku. Aku hanya terdiam
"Kita pindah tempat aja, gimana? Yuk"
"Ga usah, ada coklat kok" aku menunjuk menu di papan depan kedai tersebut.
Aku dan kak Dinar akhirnya tidak jadi pindah tempat. Ia memesan satu cangkir kopi pahit dan aku segelas coklat dingin.
"Adreena suka baca yah?"
Aku mengangguk
"Aku ga suka baca"
"Kenapa?"
"Aku lebih suka berbincang"
"Kenapa?"
"Kalau berbincang ga sendiri. Pasti ada teman yang diajak berbincang. Aku ga suka sendiri"
"Aku suka sendiri"
"Oh ya? Berarti aku hebat bisa berbincang Adreena"
"Bisa jadi"
"Kamu suka olahraga?"
Aku menggeleng
"Olahraga cuman pas jam pelajaran olahraga aja yah?"
Aku mengangguk sambil tertawa. Kak Dinar ikut tertawa

Siang itu perbincangan kami semakin hangat. Tak ada canggung lagi. Sisi lain dari kak Dinar baru kutahu siang itu. Laki-laki yang sangat berbanding terbalik denganku. Dia suka kopi, aku tidak. Dia suka olahraga, aku tidak. Aku suka rendang, dia tidak. Kesamaam kami hanya, kami sama-sama sedang duduk di kedai ini.

Aksara bisuWhere stories live. Discover now