Empat bulan terlewati. Kak Dinar telah menyelesaikan hari ujian terakhirnya. Sejak di kedai kopi itu, kami hanya bertemu saat pergi sekolah di kereta. Kak Dinar fokus dengan ujiannya. Hari ini kak Dinar menyelesaikan ujian nasional terakhirnya.
Hari itu aku sedang duduk di balkon rumah sambil membaca novel.
Seseorang memberhentikan motornya di depan rumah. Aku memperhatikan sosok itu dari balkon. Itu kak Dinar. Ia menggunakan kaos hitam dan celana berwana krem.
Laki-laki itu terlihat bingung. Akhirnya ia memberi salam. Ku lihat bibi membuka pagar untuknya dan menyuruhnya masuk.
Aku buru-buru masuk ke dalam kamar. Bibi mengetuk pintuku.
"Ya bi?" Tanya ku
"Ada yang cari mba Adreena"
"Oh iya bi"
Aku segera turun dengan setelan piyamaku.
"Adreena?" Kak Dinar terlihat bingung
"Ada apa kak?"
"Hmm kamu ga liat hp yah?"
"Memang ada apa?"
Kak Dinar tertawa. Aku buru-buru ke atas dan mengambil ponselku. Ku lihat ada sms dari kak Dinar. Ia mengajakku jalan.
Aku lalu turun lagi.
"Kak, 10 menit yah?" Tanya ku. Kak Dinar hanya mengangguk. Aku buru-buru mengganti baju.
Setelan celana kain berwarna hitam dengan kemeja berwarna baby blue.
"Yuk" kak Dinar beranjak dari tempat duduknya
"Kemana?" Tanya ku
"Kamu mau nya kemana?"
Aku mengangkat bahu
"Bosan ga di rumah terus?" Tanya nya
"Ga juga, aku betah di rumah"
"Tapi mau kan jalan sama aku?"
Aku mengangguk
"Yaudah yuk"Kak Dinar mengendarai vespanya. Sejujurnya, hubunganku sama kak Dinar pun belum jelas. Aku masih menyimpan perasaanku rapat-rapat. Setiap kak Dinar memberi kode aku hanya bisa mengalihkan pembicaraan.
Kak Dinar memberhentikan motornya di sebuah galeri fotografi. Ia menarik tanganku untuk masuk.
Galeri itu tak terlalu ramai. Pencahayaannya bagus. Tidak terlalu gelap dan tidak terlalu terang.
Ku lihat kak Dinar memperhatikan satu persatu foto di dinding.
Aku masih menatapnya bingung
"Adreena, aku bukan bingkai foto" aku tertangkap basah sedang menatap kak Dinar. Aku lalu mengalihkan pandangan ku ke arah bingkai foto di depan kami.
"Kenapa? Kamu bingung?"
"Iya" ucapku
"Ini galeri foto ayahku" ucap kak Dinar
"Nah itu ayahku" sambung kak Dinar sambil melihat ke arah seorang bapak-bapak yang sedang berbincang dengan beberapa orang
"Dinar" laki-laki itu memanggil kak Dinar. Kak Dinar menghampirinya. Aku mengikutinya dari belakang.
"Fotonya bagus, Yah" ucap kak Dinar
"Iya dong, ayah nya siapa?" Ku lihat ayah kak Dinar tipe ayah yang dekat dengan anaknya. Berbeda dengan ayahku yang sangat tegas.
"Eh siapa ini gadis cantik?" Ayah kak Dinar menatapku
"Ini Adreena"
"Oh ini Adreena yang sering Dinar ceritakan?"
Aku hanya tersenyum lalu menyalami ayah kak Dinar.
"Yaudah, santai aja yah. Ayah mau kesana dulu" ayah kak Dinar lalu meninggalkan kami
"Ayah kak Dinar baik yah?"
"Iya, anaknya emang ga baik?"
Aku tidak menjawabnya lalu berjalan ke arah bingkai foto yang lain. Kak Dinar hanya tersenyum
"Ayah kak Dinar fotografer?"
Kak Dinar menggeleng "bukan, ayah seorang pengusaha sepatu"
"Tapi hasil fotonya bagus yah"
"Iya, hobi ayah fotografi"
"Kalau ayah Adreena?"
"Ayah aku arsitek"
Kak Dinar hanya ber-oh ria
"Oh iya, kamu harus liat foto yang ini. Yuk kita kesana" kak Dinar menarik tanganku
Ia berhenti di depan sebuah bingkai foto. Itu fotoku tengah duduk di kereta yang cukup sepi. Ku tebak itu saat pulang sekolah. Aku sedang memakai airpods ku dan membaca novel.
Aku mengalihkan pandanganku ke kak Dinar seolah bertanya apa dia yang memotretnya. Kak Dinar seperti mengerti pertanyaanku. Ia lalu mangangguk.Sehabis berkeliling galeri itu, kak Dinar mengajak ku makan siang di seberang galeri ini. Ada sebuah warung makan yang sangat sederhana. Kata kak Dinar makanannya enak.
Warung ini seperti warteg tapi versi lebih baik saja. Kak Dinar memesan dua piring. Untuk aku dan dirinya. Kami duduk di kursi panjang dan meja di depannya
"Kamu ga mau nanya kapan foto tadi aku ambil?" Kak Dinar membuka percakapan
"Memangnya kapan?"
"Waktu pertama kali aku liat kamu"
"Kenapa?"
"Ya lucu saja, ada anak kecil berani naik kereta sendiri. Hahaha" kak Dinar tertawa. Perbincangan kami usai karena pemilik warung membawakan kami dua piring makanan. Kami melahap makanan itu. Benar kata kak Dinar, makanannya lezat sekali.Seusai dari warung itu, kak Dinar mengajakku ke kedai kopi yang pernah kami datangi sebelumnya. Seperti biasa, kak Dinar memesan kopi pahit itu dan aku memesan coklat dingin.
"Adreena, kalau aku ga lagi naik kereta sama kamu gapapa?"
"Kak Dinar mau naik motor sekarang?"
Ia menggeleng "aku kan kuliah"
"Memang kuliahnya ga disini?"
Kak Dinar terdiam sejenak sampai pelayan meletakkan pesanan kami.
"Aku bakal kuliah di Singapura"
Kali ini aku yang terdiam
"Are you okay?" Kak Dinar memastikanku. Aku mengangguk.
"Kenapa ga kuliah disini?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulutku.
"Karena aku dapat beasiswa. Singapura ga jauh kok. Aku bisa bolak balik Singapura-Indonesia"
"Oh begitu, selamat yah kak. Kapan berangkat?"
"Dua hari lagi"
"Secepat itu?"
"Kenapa?"
Aku menggeleng. Kak Dinar terdiam mungkin dia bingung akan sikapku yang seolah tak ingin ia pergi.
"Lusa mau ngantar aku ke bandara?" Tanya kak Dinar. Aku menggeleng "aku kan sekolah"
"Oh iya yah"
Aku terdiam lagi lalu meneguk coklat dinginku.
"Aku punya sesuatu buat kamu, sebentar" kak Dinar berlari ke arah kasir. Kasir itu memberikan kak Dinar sebuah paper bag lalu berlari ke arah ku lagi.
"Nih buat Adreena" ia menyodorkan paper bag itu. Aku melihat isinya sebuah buku schedule dengan warna krem.
"Aku tau kamu anaknya pelupa, jadi aku belikan itu"
"Makasih, tapi ini kado perpisahan?" Tanya ku lalu memasukkan buku itu ke paper bag lagi. Kak Dinar terdiam.
Suasana antara kami menjadi canggung sampai kak Dinar mengantarku pulang ke rumah."Makasih yah kak"
"Iya sama-sama"
"Mau masuk dulu ga?"
Kak Dinar menggeleng
"Oo ya udah, sukses yah kuliahnya"
"Iya, makasih" suasanya semakin canggung
"Yaudah aku masuk dulu kak" ucap ku
"Adreena" kak Dinar mengambil tanganku
"Tunggu aku yah" ia menyambung kalimatnya
"Tunggu buat apa?"
"Ya tunggu saja" ucap nya masih menggenggam tanganku
"Iya aku tunggu"
Kak Dinar tersenyum
"Ini tangan ga mau dilepas?"
Kak Dinar lalu melepas tanganku lalu menggaruk kepalanya yang ku tahu itu tidak gatal. Ia malu
"Aku masuk dulu yah. Terima kasih hadiahnya. Maaf ga bisa antar kak Dinar ke bandara" aku lalu masuk ke dalam rumah dengan perasaan yang campur aduk.
Senang. Sedih. Aneh. Canggunh. Semua bersatu seperti ingin meledak
YOU ARE READING
Aksara bisu
Novela JuvenilCinta yang indah itu... ketika kamu tak mengungkapkan nya ia akan selalu ada diruang hatimu sepanjang masa