Pergi

14 3 0
                                    

Malam itu aku benar di jemput oleh kak Dinar serta kedua orang tuanya. Untuk pertama kali aku bertemu bunda nya. Wanita itu cantik dan sangat ramah.  Berkali-kali ia mengatakan aku cantik. Bisa jadi sekarang pipi ku sedang merah karena malu. Kak Dinar adalah anak tunggal. Tak ayal kedua orang tua nya sangat menyayangi dirinya.

Kami mengantar kak Dinar hingga pintu keberangkatan. Ia memberikan ku hadiah lagi. Ipod kesayangannya. Katanya untuk ku dengar jika bosan di kereta.

Hanya itu, ia tidak mengungkapkan perasaannya padaku hingga keberangkatannya.

Malam itu terakhir kali pertemuanku dengan kak Dinar
-----
Pagi sudah tiba lagi. Aktivitasku kembali seperti biasa. Naik kereta sendiri. Duduk disana sendiri. Berjalan ke arah sekolah juga sendiri.

"Adreena" itu Juan, teman SD ku dan sekarang satu SMA juga dengan ku
"Eh Juan" aku balik menyapanya. Ia bersama dengan satu temannya.
"Ini Raka, kamu masih ingat?" Raka menunjuk laki-laki di sampingnya.
"Raka yang mana yah?"
"Aku teman SD mu juga kok" laki-laki bernama Raka itu memberikan informasi tentangnya. Aku masih sulit mengingatnya.
"Aku Raka yang pernah kamu gunting bola plastiknya di sekolah" ia masih berusaha mengingatkanku.

Ya aku ingat, itu cerita yang sangat ku ingat saat sekolah dasar. Saat itu aku berjalan bersama teman-temanku dari kantin membawa minuman gelas. Tiba-tiba sebuah bola mengenai kepala temanku dan membuat tumpah minumannya. Baju temanku kotor. Aku yang masih kecil lantas  marah sekali kepada anak laki-laki yang menendang bola itu. Tanpa minta ijin aku mengambil bola itu lalu mengguntingnya di dalam kelas karena kesal sekali. Aku lalu melempar bola itu lagi ke arah laki-laki itu. Laki-laki itu Raka. Saat itu ia marah kepada ku tapi aku mengabaikannya. Sampai saat ini aku tidak merasa bersalah akan hal itu.

"Oh Raka yang itu" ucapku
"Dia baru pindah kesini" Juan menjelaskan
"Ooo kenapa pindah?" Tanya ku
"Orang tua ku pindah"
Aku hanya ber-oh ria
"Kamu mau ke kantin? Bareng aja yuk" Tanya Juan
Tadinya sih begitu, cuman ku urungkan saja niatku ke kantin
"Ga kok, aku mau ke kamar mandi"
"Ooh ya udah kita ke kantin dulu yah" Juan dan Raka pamit.

Kenapa aku menolaknya? Atau jangan jangan aku masih kesal dengan Raka?
---------
Hari demi hari berlalu, sudah tiga bulan sejak kepergian kak Dinar. Seminggu lagi ujian kenaikan kelas. Aku sudah mulai mempersiapkan semua nya seperti biasa. Hari itu seperti biasa aku berjalan pulang ke arah stasisun. Suara klakson motor tiba-tiba mengagetkan ku. Itu Raka
"Adreena" ia memberhentikan motornya lalu turun menghampiriku. Aku hanya terdiam.
"Pulang?" Tanyanya
Aku mengangguk
"Hmm kemana? Bareng aja yuk?" Ajaknya
"Hmm aku biasanya naik kereta"
"Yaudah kita naik kereta yuk"
Aku lalu memandang motornya
"Udah, masalah motor mah gampang" ujarnya seperti mengerti tatapan ku
"Yuk" ajaknya. Aku lalu berjalan tanpa memperdulikan Raka.
"Hmm tiap hari naik kereta?"
"Ya"
"Sendiri?"
Aku berpikir sejenak "tiga bulan ini sendiri"
"Sebelumnya?"
"Berdua"
"Sama siapa?"
Aku terdiam
"Pacar?" Tanya nya. Aku menggeleng
"Lalu?"
"Kakak kelas" ucapku singkat.
"Hmm aku boleh antar kamu sampai rumah?"
"Buat?"
"Ya jaga-jaga siapa tau ada orang jahat"
Aku tidak membalas lagi.
"Eh, aku dengar-dengar kamu pintar"
"Ga terlalu"
"Bohong, katanya selalu tiga besar. Kamu dari SD juga udah pintar. Ga aneh"
Aku hanya terdiam
"Ajarin aku boleh ga?"
"Ga ada waktu" ucapku
"Please, aku gatau lagi harus belajar gimana"
"Yaudah iya" aku bukan tipe anak yang pelit ilmu.
"Kapan?"
"Terserah"
"Entar malam"
"Boleh"
"Dimana? Mau di luar atau di rumah kamu aja?"
"Di rumah aja"
"Oke"

Aku dan Raka akhirnya naik ke gerbong kereta. Kereta sangat penuh. Aku harus meraih handle grip yang tinggi itu. Syukurlan seorang wanita melihat ku kesusahan lalu ia mengalah memberikan ku tempat duduk. Aku berterima kasih kepada wanita itu. Raka hanya terdiam.

Ku lihat Raka tidak terbiasa naik kereta. Berbeda dengan Kak Dinar. Ah, kenapa aku membandingkannya dengan kak Dinar. Sudah jelas jauh berbeda.

Aku dan Raka akhirnya turun dari gerbong kereta. Sepanjang jalan ia bercerita. Aku hanya menjawab singkat iya, tidak, mungkin, tidak tahu dan jawaban singkat lainnya. Syukurlah pembicaraan itu usai saat aku mengatakan bahwa aku sudah sampai. Raka segera pamit. Ia hanya mengingatkanku lagi tentang janji kami nanti malam
----------
Ku kira Raka tidak akan datang. Ia datang tepat waktu setengah delapan malam. Ku lihat ia membawa tas dan sebuah plastik di tangannya
"Nih" ia memberiku plastik tersebut
"Martabak telur dan jus jambu. Kesukaanmu kan?" Darimana Raka tahu bahwa aku menyukai dua makanan ini.
"Makasih, duduk dulu" ucapku lalu menyiapkan martabak tersebut di piring.
"Kita belajar apa dulu nih?" Tanyanya
"Terserah" ucapku
Tiba-tiba ibu muncul dari ruang keluarga sambil membawa beberaoa camilan
"Eh tante repot-repot" Raka menyapa ibuku lalu menyalaminya.
"Ga kok, dimakan yah. Tante kedalam dulu"
"Iya tante makasih"
Ibu lalu meninggalkan kami berdua di ruang tamu
"Ibumu ramah yah, ga kayak anaknya"
Aku mengabaikan ucapan Raka.
"Kita belajar matematika aja gimana. Aku cupu banget di matematika" ia mengambil buku matematikanya.
Belajar kami akhirnya dimulai. Jujur saja aku bukan tipe orang yang bisa mengajari orang lain. Sampai terkadang aku sedikit gregetan dengan Raka yang susah untuk mengerti penjelasanku.
"Otak ku mau pecah rasanya"
Aku meneguk jus jambu ku.
"Kok kamu tahan sih belajar?"
"Kalau aku ga belajar, aku mau jadi apa?"
"Ya jadi diri kamu sendiri lah"
"Udah, pelajaran nya segini aja dulu" ucapku
"Oke. Adreena, cita-cita mu apa?"
Aku mengangkat bahu
"Hmm tapi kuliah kan?"
Aku mengangguk
"Ooo, ya udah aku pamit yah udah malam banget"
Aku mengangguk. Raka lalu pamit pada ibu dan meninggalkan rumahku

Malam itu dipikiran ku hanya ada kak Dinar

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 18, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Aksara bisuWhere stories live. Discover now