BAB 9

171 21 5
                                    


Tepat saat bel pulang sekolah berbunyi, Nina yang tidak sadar kalau sudah menghabiskan dua jam pelajaran terakhir di kantin, langsung merapikan roknya sambil berdiri. "Gue belajar sama Abyan dari sekarang aja, jadi entar malem bisa kumpul di rumah Sarah."

"Iye," jawab Sarah sambil mengunyah potongan tempe terakhirnya, "Lo kan kalo udah denger gue bikin pancake segala cara lo halalin buat dateng ke rumah gue."

Nina hanya bisa cengengesan kemudian berkata, "gue duluan, yaaa, byee!"

Langkah demi langkah Nina tempuh, melalui lapangan, bersapa dengan beberapa teman yang ia kenal, atau mendapati teriakan salah satu teman kelasnya yang memberi tahu bahwa ada tugas yang harus ia kerjakan karena bolos dari jam pelajaran. Sampai akhirnya, ia berdiri tepat di depan kelas XII IPA 1. Kepalanya melongok mencari-cari sosok Abyan yang belum kelihatan batang hidungnya, kakinya berjinjit untuk menggapai jendela kelas, kemudian berbelok memasuki ruangan itu, namun tetap tidak mendapati Abyan. Dengan kesal ia kembali berbalik laluㅡ

"Aduh goblok!"

PERASAAN TADI NGGAK ADA PINTU WOY??

"Ngapain lo?"

Suara berat itu membuat Nina berhenti mengelus dahinya yang terasa nyeri. Kepalanya mendongak, dan segera mengetahui kalau baru saja dahinya berbenturan dengan dada triplek Abyan.

"Lo tuh buta ya? Nggak liat gue berdiri di sini? Jidat gue sakit kan bego! Jadi puyeng dah nih gue! Lagian lo ngapain sih di sini?!"

"Bacot. Ini kan kelas gue."

Oh, iya, ya.

Nina meniup poninya jengkel. "Ah, yaudahlah. Ayo ke rumah lo, sekarang. Gue nggak bisa lama-lama."

"Ngapain?"

"Kawin."

Nina mengerang, "ya belajar lah bego!!" lanjutnya dengan nada yang menaik.

Tanpa banyak bertanya atau sekali pun berniat untuk membalas cerocosan Nina, Abyan lantas mengambil tas ke dalam kelas, kemudian menuju parkiran mengambil sepedanya.

"Lo pesen ojek online, gue duluan."

Nina menganga menatap Abyan yang berlalu begitu saja tanpa mempedulikannya. Oh, apa yang dia harapkan dari manusia paling tak peduli lingkungan sekitar seperti Abyan?

Adalah lima belas menit Nina sampai di rumah Abyan. Rumah dengan tembok berwarna kuning pudar. Pagarnya telah berkarat, kalau dilihat dari dekat terdapat sarang laba-laba di sudut atap, dan di teras yang tak terlalu luas terparkir motor Yamaha R25 berwarna biru dongker. Tiga tahun yang lalu ia mendatangi rumah ini, keadaannya tetap sama, dengan ukuran yang tak terlalu luas, rumah ini seperti terselimuti kesedihan dan membendung kesepian.

"Nina?"

Belum sempat menoleh, seorang wanita paruh baya sudah merangkul tangannya dengan hangat. Tangan dingin itu menyelipkan rambut Nina ke belakang telinga. Wajah yang terlihat lelah itu tetap tersenyum.

"Tante Melya!"

Sontak Nina memeluk tubuh kurus itu, berjingkrak-jingkrak kesenangan. "Kangen Tante!!"

Nina melepaskan pelukannya, menatap dari ujung kepala sampai ujung kaki ibunda dari Abyan. Wanita itu tetap sama; rapuh.

"Kamu mau ketemu sama Abyan? Abyannya belum pulㅡ eh itu dia baru sampe ternyata." Tante Melya menatap sebentar ke arah Abyan yang tengah menyandarkan sepedanya di sisi tembok.

Dengan senyum yang belum terhapus, Nina menjawab, "kan aku belajar lagi sama Abyan, Tanteeee! Dia nggak cerita ya? Ah, dasar, prasasti, kayak batu."

Raut wajah Melya berubah, senyumannya menipis bahkan hendak hilang. Anaknya lagi-lagi bekerja, mencari uang untuk keperluannya. Anaknya lagi-lagi berusaha untuk tidak menggunakan fasilitas yang diberikan oleh Iwan, ayahnya. Cepat-cepat ia hapus kesedihannya dengan kembali mencengkram lengan Nina sedikit kuat. "Ya udah, Tante lagi buru-buru mau ke pasar, nanti ya kita ngobrol lagi. Kalau kamu laper makan aja, ada ayam sama sayur asem di dapur."

Nina mengangguk patuh membiarkan Tante Melya berjalan kaku menjauh dari halaman rumahnya.

"Gece masuk," perintah Abyan yang sedari tadi menunggu di ambang pintu.

Kakinya melangkah malas, kemudian berhenti saat memasuki rumah itu. Lampu yang redup memenuhi ruang tengah, dapur, dan satu kamar yang pintunya terbuka. Pada bagian tengah rumah terasa lenggang karena tak banyak terdapat perabotan. Nina menoleh hendak bertanya pada Abyan. Tapi yang ia dapati justru cowok itu tengah memperhatikanㅡ

"HEH! NGAPAIN LO NGELIATIN PANTAㅡ"

"Lo lagi ada tamu?"

"SETAN! TAMU-TAMU PALA LO GENDUT! CEWEK MANA YANG NGGAK MARAH KALO BAGIAN 'TERTENTU'NYA DILIATIN SAMA COWOK! LO TUH BEGO BEGO BEGO APA BEGO SIH?!"

"Di rok loㅡ"

"APAAN?! LO KELIATANNYA AJA YA ANAK TELADAN, PENDIEM, KALEM, TERNYATA OTAK MESUM JUGA! EMANG YA SEMUA COWOK SAMㅡ"

"Ada darah di rok lo."

***

Jangan lupa vote dan comment :))

25 Oktober 2017

KANAN - KIRITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang